KOMDIGI RI Berkolaborasi Dengan DPR RI Giat Diskusi Publik Dengan Tema “Penguatan Ideologi Pancasila, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia”

Jendelakaba.com-KOMDIGI RI berkolaborasi dengan DPR RI giat diskusi Publik dengan tema “Penguatan Ideologi Pancasila, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia”. Kegiatan ini dilakukan secara online via platform zoom meeting pada Senin (05/05/25).

Menurut Gun Gun Siswadi tantangan di era digital antara lain : 1. Privasi data, informasi yang kita bagikan di internet, seperti data pribadi yang dapat diakses oleh pihak lain tanpa izin atau pengetahuan kita. 2. Masih ada kesenjangan digital, yaitu kita memiliki akses yang memadai ke internet atau perangkat teknologi yang diperlukan untuk mengakses informasi dan layanan online. 3. Beredar konten hoax, ujaran kebencian, pornografi, radikalisme, perjudian, sara, penipuan, dan sebagainya. 4. Adanya arus globalisasi, masuknya budaya asing ke Indonesia dan tidak adanya kesadaran menjaga Pancasila.

Menurut Halim Iskandar, berbicara tentang Pancasila sudah tidak waktunya lagi bicara tentang isi, karena itu sudah final sudah tidak bisa diperdebatkan lagi karna Pancasila sudah digali berasal dari seluruh nilai – nilai bangsa dan negara, tinggal yang terpenting adalah bagaimana kita mengimplementasikan nilai- nilai Pancasila itu melalui sebuah proses, karna kita berhadapan pada peralihan generasi.

Mungkin dulu masih ada perdebatan tentang Pancasila ada yang terima ada yang tidak, sekarang tidak perlu ada perdebatan itu karena Pancasila tidak bertentangan dengan apapun, dengan agama apapun karna apa, karna ada satu titik temu didalam Pancasila dengan seluruh tatanan kehidupan beragama yaitu terkait dengan ke Tuhan an dan kemanusiaan, dua hal ini tercermin didalam Pancasila. Dimana sila pertama jelas -jelas bicara Ke Tuhan an yang maha esa. Kemudian pada sila ke-5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah mutlak sebagai sebuah tatanan Masyarakat yang harus kita capai bersama-sama.

Atmari mengatakan, sebagai mana di ketahui juga bahwa media atau new media itu bagi para kritikal ideologi atau para idiolog itu anggap sebagai aparatus sebagai bagian bagaimana kemudian membuat shaping, membuat sekmentase, membuat pembagian kepada Masyarakat dan memproduksi keyakinan – keyakinan di dalam Masyarakat, konteksnya mungkin ini ada pada era – era dimana media hanya diproduksi oleh para pemilik media, dulu mungkin di era orde baru semua media berada dibawah pemerintah atau mungkin di era – era demokrasipun di awal reformasi beberapa media tidak bisa se leluasa hari ini, dimana semua orang bisa menjadi wartawan sendiri semua orang bisa menjadi bagian dari orang yang bisa menginformaiskan apa yang mereka inginkan, jadi harus di akui bahwa media atau new media itu merupakan alat pemerintah atau mungkin alat strong man / orang kuat untuk bagaimana membingkai Masyarakat kedepan. Oleh karna itu di paska kita ber-reformasi mungkin di era 2014-an kemudian muncul pardigma baru tentang sosial media

Didalam media sendiri sebelum kita bicara social media ada 3 arah yakni tentang text, produksi, dan audience. Text berati sesuatu yang kita ciptakan, kemudian audience adalah mereka yang membaca dari apa yang kita tulis, produksi berarti menciptakan apa yang kita garap pada akhirnya. Jadi ini adalah 3 hal yang biasa kita kenal dalam media. Media menciptakan narasi, media menciptakan audience nya sendiri dan mereka memproduksi Masyarakat itu sendiri. Yang disebelahnya mungkin lebih kompleks memahaminya bagaimana kemudian media di konstruksi, kemudian bagaimana audiencenya di bentuk, bagaimana mereka menafsirkan, bagaimana mereka menciptakan keunikan dan lain sebagainya.***