Oleh : Syahrul Ramadan
Dewasa ini kita menyadari bahwa berorganisasi bukan lagi prioritas dalam pengembangan diri, hal ini merujuk kepada persoalan dinamika organisasi yang seolah-olah dibuat-buat, beda hal ketika kita melihat komunitas sosial ataupun komunitas yang berfokus pada pengembangan softskill, mereka lebih berkembang dibandingkan organisasi-organisasi yang hanya berfokus pada orientasi politik semata, mereka lebih berdampak dan terasa kehadirannya ditengah masyarakat.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) terkhususnya IMM Sumatera Barat, kita seringkali lupa akan nilai-nilai organisasi, kemanusiaan, dan nilai sosial. IMM yang berpegang pada nilai ikatan, artinya kita sebagai kader mestinya terikat satu sama lain, baik secara batin ataupun secari lahir nya, terikat yang berarti mengikat justru menjadi persoalan pada IMM sumbar, fenomena akhir-akhir ini sangat menggelitik, bukan hanya di kalangan kader IMM, tapi juga di kalangan organisasi kepemudaan lainnya, mereka seringkali menanyakan “Baa masalah DPD IMM ko sabana nyo diak”, pertanyaan ini adalah sebuah pertanyaan yang membuat malu dan sekaligus pertanyaan yang membuat patah hati, pasalnya tidak hanya satu namun banyak.
IMM sumbar sangat banyak melahirkan tokoh-tokoh politik, namun seringkali tokoh-tokoh tersebut masuk kedalam tubuh IMM sumbar, seperti baru-baru ini terjadi Musyawarah Daerah yang diulang, surat instruksi Ketua Umum Pimpinan Pusat IMM , sampai terpilihnya ketua umum DPD IMM tanpa adanya perundingan. Semestinya hal ini sudah menjadi sebuah aib untuk kita bersama, untuk kekuasaan semata segala upaya dilakukan, ada yang mengatakan “perbanyak diskusi dengan senior tentang politik”, kata-kata ini sangat menggelitik bagi saya, pasalnya kita tau dan kita belajar politik di IMM , politik memanglah penting, tapi politik IMM bukan lah politik belah bambu, politik yang berpegang teguh pada nilai-nilai Muhammadiyah, dan politik yang berpegang teguh pada nilai-nilai Islam. Kata-kata ini seolah membenarkan bahwa peran senior sangat penting dalam menentukan kebijakan.
Kita tau bahwa hari ini representasi IMM se-Indonesia adalah kader IMM Sumbar, bahkan ini adalah sejarah pertama, namun dengan dinamika ini kita mencerminkan wajah IMM sumbar yang sangat buruk, Musyawarah Daerah yang sejatinya menjadi ajang merajut ukhuwah malah menjadi ajang memecah belah, sekali lagi saya katakan demi sebuah kekuasaan segala hal dilakukan, fitnah hingga intervensi ke pusat dilakukan, dan ironinya persoalan ini bersifat sangat subjektif bukan objektif, saya meyakini kedepan masih akan banyak gelombang-gelombang perpecahan yang terjadi di IMM Sumbar, jika ini terjadi maka bisa dikatakan Sumbar gagal menjadi representasi Nasional.
Terakhir, dengan melihat dinamika ini, sudah saatnya kita untuk berkemas-kemas untuk memperbaiki atau kita rusak serusaknya, hanya ada dua pilihan ini untuk sekarang, kita harus memikirkan langkah kedepan, apakah kita akan selalu merawat dinasti politik di tubuh IMM , atau kita berfokus untuk pembenahan yang dimulai dari akar rumput, kita berdo’a semoga IMM Sumbar baik-baik saja kedepannya, tidak ada kasus yang membuat malu IMM sumbar lagi, seperti tidak ada transaksi politik praktis , tidak ada pembunuhan karakter kader, hingga tidak ada lagi istilah pengabaian nilai-nilai IMM, Muhammadiyah, dan Islam.