Oleh: Rahma Nabila Putri, Mahasiswa Hukum Universitas Bangka Belitung
Jendelakaba.com –Wanprestasi, atau ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban kontrak, telah menjadi masalah yang meresahkan dalam hubungan bisnis dan konsumen. Dalam banyak kasus, konsumen sering kali menjadi korban dari praktik wanprestasi oleh perusahaan atau individu yang tidak memenuhi janji atau kewajiban mereka.
Menurut saya kompleksitas wanprestasi perjanjian dalam perspektif perdata merupakan masalah yang penting dan harus diperhatikan dengan serius oleh pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Dalam konteks ini, penting bagi pihak-pihak untuk memahami dengan jelas hak dan kewajiban masing-masing serta mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam perjanjian tersebut.
Oleh karena itu pentingnya perlindungan konsumen dalam menghadapi wanprestasi. Perlu adanya penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku wanprestasi serta perlindungan hukum yang lebih kuat bagi konsumen yang menjadi korban. Selain itu, perlu juga adanya upaya pendidikan dan kesadaran bagi konsumen agar mereka lebih waspada dan mampu melindungi diri mereka sendiri dari praktik wanprestasi.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) di Indonesia, aturan yang mengatur mengenai wanprestasi terdapat dalam Pasal 1239 hingga 1254. Jadi pada dasarnya wanprestasi ialah keadaan dimana seorang debitur yang tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik itu perikatan yang timbul karena undang-undang, maupun perikatan yang muncul karena perjanjian. Pada Pasal 1243 KUHPerdata terdapat beberapa unsur wanprestasi, yaitu:
Adanya suatu perjanjian
Adanya pihak yang melakukan ingkar janji atau melanggar perjanjian, dan
Sudah dinyatakan lalai, namun tetap tidak melaksanakan isi perjanjian tersebut.
Wanprestasi perjanjian dapat memiliki dampak yang signifikan, baik secara finansial maupun reputasi, terutama jika tidak ditangani dengan tepat dan segera. Oleh karena itu, penting bagi pihak-pihak yang terlibat untuk mengambil langkah-langkah preventif dan proaktif untuk menghindari potensi terjadinya wanprestasi, seperti melakukan negosiasi yang jelas dan transparan sebelum membuat perjanjian serta memastikan bahwa semua ketentuan perjanjian dipahami dengan baik oleh semua pihak.
Dengan meningkatnya kesadaran akan hak-hak konsumen dan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap wanprestasi, diharapkan dapat menciptakan lingkungan bisnis yang lebih adil dan berintegritas serta memberikan perlindungan yang lebih baik bagi konsumen. Dengan demikian, hal ini juga menekankan pentingnya peran pemerintah, lembaga perlindungan konsumen, dan masyarakat dalam mengatasi masalah wanprestasi demi keadilan dan keamanan konsumen.
Selain itu, jika terjadi sengketa terkait wanprestasi perjanjian, penting bagi pihak-pihak untuk mencari solusi secara bijaksana dan kooperatif, misalnya melalui mediasi atau arbitrase, untuk mencapai penyelesaian yang adil dan memuaskan bagi semua pihak yang terlibat. Dengan demikian, kompleksitas wanprestasi perjanjian dapat diatasi dengan baik dan konflik dapat diselesaikan dengan efektif tanpa merugikan salah satu pihak.***