Oleh : Syaiful Anwar
Tentang korban ini sudah mengalami banyak kemajuan seperti yang telah dituangkan dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Tentang kepentingan korban ini di Indonesia terdapat suatu lembaga yang menanganinya yaitu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Serta ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada saksi dan korban
Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No 13 Tahun 2006 dan
Pasal 1 butir 6 Peraturan Pemerintahan Nomor 44 Tahun 2008 dinyatakan LPSK adalah Lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan atau korban sebagaimana dimaksud Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.Penjelasannya sabagai berikut:
- LPSK merupakan lembaga mandiri, berkedudukan di ibu kota negara RI dan dapat mempunyai perwakilan- perwakilan di dearah sesuai keperluan LPSK bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada Saksi dan Korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.20
- LPSK bertanggunga jwab kepada presiden dan LPSK membuat laporan secara berkala tentang pelaksaan tugas LPSK kepada Dewan Perwakilan Rakyat Paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.21
- Anggota LPSK terdiri dari 7 (tujuh) orang yang berasal dari unsur profesional yang mempunyai pengalaman di bidang hukum, HAM, akademisi dan sebagainya. Masa jabatan LPSK 5 tahun, anggota LPSK diangkat oleh presiden dengan persetujuan DPR dan dapat diajukan kembali hanya 1 (satu) kali masa jabatan berikutya. LPSK terdiri dari Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua merangkap anggota) dan anggota.
- Sekertariat yang membantu LPSK dalam pelaksanaan tugasnya.
Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 yang dimaksud perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan atau korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai ketentuan Undang-undang.
Sedangkan yang dimaksud bantuan Pasal 1 butir 7 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 adalah layanan yang diberikan kepada korban dan atau saksi oleh LPSK dalam bentuk bantuan medis dan bantuan rehabilitasi psikososial.
- Tata cara Pemberian Perlindungan
Hal yang perlu diketahui oleh korban atau saksi dan juga LPSK, antara lain:
- Perjanjian perlindungan LPSK mempertimbang- kan syarat-syarat :
- Sifat pentingnya keterangan saksi dan atau korban.
- Tingkat ancaman yang membahayakan saksi dan atau korban.
- Hasil tim medis atau psikolog terhadap saksi dan atau korban.
- Rekam jejak kejahatan yang pernah dilakukan oleh saksi dan atau korban.
- Tata cara memperoleh perlindungan:
- Mengajukan permohonan secara tertulis kepada LPSK
- LPSK memeriksa permohonan dan paling lambta 7 (tujuh) hari harus ada keputusan tertulis.
- Apabila LPSK menerima permohonan, maka saksi dan atau korban menandatangani pernyataan kesediaan untuk mengikuti syarat dan ketentuan perlindungann saksi dan atau korban yang memuat:
- Kesediaan saksi dan atau korban untuk memberikan kesaksian dalam proses peradilan.
- Kesediaan saksi dan atau korban untuk menaati aturan yang berkenaan dengan keselamatannya.
- Kesediaan saksi dan atau korban untuk tidak berhubungan dengan cara apapun dengan orang lain selain atas persetujuan LPSK, salama ia dalam perlindungan LPSK.
- Kewajiban saksi dan atau korban untuk tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai keberadaannya dibawah perlindungan LPSK.
- Hal-hal lain yang dianggap perlu oleh LPSK.
- LPSK wajib memberikan perlindungan sepenuhnya kepada saksi dan atau korban termasuk keluarga, sejak ditandatangani pernyataan kesediaan tersebut.
- Penghentian Perlindungan
- Atas permohonan saksi dan atau korban jika permohonan diajukan atas inisiatif sendiri.
- Atas permintaan pejabat yang berwenang, bila permohonan perlindungan diajukan pejabat yang bersangkutan.
- Saksi dan atau korban melanggar ketentuan tertulis dalam perjanjian.
- LPSK berpendapat bahwa saksi dan atau korban tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan.
- Penghentian perlindungan harus dilakukan secara tertulis.
- Tata cara Pemberian Bantuan
- Bantuan diberikan atas permintaan tertulis dari yang bersangkutan ataupun orang yang mewakili kepada LPSK.
- LPSK menentukan kelayakan diberikannya bantuan kepada saksi dan atau korban serta jangka waktu dan besaran biaya yang diperlukan.
- Keputusan LPSK mengenai pemberian bantuan harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permintaan.
LPSK sebagai suatu lembaga yang melindungi kepentingan korban dan saksi selain memberikan perlindungan dan pemberian bantuan, LPSK juga mempunyai tugas lain yaitu pemberian Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi. Mengenai kompensasi, restitusi dan rehabilitasi, diatur dalam Pasal 35 yang pada pokoknya:
- Setiap korban pelanggaran HAM yang berat dan atau ahli waris dapat memperoleh kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.
- Kompensasi, restitusi dan rehabilitasi tersebut, harus dicantumkan dalam amar putusan Pengadilan HAM.
Penjelasan Pasal 35 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintahan Nomor 3 Tahun 2002 menjabarkan pengertian maksud dari kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.
- Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan negara, karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya.
- Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau
penderitaan dan penggantian biaya untuk tindakan tertentu.
- Rehabilitasi adalah pemulihan pada kedudukan semula, misalnya kehormatan, nama baik, jabatan, atau hak-hak lainnya.22
UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam undang-undang ini korban mendapat jaminan perlindungan sesuai dengan pasal 1 angka 4: 42 “Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lainnya baik secara sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.”