Konflik Jalan Masuk dan Sopir Pengganti Memanas, Warga Nagari Koto Padang Tutup Akses ke PT Dharmasraya Lestarindo

Dharmasraya, 3 Juni 2025 — Ketegangan antara masyarakat Nagari Koto Padang dan PT Dharmasraya Lestarindo (PT DL) di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, memuncak. Konflik dipicu oleh kebijakan baru dari pihak perusahaan yang melarang aktivitas sopir pengganti dalam proses pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) ke dalam area perusahaan, yang berujung pada aksi penutupan jalan oleh masyarakat setempat.

Menurut Zulkifli, Humas PT DL, kebijakan pelarangan sopir pengganti merupakan upaya perusahaan merespons keluhan sebagian pengirim TBS yang merasa terbebani oleh biaya tambahan sekitar Rp50.000 per sekali angkut. Biaya ini dibayarkan kepada sopir pengganti — masyarakat sekitar yang selama ini membantu mengangkut TBS dari jalan masuk hingga ke timbangan perusahaan. “Kami hanya berusaha menjawab keberatan pengirim. Kebijakan ini kami ambil agar proses distribusi TBS lebih efisien,” ujarnya.

Namun, kebijakan sepihak ini justru memantik kemarahan masyarakat. Roni Ateng, salah satu ninik mamak Nagari Koto Padang, menyatakan bahwa sopir pengganti selama ini tidak pernah menjadi persoalan. Keberadaan mereka bahkan sudah menjadi bagian dari kesepakatan awal antara masyarakat adat dan pihak perusahaan. “Perlu diingat, jalan masuk menuju PT DL bukanlah milik perusahaan. Itu adalah tanah ulayat masyarakat kami yang belum pernah diserahkan secara hukum kepada perusahaan,” tegas Roni.

Ia menambahkan, dengan adanya kebijakan baru yang dianggap melanggar kesepakatan tersebut, masyarakat merasa haknya diabaikan. Oleh karena itu, sebagai bentuk protes, akses jalan menuju PT DL ditutup untuk sementara waktu hingga tercapai kesepakatan yang jelas antara Pemerintah Nagari, ninik mamak, dan perusahaan. “Kami tidak mencari keributan, tapi kami juga tidak akan diam jika hak kami diinjak-injak,” tambahnya.

Situasi semakin memanas ketika masyarakat, yang didukung oleh pemuda nagari dan para sopir pengganti, melakukan aksi nyata dengan menumbangkan empat batang pohon besar di jalur utama menuju PT DL. Langkah ini secara efektif memblokir akses masuk ke perusahaan dan menghentikan sementara proses distribusi TBS ke dalam area pabrik.

Anto, salah satu pengirim TBS yang terlibat langsung dalam kegiatan operasional pengangkutan sawit, mengaku kecewa dengan kebijakan baru perusahaan. Menurutnya, keberadaan sopir pengganti selama ini justru sangat membantu para pengirim. “Kami ini pengirim kecil. Kalau tidak dibantu sopir pengganti, kami kesulitan masuk ke area timbangan. Mereka sangat membantu, bukan menyulitkan,” ungkap Anto.

Ia juga menjelaskan bahwa telah dilakukan rapat koordinasi antara Pemerintah Nagari Koto Padang, pihak perusahaan, ninik mamak, ketua pemuda, dan perwakilan sopir pengganti untuk mencari solusi. Namun hingga kini, belum ada titik temu yang dicapai. “Kami sudah mencoba duduk bersama, tapi belum ada keputusan. Sementara kebijakan pelarangan sopir pengganti sudah diterapkan duluan. Ini tentu menimbulkan kesan sepihak,” imbuhnya.

Anto menambahkan, sepanjang 20 tahun terakhir, belum pernah terjadi konflik seperti ini. Hubungan antara masyarakat dan perusahaan selama ini relatif harmonis, terutama karena adanya peran aktif sopir pengganti yang menjadi jembatan antara pengirim dan perusahaan. Namun semuanya berubah sejak adanya pergantian manajer di tubuh PT DL dan diterbitkannya kebijakan baru yang dianggap tidak berpihak pada masyarakat lokal.

“Sekarang ada sekitar 20 sopir pengganti yang kehilangan pekerjaan. Mereka adalah warga sini, menggantungkan hidup dari jasa angkut ini. Kebijakan ini tidak hanya berdampak pada pengirim, tapi juga mengancam ekonomi masyarakat sekitar,” kata Anto.

Kondisi ini menandakan bahwa konflik tidak hanya bersifat administratif, tapi juga menyentuh aspek sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Penutupan akses jalan, selain menyebabkan terhentinya distribusi TBS, juga bisa berdampak pada hubungan jangka panjang antara masyarakat dan perusahaan.

Hingga berita ini diturunkan, pihak perusahaan belum memberikan pernyataan lanjutan terkait tindak lanjut dari penutupan jalan oleh warga. Sementara itu, masyarakat Nagari Koto Padang tetap bersikukuh bahwa akses jalan tidak akan dibuka kembali sebelum ada perjanjian baru yang menjamin hak mereka dihormati.

Pemerintah daerah diharapkan segera turun tangan untuk memediasi kedua pihak dan mencegah konflik berkepanjangan yang bisa berdampak pada kestabilan sosial dan ekonomi daerah. Konflik ini menjadi cermin betapa pentingnya komunikasi dan penghormatan terhadap kearifan lokal dalam hubungan antara masyarakat adat dan sektor industri.