MBG Dipandang sebagai Kebijakan Investasi Nasional untuk Meningkatkan Kualitas SDM Menuju Generasi Emas 2045

Jendelakaba.com, Jakarta — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai sebagai salah satu bentuk investasi jangka panjang paling strategis untuk mempersiapkan Generasi Emas 2045. Hal ini mengemuka dalam Forum Diskusi Publik bertema “Program Makan Bergizi Gratis: Investasi Negara untuk Generasi Emas 2045” yang digelar pada Rabu (12/11/2025). Para narasumber menegaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar anak sekolah, tetapi juga berperan langsung dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Anggota Komisi I DPR RI, Sabam Rajagukguk, menegaskan bahwa rendahnya kualitas gizi anak merupakan ancaman serius bagi produktivitas bangsa. Ia mengutip Global Hunger Index 2023 yang menempatkan Indonesia di peringkat 77 dari 125 negara dengan kategori “moderate”, serta data Riskesdas 2023 yang menunjukkan angka stunting masih berada di 21,5%, jauh dari target nasional.

“Investasi gizi hari ini adalah investasi produktivitas masa depan. Setiap centimeter tinggi badan anak berkorelasi dengan peningkatan pendapatan hingga 4% di masa dewasa,” tegas Sabam.

Ia menekankan bahwa program MBG harus memastikan akses makanan sehat untuk seluruh anak tanpa memandang latar belakang ekonomi. Apalagi, di wilayah 3T harga bahan makanan lebih mahal dan distribusi tidak stabil. Dalam konteks ini, MBG menjadi intervensi negara untuk menutup kesenjangan gizi sekaligus memperkuat daya saing generasi muda.

Sabam juga menekankan pentingnya pengawasan digital melalui pelaporan real-time, e-logistics, dan dashboard transparansi publik untuk memastikan anggaran benar-benar digunakan sesuai standar. Menurutnya, tata kelola berbasis data sangat penting agar program sebesar ini tidak disalahgunakan.


Dosen Ilmu Komunikasi UAI, Wildan Hakim, S.Sos., M.Si., menambahkan bahwa MBG merupakan kebijakan publik berorientasi masa depan. Ia menilai bahwa gizi berpengaruh langsung terhadap kecerdasan anak. Data UNICEF menunjukkan bahwa anak dengan gizi baik memiliki kemampuan kognitif 20% lebih tinggi dibandingkan mereka yang kekurangan gizi.

Wildan menyoroti pentingnya literasi digital untuk pendidikan gizi keluarga. Menurutnya, masih banyak orang tua yang memiliki persepsi keliru tentang menu sehat. Oleh karena itu, konten edukasi digital, kampanye media sosial, dan modul interaktif menjadi bagian penting untuk mendukung keberhasilan program.

Ia juga menekankan perlunya sistem pengawasan digital yang terintegrasi, termasuk pemanfaatan QR code, pelaporan berbasis foto dan lokasi, serta analitik data untuk mencegah manipulasi. “Transparansi adalah prasyarat utama agar kepercayaan publik terhadap program MBG tetap terjaga,” ujarnya.


Sementara itu, pelaku usaha pangan sekaligus pemilik dapur MBG, Charles M.T. Sitohang, S.E., menilai program ini sebagai ekosistem besar yang melibatkan produksi, distribusi, hingga edukasi. Ia menyebut standar menu harus dipastikan secara ketat agar anak tidak hanya kenyang, tetapi memperoleh gizi seimbang mulai dari protein, sayuran, karbohidrat kompleks, hingga buah.

Charles menjelaskan bahwa keterlibatan UMKM, petani lokal, dan dapur komunitas sangat penting untuk menjamin pasokan yang stabil. Ia menyebut program ini berpotensi membuka 3–5 juta lapangan kerja baru di sektor pangan dan logistik jika diterapkan dengan desain yang tepat.

“Di lapangan, konsistensi kualitas adalah tantangan terbesar. Semua proses harus terdokumentasi digital agar pengawasan dapat berjalan,” tegasnya.


Para narasumber sepakat bahwa Program Makan Bergizi Gratis merupakan strategi pembangunan jangka panjang yang harus dikawal lintas sektor. Dengan pengawasan digital, integrasi UMKM lokal, dan literasi gizi yang kuat, program ini dapat menjadi fondasi lahirnya Generasi Emas 2045 dan mewujudkan SDM Indonesia yang sehat, cerdas, dan kompetitif.***