Prof. Dr. Sjarifuddin Hasan, MM. MBA. (Anggota Komisi 1 DPR RI) hadiri webinar Forum Diskusi Publik yang digelar Kominfo RI dengan tema “Menangkal Hoax dan Potensi Konflik Menjelang Pemilu 2024”

Jendelakaba.com– Jakarta–Prof. Dr. Sjarifuddin Hasan, MM. MBA. (Anggota Komisi 1 DPR RI) hadiri webinar Forum Diskusi Publik yang digelar Kominfo RI dengan tema “Menangkal Hoax dan Potensi Konflik Menjelang Pemilu 2024” melalui platform online zoom meeting pada Jumat, 26 Januari 2024.

Partisipasi masyarakat dalam pemilu menjadi kunci utama kesuksesan proses demokratis ini. Menurut data disini, perkembangan partisipasi masyarakat semakin meningkat. Di tahun 2020, tingkat partisipasi Pemilu berada di angka 76,09%. Dan diharapkan pada pemilu nanti, masyarakat semakin banyak dan antusias dalam mengikuti pemilu ini. Setiap warga negara berhak untuk memilih dalam momentum pemilu tersebut. Melalui hak pilihnya, warga negara berperan aktif dalam menentukan arah pemerintahan dan kebijakan publik.

Namun, karakteristik pelanggaran pemilu menjadi ancaman serius terhadap integritas proses tersebut. Pelanggaran seperti money politics, politik identitas, dan intimidasi dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemilu dan menciptakan ketidaksetaraan dalam kompetisi politik.

Dan juga dapat dilihat bahwa kerawanan serta pelanggaran pemilu pun juga beragam. Mulai dari Legal Compliance, Security/Conflict, Pelanggaran Budaya, baik secara rendah ataupun tinggi. Potensi kecurangan pemilu juga muncul melalui berbagai cara, seperti manipulasi hasil, kecurangan administratif, atau penggunaan sumber daya negara secara tidak adil. Fenomena ini dapat menciptakan ketidakstabilan politik dan merugikan proses demokrasi.

Di samping itu, meningkatnya penyebaran hoax, terutama menjelang Pemilu 2024 di media social menjadi isu strategis yang perlu diatasi. Seperti pada data berikut, hoaks di media social meningkat jelang kampanye Pemilu 2024 ini. Pada bulan November kemarin, jumlah berita hoax yang tersebar di media social ada sekitar 39%, yang mana ini melonjak dari bulan sebelumnya, yaitu 20%. Maka dari itu, kita perlu berhati-hati, karena hoax dapat mempengaruhi opini publik, menciptakan konflik, dan merusak keaslian informasi yang menjadi dasar pengambilan keputusan pemilih.

Isu strategis lainnya adalah dana kampanye pemilu, di mana sumber daya finansial yang besar dapat memberikan keuntungan yang tidak adil kepada kandidat tertentu. Penegakkan hukum pemilu menjadi krusial dalam menjaga integritas proses ini. Hukum yang jelas dan penegakan yang tegas diperlukan untuk mencegah pelanggaran dan kecurangan. Disini sudah jelas, pada PKPU 29/2018 dan JO 34/2018, ada 6 aturan untuk mengawasi adanya penyalahgunaan atau kecurangan dana kampanye. 6 poin itu adalah; darimana sumber dana kampanye, lalau bentuk dana kampanye, kemudian pembatasan pembiayaan dana kampanye, pencatatan dana kampanye, audit dana kampanye, dan terakhir adalah larangan dan sanksi dana kampanye.

Dengan demikian, upaya kita dalam menangkal hoax dan potensi konflik menjelang Pemilu 2024 perlu melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam mendeteksi dan memeriksa informasi. Penguatan penegakkan hukum pemilu dan pengawasan yang ketat terhadap dana kampanye dapat menjadi langkah-langkah kunci untuk menjaga integritas proses demokratis.

Yadi Mulyadi, SH.,MH. (Pengacara) dalam menghadapi Pemilu 2024, peran penangkal hoax sangat krusial untuk menjaga integritas dan keamanan proses demokrasi. Hoax atau informasi palsu dapat menjadi ancaman serius karena dapat memicu konflik dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilihan umum. Untuk menangkal hoax, diperlukan literasi media yang baik. Masyarakat perlu diajarkan untuk memeriksa sumber informasi, menyaring berita, dan tidak langsung menyebarkan informasi tanpa verifikasi. Pemerintah dan lembaga terkait juga harus aktif dalam memberikan informasi resmi dan mengedukasi masyarakat agar dapat membedakan antara berita yang sah dan hoaks.

Selain itu, penting untuk memahami potensi konflik yang mungkin muncul selama periode pemilu. Dalam situasi politik yang tegang, perbedaan pendapat dapat menjadi sumber konflik. Oleh karena itu, diperlukan dialog yang terbuka dan mendalam antara pihak yang berbeda pandangan. Pendidikan politik yang inklusif juga dapat membantu mengurangi polarisasi dan membangun pemahaman yang lebih baik antar masyarakat. Pihak penyelenggara pemilu perlu menjaga netralitas dan transparansi agar tidak memicu ketidakpuasan di kalangan pemilih.

Selanjutnya, partisipasi aktif masyarakat dalam pemilu juga dapat menjadi benteng kuat melawan potensi konflik. Dengan memberdayakan masyarakat untuk terlibat dalam proses pemilihan, mereka dapat merasakan keadilan dan keterwakilan dalam sistem politik. Peningkatan partisipasi pemilih juga dapat mengurangi peluang manipulasi dan kecurangan yang dapat memicu konflik. Oleh karena itu, penyelenggara pemilu dan pihak terkait perlu bekerja sama dalam mengedukasi dan memotivasi masyarakat untuk turut serta aktif dalam pemilihan umum.

Terakhir, kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, media, dan organisasi masyarakat sipil, sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif menjelang Pemilu 2024. Upaya bersama untuk menyebarkan informasi yang benar, mendukung literasi media, dan membangun solidaritas antarwarga dapat menjadi langkah efektif dalam menangkal hoax dan meredakan potensi konflik. Dengan demikian, pemilu dapat berlangsung secara aman, adil, dan demokratis, menjaga kestabilan negara dan kesejahteraan masyarakat.

Narasumber lainnya, Dr. Rosarita Niken Widiastuti, M.Si. (Dewan Pengawas Perum PFN) juga menyampaikan menjelang Pemilu 2024, kita perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi konflik yang dapat muncul dari penyebaran hoaks. Penguatan hukum, literasi media, dan peran aktif masyarakat dalam penanggulangan hoaks menjadi kunci dalam menjaga integritas demokrasi dan mewujudkan pemilu yang adil dan damai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *