Jendelakaba.com, Pandeglang, Banten — 24 November 2025 Upaya memperkuat pemahaman sejarah di kalangan generasi muda kembali menjadi sorotan dalam Seminar Literasi Sejarah Indonesia yang digelar Kementerian Kebudayaan RI di Kabupaten Pandeglang, Banten, Senin (24/11). Kegiatan yang diikuti pendidik, pelajar, pegiat literasi, dan komunitas budaya ini menegaskan pentingnya menghadirkan sejarah Indonesia di ruang digital agar relevan dengan perkembangan zaman.
Anggota Komisi X DPR RI, H. Ali Zamroni, S.Sos., M.A.P., dalam pemaparannya menegaskan bahwa rendahnya minat baca sejarah di kalangan remaja menjadi ancaman jangka panjang bagi identitas nasional. Mengutip data Perpusnas, ia menyebut hanya 17% anak muda yang mengakses bacaan sejarah dalam satu tahun terakhir.
“Sejarah bukan semata masa lalu, tetapi fondasi masa depan bangsa. Jika generasi muda tercerabut dari memori kolektifnya, yang hilang bukan hanya cerita, tetapi jati diri,” ujarnya.
Ia menyoroti kondisi tersebut secara khusus di Pandeglang, yang memiliki kekayaan sejarah lokal mulai dari jejak Kesultanan Banten, perlawanan ulama terhadap kolonial, hingga Perlawanan Cikoneng. Namun banyak siswa belum mengenal tokoh lokal seperti Syekh Mansyur atau kisah perjuangan rakyat Banten.
Ali Zamroni menekankan perlunya mengisi ruang digital dengan konten sejarah yang dikemas kreatif, mengingat remaja menghabiskan 4–6 jam di media sosial. “Jika ruang digital kita biarkan kosong, ia akan dipenuhi hal lain yang belum tentu membangun karakter bangsa,” tegasnya.
Direktur Sejarah dan Permuseuman, Prof. Dr. Agus Mulyana, M.Hum, menambahkan bahwa digitalisasi adalah peluang besar untuk menyebarkan sejarah lokal Pandeglang ke tingkat nasional bahkan internasional.
“Arsip digital, museum virtual, hingga peta interaktif bisa menjadi media efektif. Namun literasi digital harus berjalan berdampingan dengan literasi sejarah agar masyarakat tidak mudah terpengaruh misinformasi,” jelas Prof. Agus.
Ia menyoroti tingginya penyebaran hoaks SARA dan politik yang mencapai lebih dari 2.400 temuan dalam setahun terakhir. Ketiadaan pemahaman sejarah menyebabkan masyarakat mudah terprovokasi.
Sementara akademisi dan ahli sejarah, Suparta, menegaskan pentingnya dokumentasi digital lokal. Menurutnya, banyak tradisi lisan dan kisah perlawanan rakyat Pandeglang yang belum terdokumentasi secara sistematis.
“Jika tidak segera ditulis atau direkam, cerita-cerita itu bisa hilang dalam satu generasi,” ujarnya.
Para narasumber sepakat bahwa kolaborasi antara pemerintah, komunitas sejarah, lembaga pendidikan, pesantren, hingga konten kreator muda diperlukan untuk membangun ekosistem literasi sejarah digital yang kuat. Selain memperkuat identitas nasional, digitalisasi sejarah juga membuka peluang ekonomi kreatif seperti tur sejarah dan konten budaya digital.
Dalam penutupnya, Suparta mengingatkan bahwa sejarah adalah kompas moral di tengah derasnya informasi. “Jika kita tidak menuliskan sejarah kita sendiri, orang lain yang akan menuliskannya — dan belum tentu sesuai kebenaran,” tegasnya.***






