Peran Kita dalam Menghentikan Bullying: Diam Bukan Solusi

Oleh : Chelsea Aulia

Fenomena bullying, baik secara fisik maupun verbal, masih sering terjadi di sekitar kita. Ironisnya, banyak orang yang sebenarnya tahu bahwa itu salah. Sering kali kita melihat atau mendengar tentang bullying yang terjadi di lingkungan sekitar kita, baik di sekolah, tempat kerja, atau bahkan di dunia maya. Namun, sayangnya, banyak dari kita yang memilih untuk diam. Mengapa begitu?

Menurut pandangan saya, banyak orang tidak berani menghentikan bullying karena mereka takut akan konsekuensi yang bisa terjadi pada diri mereka sendiri. Rasa takut ini muncul dari bayangan bahwa jika mereka berusaha menghentikan tindakan tersebut, mereka malah akan menjadi target berikutnya. Seolah-olah, mengambil sikap adalah undangan untuk menjadi korban.

Selain itu, ada juga rasa ragu apakah upaya mereka akan berarti. Banyak orang merasa bahwa suara mereka tidak akan didengar atau tindakan mereka tidak akan memberikan perubahan. Hal ini membuat mereka berpikir bahwa lebih baik diam daripada berusaha dan gagal. Dan yang paling miris, masih ada yang beranggapan bahwa bullying adalah hal yang ‘biasa’ atau bahkan hiburan semata, sehingga tidak perlu campur tangan.

Kurangnya dukungan dari orang-orang sekitar juga membuat saksi menjadi enggan untuk bertindak. Mereka merasa bahwa mereka sendirian, dan tanpa adanya dukungan, keberanian mereka pun memudar. Padahal, jika kita mau bersatu dan menunjukkan bahwa kita menentang bullying, para pelaku pun akan berpikir dua kali sebelum bertindak.

Menurut hukum di Indonesia, bullying dapat dikategorikan sebagai tindakan kekerasan yang bisa dikenakan sanksi pidana. Misalnya, dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 76C menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap anak. Pelanggaran ini dapat dikenai hukuman pidana maksimal 3 tahun 6 bulan penjara atau denda maksimal Rp72 juta. Selain itu, Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga dapat digunakan untuk menjerat pelaku bullying yang melakukan perbuatan tidak menyenangkan.

Saran:

1. Edukasi dan Kesadaran : Penting untuk mengadakan program edukasi di sekolah dan tempat kerja tentang apa itu bullying, dampak negatifnya, serta bagaimana cara melaporkannya. Semakin banyak orang yang paham tentang isu ini, semakin besar kemungkinan mereka untuk berani bertindak.

2. Sistem Pelaporan yang Jelas : Institusi seperti sekolah atau kantor perlu memiliki sistem pelaporan bullying yang aman dan terstruktur, di mana saksi dan korban dapat melaporkan kejadian tanpa takut akan balasan atau tindakan balasan dari pelaku.

3. Dukungan Psikologis : Layanan konseling atau pendampingan psikologis perlu disediakan, baik untuk korban maupun saksi yang mungkin merasa trauma atau tertekan setelah mengalami atau menyaksikan bullying.

4. Keterlibatan Semua Pihak : Orang tua, guru, atasan, hingga rekan kerja harus aktif berperan dalam menciptakan lingkungan yang bebas bullying. Setiap orang harus merasa bertanggung jawab untuk melindungi satu sama lain dari tindakan kekerasan atau perundungan.

Sudah saatnya kita keluar dari bayang-bayang ketakutan ini. Kita semua punya peran, sekecil apa pun, untuk memastikan bahwa lingkungan kita bebas dari tindakan kekerasan dan intimidasi. Jangan biarkan rasa takut membatasi keberanian kita untuk bertindak. Kita perlu mulai berani untuk berbicara, menentang, dan memberikan dukungan kepada korban bullying. Karena perubahan tidak akan terjadi jika kita terus memilih untuk diam. Menolak untuk diam adalah langkah awal untuk menghentikan bullying.***

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *