Nabi Muhammad SAW: Teladan Yang Dikagumi

Oleh: Rozi, Dosen Agama Universitas Bangka Belitung

Jendelakaba.com, Jum’at, (20/09/24)-Masih berada di bulan Robiul Awal, 1446 Hijriah. Bulan yang dimuliakan sebab kelahiran manusia yang mulia yaitu Nabi Muhammad SAW. Nabi yang membawa pencerahan dan membangun peradaban dengan keadabannya.

Dalam hadisnya, beliau bersabda : _Innama bu-‘itstu li utammima makaarimal Akhlaq_ “Sesungguhnya aku (baca; Muhammad) diutuskan oleh Allah SWT untuk menyempurnakan
Akhlak”.

Seksama diketahui bahwa Bangsa Arab saat itu masih hidup di masa Kejahiliahan (baca; kebodohan). Alkoholisme, pembantaian, bahkan penyebahan berhala acapkali masih dilakukan oleh mereka. Sehingga pada saatnya, Allah SWT utuskan hamba terbaik-Nya seorang manusia dari kalangan Bani Hasyim yang telah dibentuk akhlaknya, dibina keintelektualannya, dan ditempa jiwanya sedari kecil sampai akhirnya beliau diangkat menjadi Rasul terakhir yang memang Allah SWT persiapkan untuk menjalankan misi menebarkan kebaikan dengan kesantunan dan keadaban. Selaras dengan sifat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Peradaban dunia yang menjunjung tinggi nilai etika, dibuktikan beliau dari keberhasilannya melawan kejahiliahan bangsa Arab saat itu. Dakwah dengan penuh keadaban dan kesantunan sehingga ajarannya masih dapat kita rasakan sampai detik ini.

Kesempurnaan akhlak beliau memang tidak dapat diragukan, sehingga Allah SWT sampai memuji dengan berfirman: _Innaka la’ala Khuluqin Adzim_ “Sungguhlah, dalam dirimu (baca; Muhammad SAW) memiliki akhlak yang paripurna”

Ketinggian etika Nabi, dapat kita telusuri di buku-buku riwayat tentangnya. Mungkin dapat menjadi bukti dari suatu cerita yang familiar di telinga bahwa pernah suatu ketika, Beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk berdakwah kepada masyarakat Thoif. Sesampainya di sana, tidaklah disambut dengan kebahagiaan melainkan dengan cacian, hinaan, dan cemoohan. Lantas, apakah beliau marah? Memberontak? Melawan? Meskipun sebenarnya bisa saja beliau meminta langsung kepada Allah SWT untuk membumiratakan masyarakat Thoif. Namun, beliau tidak lakukan itu. Beliau adahkan kedua tangannya dengan memuji kebesaran-Nya dan mendoakan yang terbaik bagi masyarakat bagi mereka-mereka yang telah mendzoliminya.

Penulis yakini bahwa itulah tingkat keadaban tertinggi yang telah dicontohkan oleh Beliau. Memang sulit untuk mencontohkan keadaban beliau, sebab kesempurnaan akhlak memang telah diperuntukkan Allah untuk kekasih-Nya (baca; Muhammad SAW). Meskipun disadari bahwa sulit untuk menyamakan dan menyetarakan dengan dengan Beliau, setidaknya kita wajib untuk meneladani dan menjadikannya sebagai panutan hidup dengan cara selalu berusaha menjadi manusia yang menebarkan kebermanfaatan di dunia.

Akhirnya, kita akan dikumpulkan dengan orang-orang yang kita cintai. Sebagaimana dalam hadis Nabi Muhammad SAW bersabda: _Almar-u ma’a man ahabba. Man ahabbani kaana ma’i fil Jannah_ “Seseorang itu kelak akan dikumpulkan dengan orang yang dicintai. Barangsiapa yang mencingku (Nabi Muhammad SAW) maka dirinya akan bersamaku di Syurga”.

Semoga keteladanan Nabi Muhammad SAW dapat kita contohkan dan aplikasikan di dalam berkehidupan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, dan dunia kerja. Aamiiin….***

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *