Kualitas Perjuangan Aktivis Yang Di-didik Dengan Di-kendalikan

Oleh: Marwan/Jajaran Mahasiswa

Jendelakaba.com — Sebuah kemerosotan perjuangan yang miris menimpa potensi seorang aktivis. Dikalangan Mahasiswa hari ini, banyak wadah berproses (organisasi) dikalangan mahasiswa yang dipegang oleh orang yang dijadikan motor/alat. Orang yang dijadikan pemimpin atas doktrinisasi iming-imingan. Tanpa disadari hal ini akan berdampak pada roda berjalannya sebuah organisasi bahkan roda kehidupan seorang pemimpin. Pemimpin-pemimpin sebuah organisasi seringkali adalah orang yang dipersiapkan tanpa memandang sebuah kualitas, namun hanya dengan keserakahan akan tujuan dan kepentingan tertentu. Sehingga sampai detik ini banyak aktivis-aktivis yang memimpin roda organisasi bukan bertujuan untuk membesarkan sebuah organisasi dan memberikan kemanfaatan secara universal, namun hanya untuk kepentingan golongan yang terkadang tidak mereka ketahui arahnya. Hal ini berakibat fatal pada roda organisasi yang akan dijalankan, entah kah itu stagnasi roda organisasi ataukah kualitas SDM yang dibentuk dalam organisasi tersebut adalah kualitas yang rendah. Seharusnya ini menjadi sebuah amanah seorang pemimpin yang benar-benar ingin membentuk dan membangun organisasi serta yang berlayar didalamnya. Tapi saat ini tidak jarang kita lihat dan amati, ketidaksadaran seorang pemimpin akan amanah yang melekat dipundaknya. Pemimpin banyak yang menjalankan roda organisasi hanya atas doktrinisasi serta intervensi sebuah imbalan. Sehingga tidak tau kemana arah organisasi itu seharusnya ia bawa. Ini terjadi dibeberapa organisasi internal kampus atau bahkan di organisasi eksternal kampus. Ini menjadi polemik dan probelamtika dikalangan mahasiswa dan pemuda hingga detik ini.

Memang pada hakikatnya “setiap orang dimuka bumi adalah pemimpin”, pemimpin untuk dirinya sendiri juga adalah pemimpin. Namun apakah ketika memimpin untuk kemanfaatan orang banyak dapat dibuat sama dengan memimpin diri sendiri. Konsep dalam memanajemen dan memimpin sebuah organisasi adalah bagaimana kita upayakan memberikan kemanfaatan dari berjalannya roda organisasi tersebut untuk mereka yang berlayar pada kapal itu serta untuk orang yang berada diluarnya. Sebuah kutipan yang sering kita dengar dalam konteks kepemimpinan adalah “Leiden Is Lijden” yang dalam artian bahwa Memimpin Adalah Menderita. Ketika ditafsirkan memang memiliki makna yang sangat mendalam dan luas. Sehingga yang saya uraikan hanyalah sepercik dari tinta tulisan dari buku terkait kutipan tersebut. Kata yang sederhana menafsirkan kutipan tersebut adalah ketika memimpin kita harus tekankan dalam diri dan diaktualisasikan bahwa kepentingan organisasi atau kelompok (orang banyak) berada diatas kepentingan pribadi. Sehingga menjadi pemimpin bukan lagi soal cara kita mencapai kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Tapi bagaimana kita mewujudkan harapan dan cita-cita orang yang berada pada ranah yang kita pimpin. Dilingkungan kampus, ranahnya memimpin Hmpinan Mahasiswa (HIMA) Jurusan adalah jurusannya, dan ranah yang harus ditebarkan kemanfaatan didalamnya adalah jurusan baik itu Mahasiswa, Dosen ataupun Instansinya. Kemudian ketika memimpin BEM Fakultas adalah Fakultas, sehingga kewajiban memberikan kemanfaatan dari roda organisasi adalah fakultasnya. Selain itu, ketika organisasi eksternal kampus, maka roda organisasi yang ia jalankan adalah untuk bermanfaat bagi organisasinya serta masyarakat tingkatan organisasi tersebut. Namun apa, ralitasnya hingga saat ini adalah banyak organisasi yang dipimpin oleh orang yang tidak sadar akan tupoksi itu. Mereka memimpin dibawah kendali orang lain untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu tanpa memikirkan secara luas.

Saya sebagai bagian atau unsur dari para mahasiswa di Bangka Belitung, memandang bahwa dinamika dan pola berpikir kita dalam berorganisasi haruslah dibuka dengan lebar untuk kepentingan bersama. Ketika kita memimpin organisasi di sebuah kampus, coba tinggalkan embel-embel backgroundmu digerbang kampus. Berpikirlah bahwa kita adalag pemimpin organisasi dikampus tersebut, sehingga Mahasiswa dari kalangan apapun dengan latarbelakang apapun haruslah kita rangkul tanpa pandang bulu. Namun sebaliknya, ketika anda berorganisasi diluar kampus (eksternal), maka jangan pilah pilih dalam merangkul orang lain karena background sebuah kampus. Memang saya lihat saat ini, faktanya adalag kebalikan dari keharusan yang saya argumentasikan itu. Namun, saya pastikan dengan itu roda organisasi akan lebih berwarna. Karena tidak ada sekatan-sekatan yang menjadi dinding antara setiap orang karena backgroundnya diluar ataupun diluar kampus. Keuntungannya adalah relasi yang terbangun tidak hanya pada golongan atau kelompok-kelompok kapal yang anda kendarai atau anda tumpangi. Bahkan relasi yang dirajut dapat dalam lintas organisasi dan justru akan menciptakan New Experience dalam berorganisasi dan berelasi. Kalau bisa merubah mindshet berpikir coba untuk merubahnya kearah tersebut. Karena khawatirnya sebuah organisasi suatu saat akan krisis kepemimpinan jika pemimpinnya bukan di didik atau dibentuk untuk belajar tapi hanya dikendalikan untuk bergerak. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *