Unjuk Rasa Toleransi Aksi Pembakaran Kitab Suci

Oleh : _Sabri Hidayatullah_

Sebuah aksi unjuk rasa meletus setelah video pembakaran Kitab Suci sebuah agama dibakar. Unjuk rasa ini sebagai pengendali agar tidak terjadi konflik yang lebih karena ulah oknum-oknum tertentu. Letusan-letusan intoleransi di atas sudah menjadi hal yang umum dijumpai di seluruh dunia. Para komentator sudah membuat banyak analisis untuk mencoba memahami kecenderungan tersebut. Menurut salah satu perspektif yang cukup terkenal, kini kita sedang bergolak dalam benturan peradaban. Kejadian-kejadian intoleransi tadi tentu didorong oleh emosi mendalam dan naluri primordial yang mengemuka ketika keyakinan agama yang mengakar berbenturan dengan ide modernitas-sekular dan agama-agama lain.

Pelintiran kebencian yang disuarakan merupakan bagian dari tidak adanya jaminan hukum yang mengatur kebebasan seperti yang terjadi di Swedia beberapa waktu lalu.

*Hukum Mengatur Kebebasan*

Hukum harus melarang penyalahgunaan kebebasan berekspresi untuk tujuan-tujuan diskriminasi atau kekerasan terhadap kelompok-kelompok rentan. Di sisi lain, hukum juga tidak boleh melayani ledakan ketersinggungan yang oportunistik dengan cara membatasi apa pun yang dianggap menyinggung.
Aksi pembakaran Kitab suci salah satu agama merupakan tindakan diskriminatif dan kebodohan dengan tujuan menciptakan konflik. Jika peristiwa pembakaran Kitab Suci salah satu agama tersebut merupakan bagian dari demokrasi, maka oknum-oknum tersebut mengalami kesesatan dalam menggunakan naluri kemanusiaannya dengan dalih demokrasi. Padahal, demokrasi harus melindungi ruang publik untuk mewadahi perdebatan yang bermutu di antara pandangan-pandangan yang bertolak belakang termasuk nilai-nilai agama dan pada saat yang sama menjamin bahwa individu dari iman apa pun dapat menjalankan haknya untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, secara setara dan tanpa rasa takut.

Nilai-nilai kebebasan dan kesetaraan dalam demokrasi terganggu bukan saja ketika negara lalai menjalankan tanggungjawabnya menyediakan rasa aman bagi komunitas-komunitas paling rentan, namun juga saat ia secara serampangan melakukan intervensi guna melindungi perasaan kelompok-kelompok yang meneriakkan kemarahan terhadap hal-hal yang dianggap sebagai penghinaan.

*Menghindari Kampanye Kebencian*

Sebagai manusia yang secara fitrah memiliki tanggung jawabnya sebagai penerus jalan kenabian, selalu membawa suasana sejuk dimana pun dan kapanpun dengan semangat keagamaan mampu menepis segala bentuk tindakan provokatif melalui kampanye kebencian atas nama kebebasan berpendapat.

Ada banyak agen kebencian yang secara lihai memainkan hasutan dan keterhasutan, bahkan seringkali secara bersamaan. Kata “spin” (pelintiran) mengilustrasikan kesewenang-wenangan kampanye mereka. Makna kontemporer sehari-harinya menunjukkan bahwa pelintiran kebencian adalah propaganda yang terkalkulasi dan menipu. Ini adalah fakta yang hilang dalam banyak interpretasi populer mengenai intoleransi agama. Agen-agen yang mengkampanyekan kebencian adalah mereka yang sedang tidak baik-baik saja dan otak mereka dalam keadaan darurat sehingga perlu untuk diperbaiki.

Memang sangat mudah untuk mencampuradukkan hasutan dan ketersinggungan. Mari kita tengok catatan editor yang ditulis tahun 2012 lalu di _Social Identities,_ jurnal akademik yang mengkhususkan diri pada kajian ras, bangsa, dan budaya. Ketika mendiskusikan perkembangan menggelisahkan seputar “politik kebebasan berekspresi”, para editor berkesimpulan berikut: “Tentu saja, demi kepentingan publik, ketika di seluruh penjuru dunia banyak orang tidak bersalah mati terbunuh, pemerintah harus bergerak cepat menarik hal-hal yang memicu kebencian dan kekerasan”.

Di Amerika Serikat, sebuah kampanye kebencian penting terjadi di tahun 2010, setelah komunitas Muslim di New York mengumumkan keinginan membangun pusat komunitas dan musala beberapa blok dari situs World Trade Center yang lama. Meskipun proyek ini mendapatkan dukungan lokal yang kuat, propagandis kebencian merekayasa protes melawan apa yang mereka sebut sebagai “Masjid di Ground Zero”. Presiden Barack Obama merespon dengan apa yang New York Times sebut sebagai “pembelaan kuat” terhadap proyek tersebut. “Ground Zero memang adalah tanah yang dikeramatkan,” akunya dalam pidato Gedung Putih saat merayakan dimulainya bulan suci Ramadan. “Tapi biarlah saya jelaskan: sebagai seorang warga negara, dan sebagai seorang Presiden, saya percaya bahwa umat Muslim memiliki hak yang sama untuk beribadah sebagaimana semua orang lain di negeri ini.

Seharusnya “pembelaan kuat” juga dilakukan oleh pemerintah Swedia dengan menjatuhkan hukuman terhadap oknum-oknum tersebut sebagai cara menata tatanan dunia agar terhindar dari konflik yang dapat merugikan umat manusia. Obama memang menyuarakan pidato-pidato cerdas dalam upaya membangun jembatan antara Islam dan Barat. Dia melawan stereotip yang mengaitkan Islam dengan terorisme. Tetapi, dia
juga memiliki keterbatasan, yaitu sejauh mana dia berani pasang badan untuk sebuah kelompok minoritas, di tengah persepsi bahwa dia sendiri adalah Muslim. Barulah di tahun terakhir kepresidenannya dia merasa aman secara politik berfoto di dalam sebuah masjid di Amerika.

Sebagai manusia yang dilengkapi dengan organ berpikir secara benar dan manusiawi, kita harus memfilter bentuk kampanye yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dengan tujuan untuk memecahbelah persatuan. Menggunakan lensa ini, jelas bahwa agen pemelintir kebencian, seperti pemimpin gerakan sosial, mencoba membuat orang-orang memikirkan situasi mereka sedemikian rupa sehingga muncul solidaritas dan dukungan terhadap tujuan mereka. Guna mencapai hal ini, mereka terlibat dalam pembingkaian kultural dan intervensi kognitif. Seperti dikatakan sosiolog William Gamson, “bingkai ketidakadilan” bisa secara efektif memobilisasi pendukung. Bingkai ini menciptakan narasi yang meyakinkan anggota sebuah kelompok bahwa ada pihak kuat di luar sana yang melanggar kepentingan dan nilai mereka.

Respon (9)

  1. Hi there very nice site!! Man .. Beautiful .. Amazing ..
    I’ll bookmark your site and take the feeds additionally?

    I’m satisfied to seek out numerous useful info here within the post, we need develop more
    techniques in this regard, thank you for sharing. . . .

    . .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *