Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
“Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, maka hendaklah ia berbakti kepada kedua orangtuanya dan menyambung silaturahim dengan karib kerabatnya.” (HR. Ahmad)
Seorang sahabat Pak Syarbini bercerita, bahwa sejak kecil ia punya tekad untuk merantau ke Jakarta dan bisa menaklukkan Ibu Kota Indonesia ini. Setelah lama merantau, akhirnya ia secara bertahap ia mulai meraih mimpinya. Ia kemudian bergerak di bidang konsultan IT. Dari kesuksesannya tersebut ia bisa membeli rumah yang harganya miliaran rupiah. Namun kesuksesannya membuat ia sibuk dan jauh dari Allah Swt., bahkan ia jarang melaksanakan shalat. Selain itu, ia jarang mengunjungi ibunya karena ibunya berada di Sumatera sedangkan ia berada di Jakarta. Semakin usahanya berkembang, ia semakin lupa kewajibannya kepada Allah dan kedua orangtuanya.
Setelah perusahaannya maju dan lama berkembang, kemudian suatu hari perusahaannya mengalami bangkrut. Dalam kondisinya yang jatuh tersebut, ia sadar bahwa Allah Swt ingin mengingatkannya untuk kembali ke jalan Allah. Ia berujar, “Subhanallah, untuk mengingatkan saya shalat saja, Allah harus mengambil semua harta dan kesuksesan yang sudah saya raih. Berarti shalat jauh lebih berharga dari kesukesan dan harta yang selama ini saya miliki.”
Kondisinya yang bangkrut juga membuatnya sadar bahwa selama ini ia kurang memerhatikan dan mengunjungi orangtua, bahkan dulu ia sempat menolak permintaan ibunya supaya ia tinggal dan berkarier di Sumatera.
Sejak ia bangkrut, ia mulai merintis kembali usahanya. Namun spirit bisnis yang kali ini ia rasakan berbeda dengan dulu, kini spirit bisnisnya didasari oleh rasa cinta dan ibadah kepada Allah dan amal bakti kepada kedua orangtuanya. Dalam perjalanan merintis kembali kariernya pun ia diuji kembali, ia ditawari pekerjaan di Jakarta sedangkan ibunya memintanya untuk pulang dan mengembangkan bisnisnya di Sumatera. Selain itu, istri tercintanya juga berharap jika ia dan suaminya tinggal di Bandung.
Dalam kebimbingannya tersebut, akhirnya ia memutuskan untuk pulang dan mengembangkan bisnisnya di Sumatera dan menolak tawaran kerja di Jakarta. Keputusan ini ia ambil dengan tujuan bisa memberikan kebahagiaan kepada orangtuanya walaupun sebenarnya ia tertarik dengan tawara bisnis yang di Jakarta. Namun subhanallah, Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang berniat berkati kepada kedua orangtuanya. Akhirnya Allah memberikan jalan kepadanya untuk bisa melaksanakan keinginannya berbakti kepada kedua orangtua. Pada saat ini, selain beliau sedang mengembangkan bisnisnya di Sumatera dan merawat orangtuanya, ternyata ia juga masih bisa menemui klien-kliennya di Jakarta dan di Bandung.
Ada kisah lain yang bisa kita jadikan ‘ibrah (pelajaran), betapa berbakti kepada kedua orangtua itu akan mendatangkan keberkahan hidup dan keberlimpahan rezeki.
Ridwan, begitulah ia biasa dipanggil. Karena keadaan ekonomi keluarganya miskin bahkan serba kekurangan, maka ia bekerja apa adanya. Sebenarnya dia mempunyai adik perempuan yang kaya raya, namun setelah berumah tangga ia sangat pelit.
Ayah Ridwan meninggal satu tahun yang lalu. Sedangkan ibunya kini tinggal bersama adiknya yang perempuan itu. Sebenarnya Ridwan tidak tega membiarkan ibunya tinggal bersama adiknya yang pelit itu. Tapi apa daya, dia harus mencukupi kebutuhan istri dan anak-anaknya dengan bekerja di luar daerah.
Meski begitu, Ridwan sangat menyayangi ibunya. Setiap sebulan sekali atau jika mendapatkan rezeki berlebih, ia menjenguk ibunya di rumah adik perempuannya itu. Suatu ketika, Ridwan bekerja di tempat yang jauh sehingga tidak memungkinkan untuk sering menjenguk ibunya. Ketika pulang ke rumahnya, ia mendengar kabar dari istrinya bahwa keadaan ibunya (di rumah adiknya) menyedihkan. Menurut istrinya, sang ibu disekap di kamar.
Untuk membuktikan cerita dari istrinya, Ridwan pergi ke rumah adiknya tanpa memberi tahu adiknya terlebih dahulu. Ia menjadi sangat terkejut manakala melihat ibunya benar-benar disekap di dalam kamar. Menghadapi kenyataan itu, hati Ridwan bagaikan disayat-sayat. Ia bertanya kepada adiknya, “Mengapa ibu kau sekap di dalam kamar?” ujarnya dengan nada tinggi.
Adiknya kemudian menceritakan alasan mengapa ia menyekap ibunya. Menurut pengakuan adiknya, bahwa sang ibu sudah udzur (hilang akalnya), sehingga dikhawatirkan lari dari rumah dan kemudian hilang tak kembali.
Alasan seperti itu tidak bisa diterima oleh Ridwan. Namun adiknya mengatakan bahwa ibunya buang air kecil maupun besar sembarangan. Lagi pula ibu menderita kencing manis dan lukanya tidak bisa disembuhkan. Jadi saya jijik mengurusnya. “Dengan orangtua sendiri, apa kamu merasa jijik?” bentak Ridwan. Pembicaraan itu berlanjut dengan pertengkaran. Adiknya akhirnya merasa keberatan ketempatan ibunya. “Jika engkau merasa sayang kepadanya bawalah dia sekarang juga. Aku tak sanggup lagi merawat ibu. Dia sudah cukup merepotkan keluargaku” sahut adiknya.
Ridwan hanya bisa mengelus dada mendengar kata-kata adiknya yang sebenarnya kurang pantas diucapkan oleh seorang anak. Ia mengambil keputusan untuk membawa ibunya keluar dari rumah itu. Meskipun rumahnya sendiri terbuat dari bambu dan kamarnya terbatas, ia tidak akan keberatan membawa ibu tercintanya.
Sejak itu Ridwan berhenti bekerja untuk merawat ibunya dengan penuh kasih sayang. Meskipun ia hidup serba kekurangan, namun hatinya bahagia karena bisa memandang sang ibu dengan penuh kasih sayang. Setiap pagi, ia memandikannya. Membersihkan kotoran yang menempel di pakaiannya. Tak lupa pula mengobati luka ibunya dengan obat seadanya.
Suatu ketika ia membawa ibunya ke seorang tabib. Oleh tabib diberi resep berupa rempah-rempah. Pengobatan secara tradisional tersebut dilakukan secara istiqomah (terus menerus). Hasilnya, penyakit ibunya semakin hari semakin membaik.
Karena seringnya Ridwan datang ke tabib tersebut, maka mereka pun menjadi akrab, bahkan seperti saudara. Sang tabib memperkenalkan Ridwan dengan mantan pasien-pasiennya.
Dari situlah Ridwan mengawali kariernya. Kebetulan ia pernah sekolah di jurusan pertanian dan suka sekali berkebun. Dia kenal dengan seorang pengusaha jamu. Ridwan diberi pekerjaan baru untuk mengolah lahan yang ditanami rempah.
Kini hidup Ridwan kaya raya. Ibunya sembuh dari sakit kencing manis. Sementara itu, adiknya yang enggan merawat ibunya kini menjadi miskin. Suaminya di-PHK dari pekerjaan dan rumahnya digusur pemerintah karena berdiri di lahan yang tidak resmi.
Orang yang berbakti kepada kedua orangtua akan dimudahkan segala urusan dan dilimpahkan rezekinya. Bukan hanya rezeki berupa harta, namun ketenangan dan keharmonisan rumah tangga pun akan diperoleh.
Apa dialami oleh Ridwan, juga dialami saya. Hal yang kerap kali saya lakukan kepada kedua orangtua saya adalah membangun komunikasi dan berusaha menyenangkan hati mereka. Jarak saya yang jauh saya upayakan terus mendekatkannya lewat komunikasi melalui telepon. Saya wajibkan diri saya untuk berbagi rezeki kepada mereka. Dan, apa dampaknya? Rezeki tak terduga kerapkali kami dapatkan. Ketenangan dalam rumah tangga pun menghampiri kami. Niat saya untuk memberi orangtua, hanya karena ingin membahagiakan mereka, namun doa orangtua melesat jauh ke angkasa. Allah pun mendatangkan keajaiban demi keajaibannya. Barangkali, datangnya rezeki dari Allah lewat doa kedua orangtua terutama ibu. Setiap kali saya transfer uang, orangtua selalu menolak. Namun, saya memaksanya agar menerimanya. Akhirnya mereka pun menerima, dengan iringan doa, “Semoga rezekimu bertambah banyak.”
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Tuhan_Tidak_Pernah_Buta
#Siapa_Yang_Berbakti_Kepada_Orang_Tua_Akan_Berlimpah_Rezeki