Jendelakaba.com-Forum Diskusi Publik bertema “Peran Koperasi Merah Putih dalam Meningkatkan Ekonomi Rakyat” yang digelar pada Rabu, 22 Oktober 2025, juga menghadirkan dua narasumber lainnya: Dr. Rulli Nasrullah, M.Si. (Pakar Budaya Digital) dan Didi, S.E.Ak., M.Ak., CA., AWP. (Pegiat Literasi Digital). Keduanya menyoroti peran koperasi dari sisi literasi digital, budaya partisipatif, dan komunikasi publik.
Dr. Rulli Nasrullah dalam pemaparannya menjelaskan bahwa Koperasi Merah Putih adalah wujud nyata cita-cita ekonomi Pancasila yang kini hidup kembali di era digital. Berdasarkan data per 1 Agustus 2025, dari total 83.762 desa dan kelurahan di Indonesia, sebanyak 81.147 di antaranya telah membentuk Koperasi Merah Putih melalui musyawarah desa khusus. Artinya, lebih dari 96 persen wilayah administratif kini memiliki fondasi kelembagaan ekonomi rakyat.
Menurut Rulli, koperasi ini tidak hanya berfungsi sebagai lembaga ekonomi, tetapi juga sebagai ruang edukasi masyarakat. Dengan dukungan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 Tahun 2025 (PMK 49/2025), koperasi mendapat plafon pinjaman hingga Rp3 miliar dengan bunga ringan 6 persen per tahun dan tenor maksimal enam tahun. Seluruh proses dilakukan secara daring, sehingga menciptakan sistem transparansi dan akuntabilitas digital yang bisa diawasi langsung oleh anggota maupun publik.
“Transparansi digital bukan sekadar urusan teknis, tapi cara membangun kepercayaan sosial,” tegasnya. Ia juga menambahkan bahwa koperasi adalah ruang belajar kolektif bagi masyarakat dalam memahami informasi, mengambil keputusan berbasis data, dan menggunakan teknologi secara bijak.
Sementara itu, Didi, S.E.Ak., M.Ak., CA., AWP. menjelaskan bahwa Koperasi Merah Putih merupakan implementasi dari Asta Cita pemerintah, khususnya cita keenam: membangun dari desa untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan. Melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025, koperasi ini dikembangkan dalam tiga fase utama: pembentukan kelembagaan, penguatan operasional, dan pengembangan ekosistem usaha.
Didi menekankan pentingnya strategi komunikasi publik dalam mengelola koperasi agar tidak sekadar formalitas, tetapi menjadi lembaga yang transparan dan partisipatif. Ia juga mendorong koperasi untuk membuat dashboard publik daring yang menampilkan laporan keuangan dan kegiatan koperasi secara real-time guna membangun kepercayaan anggota.
Selain berperan dalam sektor ekonomi, koperasi juga memiliki dampak sosial yang besar. Dengan menyediakan layanan seperti klinik desa, apotek, dan gerai kebutuhan pokok, koperasi menjadi pusat pelayanan publik berbasis komunitas. Hal ini, menurut Didi, memperkuat kohesi sosial di masyarakat dan meningkatkan rasa saling percaya antarwarga.
Namun, ia mengingatkan bahwa koperasi juga menghadapi risiko seperti penyalahgunaan dana. Karena itu, literasi integritas dan etika digital perlu menjadi bagian penting dari budaya koperasi. “Keberhasilan koperasi tidak hanya diukur dari neraca keuangan, tetapi dari sejauh mana ia mampu membangun ekosistem komunikasi dan kepercayaan sosial,” ujarnya.
Kedua narasumber sepakat bahwa koperasi harus menjadi ruang kolaborasi lintas generasi. Anak muda perlu dilibatkan sebagai penggerak inovasi digital agar koperasi mampu beradaptasi dengan tantangan zaman.
Pada penutupan forum, disimpulkan bahwa Koperasi Merah Putih bukan sekadar program pemerintah, tetapi gerakan sosial ekonomi digital yang menghidupkan kembali semangat “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” — menuju kemandirian ekonomi bangsa yang berkeadilan dan berkelanjutan.***