MEMULAI DENGAN ALLAH

 

Khazanah

 

 

Oleh : Syaiful Anwar

Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh 

 

Dengan nama Allah!” inilah pesan yang ingin saya sampaikan dengan mengadaptasi ayat pertama surat Al-Fatihah, bismillahirrahmanirrahim. Dengan mengucapkan dan membatinkan kalimat ini, Anda bukan sekadar akan mendapat “berkah” dari bisnis Anda, Anda pun akan memeroleh lompatan-lompatan bisnis. 

 

Kata bi yang diterjemahkan “dengan”, oleh para ulama dikaitkan dengan kata “memulai”, sehingga mengucapkan basmalah pada hakikatnya berkata, “Dengan (atau demi) Allah saya memulai (bisnis ini).” Apabila Anda menjadikan bisnis Anda “atas nama” dan “demi Allah”, maka bisnis tersebut tidak akan mengakibatkan kerugian. Walaupun secara lahiriah Anda menganggapnya sebagai kerugian. 


Kata bi juga dikaitkan dengan “kekuasaan dan pertolongan”, sehingga ketika si pebisnis menyadari bahwa bisnis yang dilakukannya terlaksana atas kekuasaan Allah. Ia memohon bantuan-Nya agar bisnisnya lancar dan sempurna. Dengan permohonannya itu, di dalam jiwa si pebisnis tertanam rasa kelemahan di hadapan Allah. Namun, pada saat yang sama, tertanam pula kekuatan, rasa percaya diri, dan optimisme karena ia merasa memeroleh bantuan dan kekuatan dari Allah sumber segala kekuatan. Apabila bisnis Anda dilakukan atas bantuan Allah, maka pasti akan sempurna. 

 

Sekali lagi, mulailah dengan nama Allah pada saat Anda memulai bisnis Anda! Niscaya bisnis Anda akan menjadi berkembang dan dibimbing oleh-Nya. rahmat akan tercurah pada perusahaan Anda. Ucapkan bismillah pada saat Anda berangkat menuju tempat Anda berbisnis.  

 

Salah dan keliru orang yang beranggapan bahwa “empat tambah empat sama dengan delapan, baik dengan basmalah atau tidak.” Salah dan keliru anggapan ini, karena dengan basmalah, bisnis Anda akan memiliki nilai lebih. Samakah bisnis yang dilandasi iman dengan tidak?  

 

Maju Tapi Tak Berkah 

Bisnis yang tidak dilandasi dengan nama Allah atau keimanan serta ketakwaan kepada-Nya tidak akan mendatangkan berkah. Mungkin sekilas tampak maju, namun setiap kali bisnisnya akan melonjak, ada-ada saja masalah yang menerpa padanya. 

 

Ust. Anif Sirsaeba, menceritakan pengalaman seorang pebisnis mebeler di Semarang, yang bisnisnya tampak maju tapi selalu dirundung masalah. “Saya mempunyai tetangga yang rajin memburu harta dengan keras dan tekun, tidak ia tidak memerhatikan aspek ketakwaan kepada Allah. Ia seorang pengusaha mebeler. Bisnisnya sekilas tampak maju dan besar, tapi sesungguhnya banyak masalah alias keropos. Bila dilihat dari ordel mebel yang tak pernah sepi, maka seharusnya ia kaya-raya, untungnya banyak dan duitnya juga banyak. Namun benarkah begitu? Anda boleh percaya boleh tidak. Ternyata tidak kaya-kaya amat sebagaimana disangka banyak orang. 

 

Suatu hari ia datang ke rumah saya karena hendak meminjam uang guna kelangsungan bisnisnya. Tidak terlalu banyak memang jumlah nominal yang hendak ia pinjam, hanya sekitar 10 jutaan. Katanya untuk membayar gaji para karyawannya yang sudah hampir satu bulanan tidak dibayarnya (sekadar informasi, ia menggaji karyawannya dengan cara mingguan, yaitu setiap hari Sabtu). Terus terang, saya kaget tak percaya, “Masak sih dia tak punya uang sejumlah itu? Bukankah kalau dilihat zahirnya ia tampak sangat kaya? Bahkan lebih kaya dari kami? Bukankah sepatutnya uang sejumlah yang hendak dipinjamnya itu adalah uang recehan baginya?” 

 

Akhirnya setelah ngobrol beberapa lama, ia pun bercerita yang sesungguhnya tentang keadaan diri dan bisnisnya. Ia bercerita seraya berurai air mata. Menurut ceritanya, ia sesungguhnya tidak sekaya yang dibayangkan orang-orang kampung . Bisnisnya semu. Ordernya memang banyak. Untung bisnisnya kalau dihitung seharusnya juga banyak. Namun, ia sendiri heran, mengapa untung itu tidak pernah ada secara nyata bila diaudit dengan teliti. Uang yang seharusnya menjadi keuntungan selalu raib ke mana-mana dengan tanpa terdugaduga. Adakalanya raib karena anaknya selalu sakit dan kecelakaan secara tiba-tiba. Adakalanya raib karena selalu ditipu orang yang berbeda-beda, berkali-kali pula. Adakalanya raib karena musibah yang datang bertubi-tubi dengan beraneka warna. Ada-ada saja jalan untuk menguras uangnya!” Intinya, kalau dilihat dengan kacamata ruhani, bisnisnya tidak berkah. Uangnya juga tidak berkah. Allah memberinya uang-harta hanya untuk ditarik-Nya. Tidak ada yang masuk ke kantongnya sama sekali. Dan sekarang bisnisnya sudah terancam bangkrut. Selalu minus katanya. Minus bukan karena sepi order. Tapi minus karena saking banyaknya pengeluaran tak terduga-duga yang sifatnya “cobaan” atau “musibah” dari Allah. 

 

Saya pun tertarik mencari penyebabnya, kenapa bisnis tetangga saya itu seperti itu nasibnya. Saya tanyai ia dengan sejujur-jujurnya. Dari hati ke hati. Ia pun mengaku, ia jarang mengeluarkan sedekah dan zakat mal. Ia juga bermain gelap. Artinya, bisnis mebelernya selalu mengambil dari kayu-kayu illegal. Katanya, biar untungnya banyak. 

 

Setelah itu, berkali-kali saya menasihatinya agar memulai bisnisnya dengan cara yang lebih baik, agar bisnisnya berkah. Namun entahlah, apakah ia mendengarkan nasihat saya itu ataukah tidak, tapi yang jelas, hingga saat ini, bisnis mebelernya tak kunjung lebih baik nasibnya dari sebelumsebelumnya. Dan yang lebih jelas lagi, saya percaya bahwa bisnisnya tidak berkah karena tidak melandasi bisnisnya dengan ketakwaan yang kukuh pada Allah Ta‟ala. Kalau saja ia mau melandasi bisnisnya dengan takwa, semisal, mau bersedekah dan menunaikan zakat mal, mau mengambil kayu dengan terang (legal), saya yakin bisnisnya akan segera melesat maju ke depan. Bisnisnya akan berkah. Cobaan dan musibah yang ditimpakan Allah kepadanya akan berhenti. Dan ia tak perlu pusing-pusing lantaran bisnisnya selalu minus oleh faktor yang tak terduga-duga. Justru kalau ia mau melandasi bisnisnya dengan takwa, malah keuntungan tak terdugadugalah yang Allah kirimkan kepadanya. Bukankah keberuntungan tak terduga-duga yang selalu ada-ada saja.  Inilah cerita tentang bisnis yang tampak maju tapi tak berkah. Sekarang, marilah kita lanjutkan cerita kedua. Cerita yang bertolak belakang dengan cerita pertama. Cerita kedua ini masih diceritakan oleh Ust. Anif Sirsaeba.  

 

Ini tentang cerita salah satu teman saya di Kudus yang kalau dilihat secara sekilas nampaknya hidupnya hanya paspasan dan seperti serba kekurangan. Namun benarkah demikian? Ternyata demikian! Ia selalu hidup berkecukupan. Dan Allah selalu hidup bercukupan. Dan Allah selalu mencukupi kebutuhan hidupnya. 

 

Rumah teman saya ini tidaklah bagus. Dindingnya hanya papan Soren-Kalimantan biasa yang gampang rapuh bila ditempa panas dan hujan. Bahkan saya lihat ada salah satu dinding papan itu sudah keropos dimakan rayap. Ketika saya berkunjung ke sana, atapnya belumlah beternit. Lantainya hanya plesteran semen biasa. Rumahnya sangat kecil. Kira-kira sebesar rumah petak di Jakarta. Rumah sekecil itu dihuni oleh enam anggota keluarga. Dari segi penghasilan, bapak teman saya ini hanyalah seorang tukang cukur biasa. Namun selain menjadi tukang cukur, ia juga dipercaya menjadi imam masjid di kampungnya. Jadi kerjaannya hanya mencukur, mengimami dan mengajar Al-Quran di masjidnya. Sementara ibu teman saya ini hanyalah ibu rumah tangga biasa. Maka lengkap sudah kalau kita candra kekuatan ekonomi dapurnya: pasti pas-pasan, atau malah lebih dekat dengan kekurangan. 

 

Tapi tahukah Anda? Meski sekilas tampak kekurangan secara ekonomi, ternyata bapak teman saya ini mengaku tidak pernah kekurangan. Ia mengaku selalu dicukupi rezekinya oleh Allah. Ia memang tidak punya banyak uang, tapi jika ada kebutuhan, selalu saja ada pertolongan Allah yang datang. Buktinya, ia mampu menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang tinggi. Anaknya yang paling sulung, sudah selesai program doctoral di Universitas Al-Azhar Mesir, anaknya yang nomor dua adalah teman saya di IAIN Walisongo yang lulus dengan prestasi gemilang, dan anakanaknya yang lain adalah anak-anak yang sangat pandai dan cerdas dalam mengukur prestasi di sekolahnya. Ketika bertandang ke rumah teman saya itu, saya sempat bertanya kepada bapaknya, kenapa ia bisa seperti itu? Jawabnya, “Semua adalah urusan Allah. Kalau semuanya kita pasrahkan kepada Allah, pasti Allah nanti akan memberi jalan yang terbaik kepada kita. Dan saya merasa bahwa ketika saya pasrahkan semua urusan kepada Allah, selalu ada saja jalan keluar yang Allah berikan pada saya atas semua masalah yang saya hadapi.” Sebuah jawaban yang membuat saya merenung, dan sulit saya lupakan hingga kini. 

 

Itulah cerita kehidupan teman saya yang pas-pasan, tapi selalu ada-ada saja jalan keluar yang diberikan Allah atas setiap masalah yang menimpanya. Cerita tersebut berbalik seratus delapan puluh derajat dengan cerita pertama tetangga saya yang menjadi pengusaha mebeler. Berangkat dari kedua cerita di atas, saya bisa menyimpulkan dalam konteks bisnis bahwa, siapa yang memulai dan menjadikan semua urusannya hanya atas nama Allah, niscaya Allah akan memberikan keberkahan padanya dan akan memberikan jalan keluar atas bisnis yang secara zahir mungkin tampak biasa-biasa saja. 

 

#Syaiful_Anwar

#Fakultas_Ekonomi

#Universitas_Andalas

#Kampus2_Payakumbuh

#Enterpreneur_Mentality

#Memulai_Dengan_Allah

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *