Krisis Literasi Sejarah di Era Digital, Legislator Peringatkan Ancaman Hoaks Bagi Generasi Muda

Jendelakaba.com, Medan, 20 November 2025 — Kementerian Kebudayaan menggelar Seminar Literasi Sejarah Indonesia di Medan sebagai respon atas melemahnya minat generasi muda membaca sejarah dan maraknya penyimpangan informasi sejarah di ruang digital. Sejumlah tokoh nasional dan akademisi menyampaikan keprihatinan sekaligus rekomendasi langkah strategis untuk memperkuat literasi sejarah di Sumatera Utara.

Anggota Komisi X DPR RI, Sofyan Tan, dalam paparannya menegaskan bahwa generasi muda Indonesia, termasuk di Medan, sedang menghadapi situasi yang mengkhawatirkan terkait maraknya hoaks sejarah. Ia mengungkapkan bahwa survei Kemendikbud beberapa tahun terakhir menunjukkan penurunan minat baca sejarah di kalangan pelajar, sementara paparan konten sejarah palsu di media sosial meningkat tajam.

“Banyak anak muda hafal tanggal rilis gim atau film, tetapi tidak tahu peristiwa penting seperti tragedi Medan Area tahun 1945. Ini bukan sekadar masalah pendidikan, tetapi persoalan identitas bangsa,” ujarnya.

Menurut data Kominfo, lebih dari 60% hoaks di Indonesia setiap tahun berkaitan dengan isu politik, identitas, dan sejarah. Di Sumatera Utara, bahkan ditemukan lebih dari 140 hoaks lokal yang mengangkat narasi etnis dan sejarah yang dipelintir untuk tujuan provokasi.

Direktur Sejarah dan Permuseuman, Prof. Dr. Agus Mulyana, turut mengingatkan bahwa era digital membawa tantangan baru: narasi sejarah bisa diproduksi siapa saja tanpa proses verifikasi. Ia menilai bahwa museum, arsip, dan lembaga sejarah tak bisa lagi mengandalkan metode konvensional, tetapi harus hadir di platform tempat generasi muda berada seperti Instagram, TikTok, dan YouTube.

“Literasi sejarah bukan hanya soal tahu ‘apa yang terjadi’, tetapi memahami konteks dan belajar dari masa lalu. Tanpa itu, ruang digital mudah dipenuhi provokasi dan polarisasi,” jelasnya.

Sementara itu, Guru Besar Sejarah Universitas Sumatera Utara, Prof. Budi Agustono, menekankan perlunya digitalisasi arsip sejarah lokal. Menurutnya, banyak dokumen penting, foto lama, hingga koran terbitan abad ke-20 masih tersimpan di ruang arsip atau koleksi pribadi tanpa dapat diakses oleh publik.

“Kalau arsip ini tidak segera didigitalisasi, kita akan kehilangan jejak sejarah. Padahal Medan adalah kota yang kaya warisan kolonial, perjuangan nasional, hingga dinamika multietnis yang membentuk karakter kota,” ujarnya.

Para narasumber sepakat bahwa literasi sejarah bukan hanya urusan sekolah dan pemerintah. Kolaborasi antara akademisi, komunitas sejarah, kreator digital, dan pemerintah daerah menjadi kunci untuk memperkuat kembali kesadaran sejarah masyarakat.

Kegiatan ini menjadi momentum awal untuk memperkuat literasi sejarah di Sumatera Utara, terutama dalam menghadapi persaingan narasi di ruang digital yang makin kompleks dan cepat.***