ASAS-ASAS SISTEM PERADILAN PIDANA

 

Oleh : Syaiful Anwar

 

Berikut ini merupakan asas-asas Sistem Peradilan Pidana yang ada di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981:

  1. Perlakuan yang sama dimata hukum, tanpa diskriminasi apapun. Dalam pasal 5 ayat (1) Undang- Undang Nomor 14 tahun 1970 dengan tegas menyebutkan bahwa Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang. Ini berarti bahwa di depan pengadilan mereka (yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan dihadapkan ke muka pengadilan) harus diperlakukan sama tidak ada pembedaan perlakuan terhadap siapapun juga baik itu parbedaan warna kulit, agama atau keyakinan, kaya atau miskin, namun realitas memperlihatkan hal yang berbeda akan hal ini.
  2. Asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence). Disini berarti bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan dihadapkan ke muka pengadilan wajib untuk dianggap tidak bersalah hingga ada keputusan dari pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap (penjelasan umum butir 3c KUHAP). Asas ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman (yang sekarang terdapat dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman).
  3. Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi. Sebagai tuntutan ganti rugi disini diatur dalam pasal 95 KUHAP, dan mengenai tuntutan rehabilitasi diatur dalam pasal 97 KUHAP.
  4. Hak memperoleh bantuan hukum. Dalam hal ini untuk memenuhi kepentingan pembelaan diri atas tindakan pidana yang disangkakan, terdakwa diberikan hak untuk memperoleh bantuan hukum. Namun dari beberapa faktor yang ada pada saat ini menjadi penghambat terhadap pelaksanaan bantuan hukum yang merata. Dan yang terlihat pada beberapa kasus, kehadiran seorang pengacara sebagai mitra dari tersangka, realitas menunjukan bahwa pengacara justru dianggap mempersulit pemeriksaan suatu perkara oleh aparat penegak hukum. Padahal adanya pengacara adalah untuk membantu aparat penegak hukum dalam mencari dan menemukan kebenaran materil.
  5. Hak kehadiran terdakwa di muka pengadilan. Dalam asas ini menuntut keberadaan terdakwa pada proses peradilan hingga putusan pengadilan dibacakan, dan tidak boleh diwakili oleh siapapun terkecuali pada tindak pidana subversi. Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana. Asas peradilan bebas ini melingkupi asas lainnya, yakni: cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur, tidak memihak. Maksudnya adalah tidak berbelit-belit, acaranya yang jelas, mudah dimengerti, biaya ringan yang dapat dipikul oleh rakyat.
  6. Peradilan yang terbuka untuk umum. Disini masyarakat termasuk pers dapat hadir, menyaksikan dan meliput jalannya persidangan. Dan apabila proses peradilan dalam pengadilan itu tertutup untuk umum, maka putusan yang ditetapkan oleh Hakim menjadi tidak sah. Keputusan Hakim dapat menjadi sah dalam proses persidangan tertutup apabila dalam pembacaan putusan perkaranya terbuka untuk umum.
  7. Penetapan Hakim mengenai persidangan tertutup untuk umum tidak dapat dibanding, meskipun putusan perkaranya dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Pertimbangan menetapkan suatu sidang dinyatakan tertutup seluruhnya atau sebagian untuk umum diserahkan sepenuhnya kepada Hakim.
  8. Pelanggaran atas hak-hak warga negara (penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan) harus berdasarkan pada Undang-Undang dan dilakukan dengan surat perintah (tertulis). Asas legalitas dalam hukum pidana berarti bahwa segala tindakan kepolisian yang mempergunakan upaya paksa (penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan tindakan lainnya) harus berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang. oleh Undang-Undang dalam hal serta dengan cara menurut Undang-undang. Asas legalitas dalam hukum pidana ini berbeda dengan asas legalitas dalam hukum pidana materiil (pasal 1 ayat (1) KUHP, yakni Nellum dellictum nula poena sine previa lege poenali).43
  9. Hak seorang tersangka untuk diberi tahu tentang persangkaan dan pendakwaan terhadapnya. Asas ini disebut dalam angka 3 huruf g penjelasan umum KUHAP.
  10. Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusannya. Disini tugas Hakim pengawas dan pengamat inilah untuk mengetahui sampai dimana putusan pengadilan itu terlihat hasil baik buruknya pada diri terpidana masing-masing. Dan Hakim tersebut harus ikut serta dalam mempertimbangkan apakah seorang terpidana dapat diberikan pelepasan bersyarat. Kedua tugas ini bertujuan untuk lebih mendekatkan pengadilan dengan lembaga pemasyarakatan dan menetapkan pemasyarakatan terpidana dalam rangka proses peradilan pidana.

Dalam kenyataan praktik peradilan pidana di Indonesia, sepuluh asas tersebut telah dikikis sehingga yang tampak pada saat ini adalah retorika mengenai asas-asas, bukan lagi realita dari asas-asas tersebut.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *