MUHAMMAD, RASUL ALLAH PUN LAHIR DARI RAHIM CINTA

Khazanah

 

 

Oleh : Syaiful Anwar

Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh 

 

Tahukah Anda sosok manusia agung yang dicatat dalam sejarah? Dia manusia yang sisegani kawan dan lawan. Dia mempunyai biografi terlengkap dalam sejarah kehidupan seorang insan. Saya yakin, Anda sudah bisa menebak sosok itu. Ya, dialah Muhammad SAW.  

 

Muhammad, adalah manusia yang lahir dari rahim cinta seorang ibunda bernama Aminah. Wajarlah, kiranya ia menjadi sosok penuh cinta dan kasih terhadap sesamanya, baik kawan maupun lawannya. Aminah, sang ibunda manusia mulia inilah yang akan kita simak kisahnya dalam lembaran ini. 

 

Wajahnya cantik penuh pesona, seindah pesona akhlaknya. Ia sangat dikenal di kabilah Quraisy‟, baik di kalangan orang tua atau pun remaja. Siapapun laki-laki yang melihatnya, pasti ia akan terpikat. Pendek kata, ia adalah Bunga Kabilah Quraisy. Karena kecantikan lahir dan batinnyalah banyak kaum Adam yang meminangnya. Hingga kemudian, datanglah seorang pemuda dari Bani Hasyim, putra Abdul Muthalib, salah seorang pemuka Quraisy terpandang dan ternama. Pemuda itu bernama Abdullah. Ibunya bernama Fatimah binti Amru Al-Makhzumiyah. 

 

Kedatangan Abdullah untuk melamar bunga kabilah Quraisy yang tiada lain adalah Aminah binti Wahab disambut baik oleh keluarganya. Hingga, akhrinya mereka melakukan sebuah kesepakatan untuk menikahkan putra mereka, Abdullah dan Aminah. 

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Tibalah saatnya pasangan Abdullah dan Aminah diikat dalam ikatan suci yang bernama, nikah‟.  

 

Abdullah dan Aminah merasa bahagia. Mereka menyimpan sejuta asa untuk membangun keluarga sakinah yang diberkahi Allah. Memang, pasangan Abdullah dan Aminah adalah pasangan yang saleh dan salehah, di mana mereka senantiasa terjaga dari kehanyutan arus budaya jahiliyah pada umumnya. Di mana mereka hanyut dalam minuman keras, perjudian, main wanita, dan berbagai macam perselisihan dan pertengkaran. 

 

Tibalah saatnya Abdullah berkelana meninggalkan Mekah menuju Syam sebagai kafilah yang membawa misi perdagangan. Perpisahan mereka berdua diperkirakan sekitar satu bulan atau lebih sedikit. 

 

Aminah pun, dengan segala kepasrahan dan kesabarannya berdoa dengan tulus kepada Allah untuk suaminya. Berdoa agar Abdullah kembali untuk berkumpul sebagaimana mereka bertemu di hari pernikahan barakah mereka. Hari di mana penuh dengan kebahagiaan, diberkahi oleh kaumnya, disenangi dan diberi ucapan selamat. 

 

Sepeninggal Abdullah, Aminah tenggelam dalam munajat memohon keselamatan suaminya. Kesendirian dan kesunyiannya segera disikapi oleh keluarga Abdul Muthalib. Mereka hendak menemaninya agar beban perpisahan ini tidak terlalu terasa lama. Namun, dengan penuh bijak Aminah menolak tawaran baik mereka. Ia memilih sendiri berbagi ketenangan dengan dirinya. Tentunya, dalam munajat pasrahnya. 

 

Bulan ke dua pun menyembul, menyapanya. Tibalah saatnya para kafilah Quraisy untuk kembali ke Makkah. Ia pun segera bergegas bersiap-siap menyambut suaminya, Abdullah. Matanya menyapu padang pasir, menyisir rumput-rumput liar mencari bayangan suaminya. Namun, tidak ada siapa-siapa. Ia berharap bertemu suaminya ketika sedang thawaf di Ka‟bah. Atau berangan-angan tiba ayah Abdullah, mendatangi rumahnya dan mengabarkan kedatangan suaminya. Semoga dan semoga. 

 

Tiba-tiba ia mendengar langkah-langkah kaki mendekat. Matanya terpaku di pintu rumah. Ia pun bangkit menyambut, membuka pintu tersebut. Ternyata,  yang datang bukan Abdullah, suaminya, melainkan mertuanya dan beberapa anggota keluarganya dengan berbagai kecemasan menyelimuti wajah-wajah mereka. 

 

Salah seorang mereka berkata, “Wahai Aminah, semua kafilah telah datang ketika kami menunggunya di Masjidil Haram. Kami mencari-cari Abdullah. Namun, tidak juga ia menemukannya. Salah seorang temannya mengatakan ia sedang dalam perjalanan ke sini. Semoga tidak terjadi apa-apa padanya. Ia akan kembali dengan selamat…” 

Semua terdiam penuh keheningan. Namun, tiba-tiba suara Abdul Muthalib memecah suasana, “Dia di sana, wahai Aminah…” Memang benar, Abdul Muthalib telah mengutus saudara Abdullah, Al-Harits ke Yatsrib untuk menemaninya ke Makkah. 

“Bersabarlah Aminah, Al-Harits menjemputnya. Bersabarlah,” Abdul Muthalib menenangkan suasana. 

“Akan aku usahakan, Bapak!” lemah Aminah menjawabnya. Kemudian, ia tenggelam kembali dalam munajatnya kepada Allah, memohon keselamatan suaminya. 

Dua bulan telah genap meninggalkan Aminah, sebagaimana suaminya pergi dari rumahnya. Dan… 

Kembalilah Al-Harits bin Abdul Muthalin, saudara Abdullah. Kembali untuk membawa sebuah berita yang ditunggu-tunggu kaumnya. 

Kehadirannya yang seorang diri menjadikan semua menjadi bertanya-tanya. Kemanakah Abdullah? 

“Abdullah pergi. Meninggal dunia di tempat Bani Najjar ketika kafilahnya tertinggal dari rombongan pertama untuk beristirahat. Sakitnya cukup parah,” datar Al-Harits menceritakannya. “Ia dimakamkan di sana sebelum aku tiba,” sambungnya kemudian. 

 

Mendengar penuturan Al-Harits, tak tertahankan, keluarlah butiran-butiran bening dari kedua matanya, berloncatan ke pipi bunga kaum Quraisy itu. Kedukaannya yang dalam melukai kepasrahannya, menghapus hampir semua harapan dan anganangannya.  

 

Namun, ketegaran jiwa Aminah tidak membuatnya tenggelam dalam kesedihan yang berlarut. Ia mempunyai harapan yang sangat besar seiring dengan membesarnya perut, yaitu bersemayamnya benih suami tercinta, Abdullah. Ia merawat dengan penuh kasih. Ia tidak ingin mengusir ingatan serta kebahagiaannya untuk mengenang suaminya. Ia akan mengabdikan sisa umurnya untuk menepati janjinya. Merawat amanah yang dianugerahkan Allah. Amanah yang dipasrahkan sang suami padanya. Bayi kecil yang ditunggu-tunggu umat sedunia. Meski orang-orang Arab belum menyadarinya, ketika itu, bangsa Yahudi dan Nasrani telah membicarakan saat kedatangan bayi yang membawa agama baru bagi manusia. 

 

Hari yang ditunggu pun tiba. Lahirlah seorang bayi laki-laki dari Bani Hasyim. Bayi laki-laki yang mengobati duka kehilangan keluarga. Bani Hasyim akan mengembalikan semangat dan harapan seorang Aminah. Bayi laki-laki yang membawa kedamaian bagi yang memandangnya. Bahkan para calon musuh-musuhnya pun bangga dan gembira dengan kelahirannya. 

 

Bukan sekedar generasi baru. Namun, seorang pemimpin yang akan membebaskan manusia dari polusi peradaban dan penghambaan terhadap materi. 

 

Muhammad kecil diasuh oleh ibunya dengan limpahan penuh kasih sayang. Limpahan cinta yang dipantulkan Allah dari hati ibunya. Ia tumbuh menjadi anak kecil istimewa dan memiliki perilaku yang membuat setiap orang menyukainya. Mereka menyenangi Muhammad semenjak ia masih kecil, semenjak masih dalam ayunan ibunya. 

 

Kasih sayang dan cinta yang dalam, serta kuatnya pancaran kharisma seorang perempuan merupakan anugerah Allah untuk menyiapkan calon nabi-Nya. Beliau merasakan hangatnya limpahan cinta seorang perempuan mulia yang menjadi tokoh pertama sejarah 

Arab-setelah tertimbunnya berabad-abad dengan penindasan dan peminggiran kaum perempuan, bahkan menguburnya hidup-hiduphanya dalam waktu enam tahun. 

 

Suatu hari, Aminah berangkat dengan putranya menjenguk makam suaminya di Yatsrib. Setidaknya untuk menyampaikan salam kebanggaan. Anak tunggalnya tumbuh menjadi anak istimewa, cerdas, dan memiliki pancaran kewibawaan. 

Seandainya Abdullah, suamiku ada di sini… 

Seandainya suamiku menyaksikan dengan mata sendiri, anaknya tumbuh istimewa dan lucu… 

Seandainya suamiku tersenyum menyambut kedatangannya beserta putranya… 

Sendainya….  

Benak Aminah dipenuhi dengan ingatan manis serta kenangan yang tidak terlupakan. Kenangan akan ayah seorang anak yang kini digandengnya. 

 

Setelah selesai berziarah, pulanglah Aminah kembali ke Makkah. Namun, Allah berkehendak lain, di perjalanan ia jatuh sakit, dan Allah memanggilnya untuk selamanya. Allah menginginkan hanya Dialah yang akan mendidik dan membina calon Nabi-Nya. Menjadi orang yang kuat menahan tantangan, menjadi orang yang memiliki kekuatan cinta. 

 

Inilah, Muhammad, sosok yang lahir dari seorang ibu, bunga kabilah Quraisy. Ibu yang memiliki pancaran cinta dan wibawa. Dan Muhammad, adalah sosok manusia yang ditarbiyah langsung oleh Allah SWT. 

 

#Syaiful_Anwar

#Fakultas_Ekonomi

#Universitas_Andalas

#Kampus2_Payakumbuh

#Energi_Cinta

#Muhammad_Rasul_Allah_Pun_Lahir_Dari_Rahim_Cinta

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *