Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Dua Sosok Berbeda
Sahabat, saya punya dua cerita menarik yang saya amati dalam kehidupan nyata (ayat kauniah). Tepatnya pengamatan saya terhadap lingkungan di sekitar saya.
Cerita pertama tentang tetangga saya yang rajin memburu harta dengan keras dan tekun, tapi ia tidak pernah memerhatikan aspek ketakwaan kepada Allah. Ia seorang pengusaha mebeler. Bisnisnya sekilas tampak maju dan besar, tapi sesungguhnya banyak masalah alias keropos. Bila dilihat dari order mebel yang tak pernah sepi, maka seharusnya ia kaya-raya, untungnya banyak dan duitnya juga banyak. Namun benarkah begitu? Anda boleh percaya boleh tidak. Ternyata ia tidak kaya-raya amat sebagaimana di-sangka banyak orang.
Suatu hari ia datang ke rumah saya karena hendak meminjam uang guna kelangsungan bisnisnya. Tak terlalu banyak memang jumlah nominal yang hendak ia pinjam, hanya sekitar 10 jutaan. Katanya untuk membayar gaji para yang sudah hampir satu bulanan, tidak dibayarnya (sekadar informasi, ia menggaji karyawannya dengan cara mingguan, yakni setiap hari Sabtu). Terus terang, saya kaget tak percaya, “Masa sih dia tak punya uang sejumlah itu? Bukankah sepatutnya uang sejumlah yang hendak dipinjamnya itu adalah uang recehan baginya?”
Akhirnya setelah ngobrol beberapa lama, ia pun bercerita yang sesungguhnya tentang keadaan diri dan bisnisnya. Ia bercerita seraya berurai air mata. Menurut ceritanya, ia sesungguhnya tidak sekaya yang dibayangkan orang-orang di kampung. Bisnis-nya semua. Ordernya memang banyak. Untung bisnisnya kalau dihitung seharusnya juga banyak. Namun, ia sendiri heran, mengapa untung itu tidak pernah ada secara nyata bila diaudit dengan teliti. Uang yang seharusnya menjadi keuntungan selalu raib ke mana-mana dengan tanpa terduga-duga. Adakalanya raib karena anaknya selalu sakit dan kecelakaan secara tiba-tiba. Adakalanya raib karena ditipu orang yang berbeda-beda, berkali-kali pula. Adakalanya raib karena musibah yang datang bertubi-tubi dengan beraneka warna. Ada-ada saja jalan untuk menguras uangnya. Intinya, kalau dilihat dengan kacamata ruhani, bisnisnya tidak berkah. Uangnya juga tidak berkah. Allah memberinya uang-harta hanya untuk langsung ditarik-Nya. Tidak ada yang masuk ke kantongnya sama sekali. Dan sekarang bisnisnya sudah terancam bangkrut. Selalu minus katanya. Minus bukan karena sepi order, tapi minus karena saking banyaknya pengeluaran tak terduga-duga yang sifatnya semacam “cobaan” atau “musibah” dari Allah.
Saya pun mencari penyebabnya, kenapa bisnis tetangga saya seperti itu nasibnya. Saya tanya ia dengan sejujur-jujurnya. Dari hati ke hati. Saya ibarat dokter yang ingin mengetahui penyebab sakit pasien. Ia pun mengaku, ia jarang mengeluarkan sedekah dan zakat mal. Ia juga bermain gelap. Artinya, bisnis mebelernya selalu mengambil dari kayu-kayu illegal. Katanya, biar untungnya banyak.
Setelah itu, berkali-kali saya menasihatinya agar memulai bisnisnya dengan cara yang lebih baik, bisnisnya berkah. Namun entahlah, apakah ia mendengarkan nasihat saya ataukah tidak, tapi yang jelas, hingga saat ini, bisnis mebelernya tak kunjung lebih baik nasibnya dari sebelum-sebelumnya. Dan yang lebih jelas lagi, saya percaya bahwa bisnisnya tidak berkah karena ia tidak melandasi bisnisnya dengan bersedekah dan menunaikan zakat mal, mau mengambil kayu dengan terang (legal), saya yakin bisnisnya akan segera melesat maju ke depan. Bisnisnya akan berkah. Cobaan dan musibah yang ditimpakan Allah kepadanya akan segera berhenti. Dan ia tak perlu pusing-pusing lagi lantaran bisnisnya selalu minus oleh faktor yang terdugaduga. Justru kalau ia mau melandasi bisnisnya dengan takwa, malah keuntungan tak terduga-dugalah yang Allah kirimkan kepadanya. Bukannya kebuntungan tak terduga-duga yang selalu ada-ada saja.
Demikian kisah pertama tentang pengusaha yang tidak/kurang bertakwa.
Sekarang akan saya ketengahkan kisah kedua. Ini tentang kehidupan seorang keluarga yang memiliki sembilan orang anak yang kalau dilihat secara sekilas tampaknya hidup paspasan dan seperti serba kekurangan. Namun benarkah demikian? Ternyata tidak! Ia selalu hidup berkecukupan. Dan Allah selalu mencukupi kebutuhan hidupnya.
Rumah keluarga tersebut tidaklah bagus. Dindingnya hanya papan yang gampang rapuh bila ditempa panas dan hujan. Bahkan saya lihat ada salah satu dinding papan itu sudah keropos dimakan rayap. Atapnya belumlah berternit. Hanya susunan papan yang tidak beraturan. Lantainya hanya plesteran semen biasa. Rumahnya kecil. Kira-kira sebesar rumah petak di Jakarta. Rumah kecil tersebut dihuni oleh dua orang, yang tiada lain suami istri, sebab anak-anaknya bertebaran di berbagai kota dan provinsi yang berbeda. Delapan anaknya sudah tamat kuliah semua, hanya satu orang yang tidak tamat kuliah karena sudah sibuk mengurus suami dan anak-anaknya. Padahal, ia hanyalah seorang petani. Kalau dinilai secara ekonomi sangat mustahil untuk bisa melahirkan para sarjana, master, dan kandidat doktor. Jika dibandingkan dengan tetangga sekitarnya, ia bisa dibilang paling miskin.
Jika dilihat dari sisi luar, bapak dan ibu ini tampak orang yang berkekurangan. Namun tahukah Anda? Ternyata bapak dan ibu ini mengaku tidak pernah kekurangan. Ia mengaku selalu dicukupi rezekinya oleh Allah. Ia memang tidak punya banyak uang, tapi jika ada kebutuhan, selalu saja ada pertolongan Allah yang datang. Buktinya, ya sudah disebutkan di atas, di mana anak-anaknya bisa kuliah. Anak yang per-tama,
kandidat doktor di Malaysia, yang kedua tamat S2 STIE Indonesia Malang, yang ketiga S2 IAIN Imam Bonjol Padang, yang keempat dan kelima S1 STAIN Batusangkar, yang keenam, ketujuh dan kedelapan, alumni S1 UIN Suska Pekanbaru, Riau.
Saat bapak itu ditanya, kenapa ia bisa seperti itu? Jawabnya, “Semua adalah urusan Allah. Kalau kita pasrahkan kepada Allah, pasti Allah nanti akan memberi jalan yang terbaik bagi kita. Dan saya merasa bahwa ketika saya pasrahkan segala urusan itu pada Allah, selalu saja ada jalan keluar yang Allah berikan pada saya atas semua musibah yang saya hadapi.” Sebuah jawaban penuh renungan.
Kunci Pembuka dan Jalan Keluar
Sudah bisa mencerna dua kisah di atas? Saya yakin Anda sudah bisa mencernanya dengan baik, apalagi Anda memiliki pencernaan, hehehe.
Ya, kunci dari keberlimpahan dan tumbuhnya jalan keluar adalah TAKWA. Inilah kuncinya! Tidak percaya? Silakan renungan firman Allah dalam surat Ath-Thalaq [65]: 2, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”
Saudaraku, resep dari Allah di atas harus Anda yakini dan percayai. Kalau Anda tidak memercayainya, saya sarankan tutup saja buku ini atau segeralah buang buku ini dan lemparkanlah ke tong sampah yang ada di dekat Anda. Sebab,
Anda hanya akan meng-habiskan waktu Anda untuk membaca hal-hal yang sia-sia belaka. Namun, sebaliknya jika Anda percaya bahwa kunci pembuka pintu rezeki dan “alat” pembuang kemiskinan dan segala persoalan hidup adalah TAKWA, maka saya ucapkan selamat kepada Anda. Sebab tak lama lagi Anda pasti akan membuktikan keampuhan kunci itu. Atas kehendak Allah, rezeki Anda pasti akan segera dilapangkan dan segala persoalan hidup Anda akan segera diberi-Nya jalan keluar
(solusi).
Percayalah! Saya sendiri meyakini dengan hukum Allah dalam QS. Ath-Thalaq [65): 2 di atas tanpa reserve. Ya, saya memercayainya seribu persen! Kalau perlu malah semiliar persen! Dan buktinya, ketika saya semakin berusaha untuk selalu bertakwa kepada Allah, niscaya rezeki-rezeki saya telah dijamin-Nya. Paling tidak hingga buku ini saya tulis, alhamdulillâh saya belum pernah merasakan kesulitan finansial yang berarti. Dan saya yakin, kalau saya terus bertakwa, saya tidak akan pernah mengalami per-soalan finansial yang berarti. Bahkan rezeki saya dilimpah-ruahkan semelimpah-limpahnya. SAYA PASTI KAYA DAN SEMAKIN KAYA RAYA!
Berani Meninggalkan Perbuatan-perbuatan Dosa dan Syubhat.
Pembaca yang budiman, dalam literatur bacaan saya terhadap makna takwa, sesungguhnya para ulama memiliki pendapat senada meskipun dengan redaksi yang berbedabeda. Namun yang pasti, bila ditarik garis merah, kesemua ulama sepakat bahwa takwa adalah keberanian kita dalam meninggalkan per-buatan-perbuatan dosa atau perbuatanperbuatan yang telah dilarang Allah. Perbuatan-perbuatan dosa itu antara lain seperti; meninggalkan shalat, mening-galkan zakat-sedekah, mencuri, merampok, menipu, mabuk-mabukan, berzina, berjudi, menyakiti orang tua, menghardik anak yatim, menzalimi orang lain, dan lain sebagainya. Itulah inti takwa.
“Takwa adalah menahan diri dari dosa. Yakni dengan meninggalkan larangan Allah. Dan lebih sempurna lagi, meninggalkan perkara syubhat (tidak jelas halal-haramnya,” kata Imam Raghib Al-Isfahani dalam kitab Al-Mufradât fi Gharîbil Qur`ân.“ Ya, takwa bisa Anda capai manakala Anda berani meninggalkan tindakan-tindakan tercela/dosa, dan disempurnakan dengan meninggalkan tindakan-tindakan yang syubhat, tindakan-tindakan yang tidak jelas halal dan haramnya, dan tindakan yang serba boleh serba boleh secara berlebihlebihan,” lanjutnya mantap.
Untuk lebih lengkapnya, berikut ini saya kutipkan beberapa definisi takwa menurut para ulama :
- “Takwa adalah takut terhadap murka dan azab Allah,” demikian pendapat Imam Nawawi.
- “Takwa adalah menjaga diri dari azab Allah yakni dengan menaati-Nya. Dan itu sama artinya dengan menjaga diri dari sesuatu yang menyebabkan siksa Allah, baik karena melanggar perintah atau meninggalkan larangan-larangan,” demikian menurut Imam Al-Jurjani.
- “Takwa adalah ketika Anda mematuhi Allah dan tidak mengingkari-Nya. Anda sadar pada Allah, dan tidak menentang-Nya. Anda bersyukur pada Allah, dan tidak mengingkari-Nya. Anda menyembah Allah berdasarkan ilmuNya dan mengharap pahala pula dari-Nya. Anda meninggalkan larangan-larangan Allah berdasarkan ilmu dari-Nya karena Anda takut akan hukuman-Nya,” demikian pen-jelasan Ibnu Jabir.
Saudaraku, dari penjelasan-penjelasan di atas, maka Anda tidak dapat dikatakan bertakwa manakala Anda tidak menahan diri Anda dari perbuatan-perbuatan dosa. Anda juga tidak bisa dikatakan bertakwa mana-kala Anda menggunakan mata Anda untuk meman-dang sesuatu yang diharamkan Allah. Anda tidak dikatakan bertakwa manakala Anda mendengarkan sesuatu yang dimurkai Allah. Anda tidak bisa dikatakan bertakwa manakala Anda menggunakan tangan Anda untuk memukul sesuatu yang tidak diridhai Allah. Anda tidak bisa dikatakan bertakwa manakala kaki Anda, Anda gunakan untuk berjalan ke arah sesuatu yang dilaknati Allah. Anda tidak bisa dikatakan bertakwa manakala Anda meninggalkan shalat, zakat, sedekah dan lain sebagainya. Anda juga tidak bisa dikatakan bertakwa manakala Anda berbuat zina, mencuri, mabuk-mabukan, berjudi, dan lain seterusnya. Mengapa? Karena dengan begitu Anda tidak dapat menjaga diri Anda dari perbuatan-perbuatan dosa.
Jadi kesimpulannya, “Barangsiapa membiarkan dirinya melakukan sesuatu yang menyebabkan kemurkaan dan siksa Allah, maka sesungguhnya dia telah membiarkan dirinya keluar dari barisan orang-orang yang bertakwa,” kata Dr. Fadhl Ilahi lantang dalam bukunya, Mafatihurrizqi fi Dhaul Kitab wasSunnah.
Takwa Dapat Melipatgandakan Rezeki dan Kebaikan
Takwa akan mengucurkan berkah langit. Langit yang berkah akan menurunkan hujan. Hujan yang berkah tidak membuat manusia menderita. Hujan membuat semua keperluan hidup manusia terpenuhi, utamanya yang berhubungan dengan pangan, papan, dan sandang. Bukankah pangan, bahan bangunan, dan bahan sandang itu tumbuh dari air? Takwa akan memancarkan berkah bumi. Bumi yang berkah akan menyuburkan aneka tanaman. Bumi yang berkah mengeluarkan aneka tambang.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayatayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” Demikian janji Allah dalam QS. Al-A’raf [7]: 96.
Allah akan melimpahkan berkah kepada orang-orang yang bertakwa. “Berkah” adalah kebaikan yang ber-tambah-tambah. Satu kebaikan bagi orang yang bertakwa bisa berkembang menjadi 70 kali lipat, bahkan sampai tak terhingga. Satu juta rupiah yang diberkahi bagi orang yang bertakwa manfaatnya lebih besar dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, dan bahkan bisa membantu orang lain. Asas penggunaan untuk kemanfaatan itulah yang mengundang kembali mengalirnya rezeki Allah kepadanya semakin banyak lagi. Sangat berbeda satu juta rupiah itu di tangan orang yang fasik, dia akan menguap tak berbekas dan bahkan bisa menjadi sumber masalah atau mala-petaka.
Bukan Hanya Melipatgandakan Rezeki, Tapi Juga Menghidupkan Intuisi
Intuisi adalah sumber kreasi pemikiran. Dari sana seseorang bisa memunculkan ide cemerlang untuk meningkatkan kualitas hidup, sama dengan ilham. Ilham hanya diberikan kepada oleh Allah kepada orang-orang yang bertakwa. Jika ilham berbicara, maka pembicaraannya adalah pembicaraan Allah. Intuisi bukan “bisikan” atau “wangsit” seperti yang didapat oleh orang-orang fasik yang tidak beribadah kepada Allah. Intuisi bukan infromasi yang diperoleh para dukun atau paranormal yang memuja setan. Intuisi adalah penemuan hati yang jernih dan ikhlas. Barangsiapa yang diberikan kekuatan intuisi, maka dia bisa membaca gejala alam, bisa membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar. Inilah yang disebut oleh Al-Qur`an sebagai “Furqan.”
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS.
Al-Anfal [8]: 29)
Lalu Bagaimana Jalan Menuju Takwa?
Takwa adalah wasiat Allah kepada seluruh Nabi-Nya. Takwa adalah pesan Rasulullah Saw. kepada seluruh umatnya. Jalan menuju takwa yaitu dengan selalu mengawasi diri dan mencegahnya dari memperturut-kan hawa nafsu yang menentang perintah Allah. Takwa adalah kendali yang mengikat jiwa dari berbuat sesukanya. Takwa adalah ikatan kuat yang membuat orang beriman tidak mudah berpaling dari Allah. Takwa adalah pedoman pokok perilaku manusia dalam hidup dalam rangka memeroleh ridha Allah dan menghindarkan diri dari siksa-Nya. Takwa adalah sebaik-baik pakaian. Takwa adalah sebaik-baik bekal perjalanan.
Jalan menuju takwa sungguh sangat banyak. Ada jalan yang langsung menuju Tuhan tanpa perantara, yaitu dengan menjalankan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya. Termasuk di dalamnya adalah ibadah seperti shalat, puasa, haji, dan ibadah-ibadah lain. Tetapi ada juga jalan takwa yang harus ditempuh melalui jalan hubungan sosial kemasyarakatan. Dan inilah yang membawa efek dan perubahan secara langsung dalam kehidupan nyata. Beberapa jalan takwa yang berhubungan kehidupan bermasyarakat itu di antaranya adalah:
- Segera berbuat baik setelah melakukan keburukan, dan berakhlak baik kepada semua orang. Jangan menundanunda pekerjaan baik.
- Memerhatikan peristiwa yang telah berlalu untuk dijadikan pelajaran berharga pada masa depan. Belajar sepanjang hayat, belajar dari pengalaman, belajar dari alam, dan belajar dari buku. (Baca QS. Al-Hasyr [59]: 18)
- Bertutur kata baik dan jujur. Kata-kata Anda adalah doa Anda. Kata-kata adalah energi Anda yang akan menarik segala sesuatu yang ada di alam sesuai dengan keinginan yang tercetus dalam untaian kata. Jangan curang dan jangan bertipu daya. (Baca QS. Al-Ahzab [33]: 70-71)
- Berjihad mencari cara pendekatan kepada Allah. Ciptakan ide-ide dan kreasi yang membuat orang tertarik mengikuti jalan Allah, jangan mencoba-coba mencari terobosan dengan menghalalkan yang diharamkan Allah. (QS. AlMaidah [5]: 35
- Bergabung dengan orang-orang yang benar. Teman-teman Anda sangat menentukan cara berpikir Anda dan memengaruhi perilaku dan semangat Anda. (Baca QS. At-
- Taubah [9]: 119)
Jalan takwa sungguh sangat banyak. Dan bahkan seluruh perintah Allah dan larangan-Nya, anjuran Rasulullah, nasihat para ulama shalihin dan ahli hikmah, semuanya adalah jalan menuju takwa.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh