KISAH SUKSES PELAKU DHUHA 

Khazanah

 

 

Oleh : Syaiful Anwar

Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh 

 “Shalat Duha itu mendatangkan rezeki dan menolak kemiskinan.” Inilah janji plus mukjizat yang layak diterima bagi yang kontinyu melaksanakan shalat Duha. Hal ini ditegaskan lagi dalam hadis Qudsi, “Allah SWT berfirman, „Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat shalat dhuha, karena dengan shalat tersebut, Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.‟”(HR Hakim dan Thabrani).  

Untuk membuktikannya kepada Anda, saya ingin mengetengahkan beberapa kisah :

A. Harta Abdurrahman bin Auf yang Melimpah 

Di sebuah pasar, seorang laki-laki tampak bersemangat menjual barang dagangannya. Dengan gesit ia melayani para pembeli yang berkerumun di tempat dagangannya. Laki-laki itu begitu sabar melayani mereka. Senyuman ramah tak pernah lepas dari bibirnya. Dalam waktu singkat, dagangannya. Laki-laki itu begitu sabar dan antusias melayani mereka Abdurrahman bin Auf adalah salah satu sahabat Rasulullah Saw yang mulia. Ia termasuk kelompok yang paling awal masuk Islam. Dan termasuk ke dalam sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira dijamin masuk surga. 

Beberapa waktu sebelumnya, ia bersama kaum muslimin yang lain tiba di Madinah setelah melakukan perjalanan hijrah yang melelahkan dari tanah kelahiran mereka di Makkah. Di sana Rasulullah mempersaudarakan orang Muhajirin seperti dirinya dengan kaum Anshar yang tinggal di Madinah. Dan ia mendapat seorang saudara yang amat kaya bernama Sa‟ad Ibnu Rabi‟ah al-Anshary. Kekayaan itu berupa kebun yang amat luas, dari hasil kebun itulah membuat Sa‟ad menjadi salah satu orang terkaya di Madinah. Sa‟ad menawarkan salah satu hartanya ke Abdurrahman bin Auf. Jika saja Abdurrahman mau tetntu harta itu telah berada dalam genggamannya. Namun ia lebih memilih berusaha sendiri. Abdurrahman teringan percakapannya dengan saudara barunya tersebut. “Saudaraku Abdurrahman, aku memiliki dua kebun yang sangat luas, jika kau mau, pilihlah salah satunya untukmu,” ujar Sa‟ad menawarkan  sesuatu kepada Abdurrahman dengan penuh keikhlasan. 

“Terima kasih. Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepada saudara, keluarga saudara, dan harta saudara. Saya hanya minta tolong kepada saudara, tolong tunjukkan letak pasar di Madinah”, tolak Abdurrahman halus. 

Sa‟ad Ibnu Rabi‟ segera menunjukkan pasar tempat jual beli. Abdurrahman pun berniaga di sana. Dan ternyata pilihan Abdurrahman adalah pilihan yang tepat, tempat perniagaannya berlangsung dengan baik. Dalam waktu singkat ia dapat memperbesar perniagaannya. Kini Abdurrahman dikenal sebagai pedagang yang berhasil. Dan kehidupannya begitu makmur. 

Dengan hartanya yang berlimpah tersebut, ia tak pernah ketinggalan menginfakkan hartanya, bahkan selalu yang paling banyak. Selain itu yang tak pernah dilupakannya sejak awal berjualan di pasar adalah selalu melaksanakan shalat duha sebelum berangkat ke pasar. Tak terhitung, sudah berapa sering Abdurrahman melaksanakan shalat duha dan menginfakkan hartanya. Abdurrahman teringat ketika pada suatu kesempatan dimana ia menginfakkan hartanya, sebuah doa didapatnya dari Rasulullah. 

“Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya terhadap harta yang engkau berikan dan harta yang engkau tinggalkan untuk keluargamu”, ujar Rasulullah. 

Dan benarlah, harta Abdurrahman selalu diberkahi Allah. Berapa pun harta yang ia infakkan, harta-harta yang lain segera datang kepadanya, bahkan jumlahnya jauh lebih banyak. Perniagaan Abdurrahman bin Auf semakin berkembang dan besar. Ia menjadi orang terkaya di Madinah. Kafilah dagangannya hilir mudik dari Makkah ke Madinah mengangkut barang-barang dagangan. Mulai dari gandum, tepung, minyak, pakaian, dan segala kebutuhan penduduk lainnya. 

Pada suatu hari,  kota Madinah yang aman tentram dikejutkan oleh suara gemuruh yang begitu ramai. Bumi seakan bergetar. Di sepanjang jalan, pasir-pasir berterbangan dan debu bergumpal-gumpal, penduduk Madinah menyangka bahwa angin ribut yang datang. Namun ketika mereka memperhatikan lebih lanjut, ternyata itu adalah suara iringan unta yang sangat panjang yang penuh dengan muatan dagangan milik kafilah dagang Abdurrahman bin Auf. 

Suara ramai itu juga terdengar oleh Aisyah Ra, “Suara apa yang hiruk pikuk itu?”, Tanya beliau. “Itu suara iringan tujuh ratus ekor unta milik Abdurrahman bin Auf”. Mendengar itu, betapa takjubnya Aisyah. Segera ia teringat pada apa yang pernah Rasulullah katakan tentang dia. Segera Aisyah teringat apa yang dikatakan Rasulullah tentang Abdurrahman bin Auf. “Saya pernah mendengar Rasulullah bersabda, Abdurrahman bin Auf akan masuk ke surga dengan merangkak”, ujar Aisyah.  

Saat disampaikan kepadanya tentang perkataan Aisyah tersebut, segera saja Abdurrahman meninggalkan dagangannya dan langsung menemui Aisyah. “Wahai Ummahatul Mukminin, Anda telah mengingatkanku pada suatau hadits yang tak pernah kulupakan. Untuk itu aku berharap Anda mau menjadi saksi, bahwa seluruh kafilah daganganku yang baru tiba itu aku persembahkan di jalan Allah. 

Itulah sepenggal kisah Abdurrahman bin Auf. Dengan rajin shalat duha, bersedekah, dan bekerja keras dalam waktu singkat ia berhasil menjadi orang yang paling kaya di kota Madinah. Meskipun ia memulai usahanya dari tingkat yang masih dasar dan kecil.

 

B. Penjual Daging Menjadi Pengusaha Ternak 

Di salah satu pasar Baghdad pada masa pemerintahan Al-Ma‟mun, terdapatlah seorang lelaki yang sehari-hari berjualan daging. Lelaki itu menempati sebuah tempat yang terletak di pojok pasar, dan tempat itu terbilang cukup tersembunyi dari sebuah keramaian. 

“Harusnya Tuan bertempat di depan atau di tengah pasar. Di tempat ini sepi. Para pengunjung sangat jarang ke sini”, saran seseorang kepada lelaki itu suatu hari. “Tapi di sana sudah ada yang menempati. Saya hanya kebagian tempat ini. Sudahlah, kalau memang rezeki saya, mereka pasti akan datang ke sini”, kata lelaki itu sambil mengusir lalat yang berkerumun di dekatnya. 

Sekalipun lelaki itu menempati sebuah tempat yang agak tersembunyi di belakang pasar, namun ada satu hal yang membuatnya berbeda dengan beberapa pedagang yang lain. Lelaki itu merupakan satu-satunya pedagang yang datang lebih awal dibanding pedagang lainnya. Selain itu, pada saat santai sambil menunggu pembeli, dia mengisi waktunya dengan mengaji. Dan hal lain yang sering dia lakukan adalah selalu meninggalkan warung dagangannya ketika matahari sudah agak tinggi. Dia menuju sebuah masjid yang terletak agak jauh dari pasar. Di sana dia melakukan shalat Duha. 

Pada suatu ketika, seorang perempuan bersama anaknya mendatangi warung lelaki itu pada saat dia sedang pergi ke masjid. Penjual daging itu rupanya masih melaksanakan shalat Duha di sana, entah berapa rakaat yang dia lakukan sehingga perempuan itu menunggu agak lama. Saat menunggu penjual daging itu datang, perempuan itu berpikir: 

“Aneh benar orang ini. Pergi begitu lama meninggalkan dagangannya. Bagaimana kalau ada yang mencurinya?” 

Tidak berapa lama kemudian si penjual daging itu datang. 

“Apakah Anda butuh daging?” tanyanya dengan ramah, “katakan berapa Anda membutuhkan daging. Saya akan melayani Anda dengan senang hati.” 

Perempuan itu heran dengan pertanyaan si penjual daging. Lalu dia bertanya lagi, 

“Tuan, sudah lama saya menunggu Tuan di sini. Kemanakah Tuan pergi? Apakah Tuan tidak khawatir seandainya ada yang mencuri daging dagangan Tuan?” 

Si penjual daging tersenyum. “Saya sudah terbiasa meninggalkan dagangan saya jika sudah tiba waktunya”.  

Perempuan itu semakin heran. “Apa maksud Tuan berkata sudah sampai waktunya?” 

Sambil tersenyum penjual daging menjelaskan kalau dirinya pergi ke masjid jika sudah masuk waktunya melaksanakan shalat duha. “Sudah lama saya melakukan ini, Alhamdulillah tidak ada yang mengambil dagangan saya”. 

“Tapi Tuan tempat Tuan ini terpencil. Jarang yang datang ke sini. Pasti setiap hari Tuan membawa dagangan yang kemarin juga kan?” 

“Jadi  Anda mengira bahwa daging-daging yang saya jual ini adalah sisa daging kemarin?” 

Perempuan itu terdiam sambil melihat daging yang masih kelihatan segar-segar. Dengan menyimpan rasa penasarannya, perempuan itu kemudian menyerahkan sejumlah uang dan pulang setelah mendapatkan daging pesanannya. Sesampainya di rumah, perempuan itu pergi kembali ke pasar. Dia penasaran dengan si penjual daging. Dari kejauhan, perempuan itu bersembunyi sambil mengamati kegiatan si penjual daging. Sayup-sayup terdengar lantunan Al-Quran yang dibaca si penjual daging itu. Menjelang pasar bubar, perempuan itu melihat beberapa orang lelaki bertubuh kekar mendatangi tempat si penjual daging. Dia terkejut karena lelaki kekar itu membeli semua daging dagangan si penjual daging. Setelah dagangannya habis terjual, penjual daging itu pun berniat pulang. Namun langkahnya terhalang oleh perempuan yang telah membeli dagingnya pagi tadi. 

“Maaf nyonya, daging-dagingnya sudah habis terjual”, kata penjual daging. 

“Tuan, saya bukan mau membeli membeli daging. Tetapi tadi saya melihat daging dagangan Tuan dibeli semuanya oleh lelaki bertubuh kekar. Siapakah mereka itu?” 

“Oh, mereka adalah juru masak di istana.” 

“Setiap hari mereka membeli daging dagangan Tuan?” 

“Tidak, kadang-kadang saja. Tapi setiap hari daging dagangan saya pasti terjual” 

Perempuan itu kemudian pamit dan bergegas pulang. 

Hari itu ia bertemu dengan seorang penjual daging yang terlihat aneh di matanya.  Jika sedang sepi pembeli, dia mengisi waktunya dengan mengaji. Dan jika sudah waktunya, dia tinggalkan toko dagingnya dan pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat duha. 

Selang beberapa waktu kemudian, perempuan itu bermaksud membeli daging di tempat lelaki itu. Namun, ia heran karena lelaki itu sudah tidak berjualan lagi. “Nyonya, lelaki itu sudah beralih pekerjaan sekarang. Saat ini dia sudah punya usaha binatang ternak yang sangat besar. Hampir semua penjual daging membeli hewan untuk disembelih pada lelalki itu. 

Kemudian perempuan itu menanyakan alamat rumah mantan si penjual daging. Setelah dia menemukan alamat mantan si penjual daging, perempuan itu menanyakan apa rahasia sukses lelaki itu sehingga ia bisa menjadi seperti sekarang dalam waktu relatif singkat. 

Yonya, semua ini adalah kehendak Allah. Saya tidak punya kuasa untuk menikmati semua ini jika bukan karena bantuan dari Allah”, jawab lelaki itu merendah. 

“Apakah karena shalat Duha itu diantaranya?”, tanya perempuan itu. 

“Kerjakanlah shalat Duha. Karena denganya Allah akan membuka kemudahan bagi setiap urusan”, kata mantan penjual daging itu. Perempuan itu pun pamit dan berjanji hendak mengikuti jejak penjual daging di pasar itu. 

 

C. Penyemir Sepatu Berhasil Membiayai Sekolahnya. 

Setiap kali orang menanyakan namanya, dia hanya menyebut kalau namanya adalah Agus. Tidak banyak yang tahu nama lengkapny dari sosok lelaki muda yang biasa mangkal di terminal bus Terboyo Semarang itu. 

Sehari-hari, lelaki itu duduk di emperan ruang tunggu terminal sambil menggendong sebuah tas kecil berwarna kumal. Pandangannya tertuju pada orang yang lalu lalang datang silih berganti. Jika matanya melihat seseorang maka ia segera menghampirinya. “Semir, Pak”, tawarnya. 

Lelaki muda itu memang seorang penyemir sepatu.  Pekerjaan ini sudah ia lakoni sejak kelas empat sekolah dasar. Kita dapat menebak dari kelas ekonomi mana anak itu berasal. Tidak ada beban yang mengganjal dalam benak anak itu. Ia sepertinya menikmati pekerjaannya. Pekerjaan yang barangkali telah banyak membantu dirinya memenuhi kebutuhan sehari-harinya. 

Akan tetapi, Agus bukan penyemir sepatu biasa. Menjadi penyemir sepatu hanyalah pilihan pekerjaan yang secara sadar diambil di tengah ketatnya persaingan mendapatkan kerja. Lelaki itu masih tercatat sebagai pelajar di kota kelahirannya. Tepatnya adalah seorang pelajar dan penyemir sepatu. 

Agus menjalani tugasnya setelah pulang sekolah. Jika hari libur, ia bekerja sejak  pagi hingga petang tiba. Begitu juga jika sekolahnya pulang pagi, entah karena gurunya sedang rapat atau lain sebagainya. Biasanya ia akan langsung menyambar peralatan semirnya dan segera berangkat menuju terminal. 

Di terminal itulah, Agus menawarkan jasanya. Keterampilannya menyemir sepatu, mungkin tak pernah sangkanya, bahwa hasil kerjanya itu hanya dihargai lima ratus rupiah. Ternya hal itu bisa membiayai sekolahnya hingga tamat SMA. Menurut Agus, sejak SMP, ia tak pernah meminta uang jajan dan uang untuk biaya semua keperluannya sekolahnya. Semua bisa tercukupi dari hasil menyemir. 

Membaca kisah pemuda ini, kita berada dalam situasi percaya dan tak percaya. Bagaimana mungkin ia bisa memenuhi kebutuhan sekolahnya hanya dengan  hasil menyemir? Sementara biaya sekolah amat mahal. Namun rezeki Allah memang tidak bisa diukur. Allah sanggup member rezeki sebanyak mungkin pada manusia, betapapun ia hanyalah seorang tukang semir sepatu sekalipun. 

Namun, bukan tanpa dasar apa-apa jika Agus mampu mencukupi keperluan sekolahnya hanya dengan menjadi tukang semir sepatu. Ada dua hal yang dilakukan Agus dengan menjadi tukang semir   sepatu yaitu, jujur dan shalat duha. 

Setiap hari disekolahnya, Agus membiasakan dirinya shalat duha saat bel istirahat berbunyi. Tidak muluk-muluk dalam doanya, ia hanya minta agar Allah member kemudahan dalam menjalankan perkerjaan meski hanya sebagai tukang semir. Begitulah yang dilakukan lelaki itu. 

“Saya tertarik melaksanakan shalat duha setelah diberitahu oleh guru agama saya di sekolah”, papar lelaki itu sambil tersenyum. 

Selain shalat Duha, kejujuran tanpaknya merupakan sebuah sikap yang dijaga oleh Agus. Pernah suatu ketika, seorang laki-laki menyodorkan uang dua puluh ribuan untuk membayar jasanya, padahal tidak ada uang sama sekali di dalam sakunya untuk kembalian uang tersebut. Ia pamit untuk menukarkan uang tersebut. Ditengah perjalanan terlintas dalam pikirannya untuk membawa kabur uang tadi sebagaimana yang biasa dilakukan oleh teman-temannya. Apalagi sudah hampir setengah jam dia belum berhasil menukarkan uang itu. 

Setiap warung di terminal ia datangi. Dan hampir satu jam kemudian ia baru kembali berhasil menukarkan uang itu. Setiap warung yang ada di sekitar terminal ia datangi. Dan hampir satu jam kemudian dia baru berhasil menukarkan uang itu dan segera kembali pada orang yang sudah menyemirkan sepatunya. 

“Bapak itu juga sudah menyangka kalau uangnya saya bawa kabur. Tetapi, setelah tahu saya datang kembali, dia akhirnya minta maaf karena telah buruk sangka pada saya. Dan setelah saya kembalikan sisa uangnya, Bapak itu malah tidak mau menerimanya. Sisa uang itu semuanya diberikan pada saya. Dan sejak saat itu, saya yakin bahwa dengan shalat Duha dan berbuat jujur, Allah akan memudahkan rezeki-Nya.” Kata Agus dengan bangga. 

Saat ini Agus tidak menyemir sepatu lagi. Tetapi, shalat Duha dan berbuat jujur tetap ia jalankan sehari-hari. Maka tidak heran, jika dari menjadi tukang semir sepatu sekarang malah memiliki took sepatu. Itulah satu bukti keajaiban shalat Duha dan berbuat jujur yang berkahnya di rasakan betul oleh Agus. 

 

D. Kisah Kakek Penjual Bubur Ayam 

Namanya Abdul Karim. Selintas ketika memperhatikan kakek ini, tidak ada hal yang istimewa pada dirinya. Tubuhnya yang renta, gemuk, dan penuh dengan keriput di sekujur tubuhnya. Maklumlah, ia sudah kakek-kakek. Orang yang melihatnya dengan cepat akan menduga kalau si kakek tidak jauh berbeda dengan manusia berusia senja lainnya. 

Sehari-hari biasanya si kakek mangkal di Jalan Dalem Kaum. Namun bukan mangkal sembarang mangkal dan nongkrong sembarang nongkrong sebagaimana anak muda. Dengan tekun dan sabar ia menunggu pembeli bubur ayam jualannya. 

Melihat beliau berjualan seperti itu, tiada terasa kita akan berpikiran kalau kakek  adalah orang yang kesekian yang mencoba mengais rezeki dengan berjualan bubur. Tak ada keistimewaan dan kelebihan dalam dirinya. Atau mungkin tidak memiliki pengalaman yang lebih, yang bisa dia banggakan selain dagangannya. Namun, seperti diawal tadi, bahwa si kakek memiliki pengalaman dan keistimewaan lain dibalik kesederhanaannya yang tidak diketahui oleh orang lain. 

Ya, dialah penjual bubur ayam yang sekaligus pelaku shalat duha. Kita mungkin masih belum memahami apa kaitan bubur ayam dengan shalat Duha si kakek. Atau apakah keistimewaan si kakek setelah ia melaksanakan shalat Duha sebelum memulai usahanya berjualan bubur ayam? 

Pagi hari sebelum pergi jualan, si kakek terbiasa mengerjakan shalat duha terlebih dahulu di rumahnya. Bertahun-tahun kebiasan ini ia jalankan. Seingatnya si kakek, ia tak pernah meninggalkan shalat Duha sebelum pergi jualan bubur ayam. Bagi si kakek, shalat Duha adalah merupakan kegiatan pembuka sebelum berjualan bubur ayamnya. Setelah shalat Duha, si kakek baru berangkat menuju warungnya. Mempersiapkan segala sesuatu dengan tekun dan sabar. Jika datang para pembeli, ia menyambutnya dengan ramah penuh senyuman. Si kakek menyambut pembeli dengan sikap  dan perlakuan yang baik. Ia potong-potong daging ayam dan rempela hati dengan lembut. Ia singkirkan jika ada tulang sekecil lidi sekalipun. Ia taburkan potongan daging ayam dan rempela hati sebanyak mungkin sehingga mangkuknya tampak penuh dan menggiurkan. Dengan sikap dan caranya seperti itu tentu banyak pelanggan yang datang. Bahkan mereka tak keberatan membayar sepuluh ribu rupiah untuk satu mangkuk bubur ayam. 

Kakek penjual bubur ayam ini memiliki kelebihan pada wajahnya, yaitu tmpak tanda bekas hitam di dahinya, tanda seringnya ia bersujud kepada Allah. Wajahnya juga tampak bercahaya karena seringnya mengambil air wudu. Itulah sebabnya ia kelihatan tenang dan menyenangkan. Jika datang seorang pengemis melintas di warungnya, ia tak segan memberi semangkuk bubur ayam untuk si pengemis tersebut. Sepertinya, bagi si kakek, shalat Duha dan bersedekah merupaka kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupannya sehari-hari. 

Pengalaman yang tak bisa dilupakan dari ingatan si kakek adalah saat beliau naik haji, murni dengan tabungan dari berjualan bubur ayamnya. Perhitungan matematis apapun rasanya akan sepakat untuk menyangkal bahwa dengan berjualan bubur ayam, seseorang ternyata bisa naik haji. 

Namun begitulah faktanya, meski berjualan bubur ayam  di Bandung, si kakek bisa menunaikan ibadah haji. Meski kadang berjualan bubur ayam tak semuanya habis terjual, malah faktanya si kakek  bisa berangkat naik haji bahkan sampai dua kali ia naik haji. 

Subhanallah, Allah memang tidak member manusia pekerjaan. Tetapi yang dianugerahkan Allah adalah rezeki. Pekerjaan adalah sarana, sedangkan rezeki adalah substansinya. Karena pekerjaan menjual bubur ayam hanyalah sarana untuk mencari rezeki Allah, maka tidak ada halangan bagi Allah  untuk mencurahkan rezekinya kepada si kakek meski di hanya sebagai pernjual bubur. 

Tetapi benarkah semua yang didapatkan oleh si kakek murni karena usahanya berjualan bubur ayam? Tidak sepenuhnya. Setidaknya begitulah pengakuan si kakek. Dia malah mengatakan bahwa semua kemudahan yang ia dapatkan karena selama ini ia rajin melaksanakan shalat Duha bekerja keras  dan bersedekah. 

Ulah hilap shalat Duha unggal enjing-enjing, insya Allah dimudahkeun urusan ku gusti nu Maha Suci”, katanya dalam logat bahasa Sunda yang kental.  Artinya , jangan lupa shalat Duha setiap pagi, insyaAllah dimudahkan segala urusan oleh Allah. 

“Di dunia mah hirup mung sakedap, ayeuna mah urang siap-siap weh nyanghareupan sakaratul maut, ulah silap ku harta benda, moal dicandak ka liang lahat, kade ulah nuang rezeki nu haram, Insya Allah disayang ku gusti”, lanjut si kakek. 

Hidup di dunia hanya sebentar, sekarang kita harus siap-siap menghadapi sakaratul maut, jangan tergiur oleh kemewahan dalam mengejar harta benda  duniawi, percuma, hal tersebut tidak akan dibawa ke liang lahat. Hindari memakan rezki yang haram. InsyaAllah akan disayang oleh Allah SWT. 

Begitulah kisah si kakek penjual bubur. Sekarang ia menikmati kerja keras dan ibadahnya . satu contoh yang perlu kita ambil, bahwa shalat Duha ternyata dapat membantu memudahkan urusan seseorang dalam rangka mencari rezeki Allah . 

 

E. Kisah Budi Mustofa 

Budi Mustofa pernah mengalami kejadian yang luar biasa pada saat ia menjadi guru pada sebuah instituasi pendidikan swasta. Ia dan istrinya tinggal di daerah terpencil. Keadaan finansial mereka bisa dikatakan belum stabil. Bahkan gaji bulanan yang ia peroleh dari mengajar pun sangat pas-pasan untuk biaya hidup. Sebagai guru baru, apa yang ia dapatkan hanya cukup untuk biaya hidup satu keluarga. Menyisakan sedikit uang untuk menabung sangat sulit baginya. Kendaran pun tidak punya, sekalipun hanya sepeda apalagi sepeda motor. Untuk pergi ke tempat kerja, ia harus naik mini bus dua kali, dan memakan waktu setengah jam lebih. Kadang cuaca panas menyengat atau hujan deras. Belum lagi harus disambung dengan berjalan kaki sejauh 500 M ke tempat kerja. Begitulah kami lakukan sehari-hari, pergi dan kembali. 

 

Ini adalah kondisi sulit bagi mereka. Padahal zaman modern memerlukan speed (kecepatan) dalam bergerak. Mobilitas mereka sangat terbatas. Waktu mereka sekeluarga dalam keadaan sulit seperti ini, tidak ada yang bisa mereka lakukan kecuali mereka harus kembali kepada Allah SWT. Bersujud di hadapan-Nya, melakukan introspeksi diri, merayu dengan segenap kebesaran nama-Nya. Di sela-sela jeda waktu istirahat di kantor Budi selalu berusaha menyempatkan untuk mengerjakan shalat Duha, memohon kemudahan dan kesabaran dari Allah. Hampir setengah tahun Budi dan istrinya menjalani kenyataan seperti itu. Dan, alhamdulillah akhirnya ia mendapatkan panggilan untuk menempati rumah dinas yang lokasinya sangat dekat dengan tempat kerja. Dan mulai saat itu kondisi keuangan keluarganya mulai membaik dan terus membaik. 

 

F. Anna Keluar dari Himpitan Hidup 

Saudaraku pecinta Duha, kita lanjutkan dengan kisah seorang perempuan bernama. Ia menceritakan sendiri pengalamannya tentang pengaruh dahsyat shalat Tahajud dan shalat Duha. 

“Namaku Anna. Dulu hidupku sangat memprihatinkan. Aku bekerja di perusahaan swasta, sedangkan suamiku cuma guru swasta biasa yang penghasilannya tak seberapa. Kami memiliki seorang putri. Karena penghasilanku lebih besar dari suamiku, maka akulah yang berperan dalam mencukupi kebutuhan kami. Namun, masih juga belum cukup. Pengeluaran kami lebih besar daripada pemasukan. Akhirnya, aku terjebak pada rentenir, tagihan kartu kredit yang terpaksa aku pakai. Belum lagi kredit motor dan masih banyak kebutuhan yang harus kupenuhi. 

Tapi, yang membuatku kecewa adalah suamiku tak mau tahu apa yang aku lakukan. Kami sering bertengkar sampai hampir bercerai karena uang. Karena aku tidak sanggup membayar semua tagihan tersebut mulailah satu persatu debt-collector datang, baik ke kantor bahkan ke rumah. Bahkan, ancaman tak jarang aku terima. Hutangku ada di mana-mana. Pikiranku buntu. Kemana aku harus mencari tambahan uang? Aku sudah sangat malu pada orang di sekelilingku. Aku sempat mendatangi beberapa paranormal untuk menuntaskan masalahku, tapi bukan jalan keluar yang aku dapatkan, malah uangku yang habis percuma. 

Sampai suatu saat aku melihat acara Ustad Yusuf Mansyur “Keajaiban Bersedekah” di salah satu TV Swasta. Mulai saat itu terbukalah mata hatiku. Aku menangis sejadijadinya. Kenapa aku lupa dengan Allah Sang Maha Pencipta segalanya. Sejak itu, aku sering melakukan sedekah, shalat Duha, dan membaca Al-Quran. Aku serahkan segalanya kepada Allah. Dan aku yakin Allah tidak akan memberi cobaan di luar kemampuan hamba-Nya. 

Namun, rupanya Allah masih mengujiku. Doaku belum  dikabulkan, malah tambah parah cobaan yang Dia berikan. Caci maki, hinaan aku terima sampai aku dilaporkan ke pihak yang berwajib. Aku putus asa lagi. Di mana Allah saat aku membutuhkan-Nya? Suamiku pun tidak bisa berbuat banyak. Malah dia menyalahkanku atas semua perbuatanku. Aku benar-benar putus asa. Aku dan suamiku memang sering bertengkar dan kami kurang akur. 

Sempat terlintas di pikiranku ingin bunuh diri atau menjadi wanita penghibur saja. Dan itu selalu ada di pikiranku. Aku tinggalkan Allah karena aku tidak percaya Dia lagi. Tidak ada seorang pun yang dapat membantuku. Malah keluargaku mencelaku. Hanya ibuku yang peduli, tapi dia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Saat tengah malam aku terbangun. Di pikiranku aku ingin mengakhiri hidupku. Pisau telah kupersiapkan. Dan pada saat aku ingin melakukannya aku lihat anakku yang tertidur pulas. Tanpa sadar aku menangis atas apa yang telah aku lakukan. Aku telah lama meninggalkan-Nya…. 

Aku tersadar. Lalu aku langsung mengambil air wudu dan mengerjakan shalat Tahajud. Alhamdulillah pikiranku menjadi tenang. Aku harus menghadapi semua masalah dan aku yakin semua itu pasti ada jalan keluarnya. Kurang lebih selama satu tahun, aku diberi cobaan itu. Hari demi hari aku lalui dengan kesedihan dan penderitaan. Setiap hari aku lakukan shalat Duha dan membaca beberapa ayat Al-Quran. Bahkan, setiap ada kesempatan, pasti aku membaca AlQuran. Itu semua aku lakukan terus dan terus menerus. Aku juga masih mendoakan suamiku agar diberi pekerjaan yang lebih baik dan rumah tanggaku kembali baik. 

Ya Allah… ternyata engkau tidak tidur, Engkau ada, Engkau dengar doaku. Suamiku diterima di sebuah perusahaan yang cukup terkenal di Palembang dan kehidupanku mulai sedikit membaik tetapi ternyata itu membawa masalah baru. Suamiku mulai bertingkah denga melirik wanita lain. 

Ya Allah… cobaan apalagi yang Kau berikan padaku? Belum selesai permasalahku, Engkau tambah lagi? Namun dengan semua kejadian ini, aku semakin dekat dengan Allah.  Aku memohon agar diberi jalan keluar atas masalahku dan diberikan pekerjaan yang lebih baik. Sempat aku berdoa agar aku dipertemukan dengan orang yang bisa mengerti aku karena aku sudah tidak cocok lagi dengan suamiku. 

Bulan Ramadhan 1428H adalah bulan anugerah bagiku. Akhirnya aku diterima disebuah perusahaan asing dengan jabatan dan penghasilan yang lumayan. Malah, sekarang aku bisa membantu keluargaku yang semulanya mencelaku dan aku juga dipertemukan dengan orang yang aku harapkan. Dan sekarang aku yakin bahwa Allah selalu ada dan selalu di hatiku. Dia tidak tidur. Dia Maha Tahu segalanya. 

Sampai sekarang aku selalu mengamalkan shalat duha dan membaca beberapa ayat Al-Quran. Dan aku juga tak lupa untuk selalu bersedekah. Semua permasalahanku aku serahkan kepada Allah. Karena Dia tahu yang terbaik bagiku, rumah tai nggaku, jodohku dan rezekiku.

G. Kisah Seorang Guru 

Mengalammasa kecil yang suram, dan tekanan psikologis akibat orang tuanya memutuskan untuk bercerai, hal itu akhirnya menggembleng sosok Sunarto menjadi manusia tahan banting hingga akhirnya mampu berprestasi di ajang pemilihan kepala sekolah berprestasi tingkat nasional. 

Setelah melalui berbagai tahap seleksi mulai dari tingkat Kabupaten hingga pusat, Sunarto akhirnya terpilih sebagai Kepala SMP Berprestasi Tingkat Nasional. Selepas menjalani beragam tes yang meliputi wawasan pendidikan, psikotes, presentasi dan penilaian berkas-berkas administrasi, akhirnya ia mampu mengungguli wakil dari provinsi lain dan tampil sebagai yang terbaik. 

Dalam makalahnya, Sunarto menyampaikan pengalamannya menerapkan inovasi moving class. Moving class atau kelas berjalan, yang diterapkannya di SMPN 2 Boyolali, maksudnya kelas berpindah dari mata pelajaran satu ke mata pelajaran lainnya. “Ada penerapan langsung dari mata pelajaran yang menunjuk pada lingkungan. Hampir semua lingkungan yang kita miliki dapat kita manfaatkan sebagai sumber pembelajaran,” begitulah katanya. 

Di SMPN 2 Boyolali, kelas tidak hanya memakai ruangan yang konvensional tetapi juga memanfaatkan lingkungan-lingkungan yang ada. Kelas-kelas dibuat sesuai dengan mata pelajaran. Setiap ganti jam pelajaran, siswa akan pindah sesuai dengan mata pelajarannya. Misalnya ketika jam pelajaran fisika mereka harus bergerak ke kelas fisika, begitu juga saat mengikuti pelajaran yang lainnya. Di kelas-kelas itu ruangan sudah di-setting sedemikian rupa sehingga mewakili masing-masing mata pelajaran. 

Moving class termasuk salah satu inovasi yang dilakukan oleh Sunarto. Metode ini sudah dijalankan selama hampir 2 tahun. Menurutnya hingga saat ini hasilnya sudah mulai terlihat, meskipun sekolah belum melakukan penelitian secara kuantitatif, dan dari sisi kualitas.kami mengumpulkan pendapat dari anak-anak, guru, dan tata usaha apakah efektif atau tidak dengan adanya moving class?  Hampir 95% dari anak-anak setuju dengan sistem moving class, paparnya.  

Selain kelas berpindah seperti ini, Sunarto juga menyelenggarakan apa yang yang disebutnya sebagai emercy. E-mercy merupakan kelas di mana kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan Bahasa Inggris. “Selama dua tahun terakhir ini, saya memimpin dua sekolah yang berbeda. Tahun pertama saya di SMPN 1, tahun berikutnya di SMPN 2,” ujar Sunarto. 

Selain inovasi dalam dunia belajar mengajar dan kinerja guru di sekolah, Sunarto juga memiliki strategi khusus. Ternyata strategi itu mampu meningkatkan kinerja dan kualitas mereka. Di SMPN 2 Boyolali, para guru dikelompokkan dan menempati ruangan sesuai dengan mata pelajarannya. Hal ini tentu saja ada maksudnya. 

Menurut Sunarto, dengan adanya pengelompokkan tersebut para guru mau melaksanakan kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran ( MGMP ) tingkat sekolah walaupun bukan hari MGMP. Jika ada permasalahan yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar dapat dibicarakan di sana. Sebelum adanya MGMP, biasanya ketika berkumpul mereka lebih disibukkan dengan pembicaraan yang tidak ada hubungannya dengan peningkatan mutu kegiatan pembelajaran. 

Sunarto lahir tanggal 25 Februari 1963 di Pati. Pendidikan sekolah dasarnya di tempuhnya di SDN Tluwuk Juwana Pati, dan lulus tahun 1974. Setelah itu melanjutkan ke Sekolah Teknik dan lulus tahun 1977. Kemudian melanjutkan ke STM dan lulus tahun 1980.  

Setelah lulus dari STM, Sunarto bercita-cita ingin menjadi Insinyur. Rencananya ia akan melanjutkan ke Institut Teknologi Bandung. Namun ternyata cita-cita itu kandas. Perceraian orang tuanya membuat Sunarto tidak mau tinggal dengan ayah atau ibunya. Ia memilih hidup sendiri. Tentu saja tanpa bekal sama sekali akan sulit baginya untuk kuliah di Bandung, apalagi jika ia memilih ITB sebagai tempat merajut mimpinya. 

Sebenarnya ia memang sangat suka dengan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan teknik sejak SD. Tak mampu melanjutkan ke ITB, maka ia melanjutkan ke IKIP Semarang untuk program diploma 1. Untuk biaya kuliahnya ia bekerja. Akhirnya D1 berhasil ia tuntaskan, dan langsung ia ditempatkan sebagai guru.”Sebenarnya dulu saya tidak ingin menjadi guru, tetapi setelah saya jalani ternyata saya menyukainya”, katanya. 

Selain mengajar, Sunarto juga mendirikan lembaga kursus yang terletak di depan SMAN 1 Boyolali dengan luas tanah sekitar 325 meter persegi. Luas bangunan sekitar 100 meter persegi dan dibagi menjadi 3 ruangan. Jumlah muridnya sekitar 200-an.  Pengelolan kursus diserahkan kepada pengelola. Sunarto hanya menandatangani jika ada ijazah yang perlu diberi tanda tangan. Awal usahanya ini bermula dari les privat keliling. Dan akhirnya berkembang seperti sekarang. “Semua yang saya peroleh tak terlepas dari kerja keras, tidak mudah mengeluh, berdoa dan tentu saja beribadah”, paparnya. 

H. Kisah Mantan Gubernur Gorontalo 

Hampir sebagian besar masyarakat Indonesia mengenal sosok yang satu ini. Dia adalah mantan Gubernur Gorontalo yang sukses membangun daerah itu. Gorontalo yang semua merupakan daerah tertinggal dan dari segi perekonomian, tatkala dipimpin oleh sosok tampan yang tampan ini menjadi daerah yang maju dan diperhitungkan. Selain dikenal sebagai tokoh politik, ia pun dikenal sebagai pengusaha sukses. 

Siapakah tokoh yang sedang kita bicarakan ini? Dialah Fadel Muhammad. Menurut penuturan Fadel, modal awalnya saat ia merintis usaha adalah hanya tekad haqqul yakin, keyakinan yang kuat, bekerja keras, tidak mudah menyerah, tidak mudah putus asa, serta shalat duha disamping ia juga mengerjakan shalat wajib dan shalat sunah lainnya. Berbagai tantangan ia hadapi dengan ulet, sabar, dan tekun. Sehingga tantangan itu tidak dirasakannya sebagai sebuah masalah serius. 

Selain itu, Fadel sering kali mengatakan bahwa selalu ada problem solving bagi setiap tantangan yang dihadapi seseorang. Itu sebabnya ia paling tidak suka jika ada temannya yang tidak mau berusaha mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapi. 

“Allah tidak akan mengubah nasib seseorang, jika orang itu sendiri tidak berusaha untuk mengubahnya”, demikian keyakinan Fadel Muhammad. 

Fadel selalu berpikir, jika orang lain bisa kenapa kita tidak. Ia memang memiliki watak selalu ingin maju. Sebagai contoh, ketika Bukaka membuat  mesin asphalt srayer  (aspal semprot). Percobaan-percobaan di bengkel Bukaka itu selalu gagal. Hasil dari mesin adalah bubur bukan aspal. Fadel penasaran. Mesin yang dikerjakan berhari-hari itu dibongkar. Maka diketahui bahwa komponen magnet dan motornya tidak jalan sehingga percobaan yang dilakukannya gagal. Dan begitu komponennya diganti maka hasilnya menjadi bagus. 

Bagi Fadel, selama masih bisa dicoba, tidak boleh ada kata menyerah yang keluar dari mulut kita. “Apapun jenis usaha yang kita rintis, kuncinya adalah harus yakin, kerja keras dan doa. Selain itu bagi, seorang muslim, shalat duha penting dilakukan sebagai salah satu ikhtiar kita untuk memohon kepada Allah agar usaha yang kita lakukan diberi kemudahan dan keberuntungan”, papar Fadel. 

Fadel juga berprinsip bahwa “Man jadda wa jadda”, siapa yang berusaha maka  nanti ia akan berhasil juga. Keberhasilan seseorang menurut Fadel, disamping kerja keras, shalat Duha terus menerus, sangat tergantung pada pertama, kemampuan diri sendiri, kedua, kesempatan untuk mengembangkan diri, ketiga, strategi untuk mencapai keberhasilan. 

Fadel juga bependapat, bahwa setiap orang yang memiliki potensi untuk menjadi pengusaha. Yang penting asal mau mengasah potensi tersebut. Tetapi tidak semua orang berpotensi dan mendapatkan kesempatan mengembangkan potensinya.  Karena itulah potensi itu harus teu menerus diasah. Untuk mendapatkan kesempatan ini, jelas dibutuhkan strategi yang tepat. Strategi inilah yang akan menentukan apakah seseorang akan menjadi risk taker (pengambil risiko) atau risk order (pengatur order). 

Perbedaan antara kedua tipe pengusaha ini adalah: seorang risk taker cenderung untuk berspekulasi. Tanpa  memperhitungkan secara cermat, ia mencoba setiap kemungkinan. Seorang risk order akan memperhitungkan risiko terkecil sekalipun terhadap rencana-rencananya sesuai dengan prinsip dasar ekonomi. 

Fadel juga menjelaskan bahwa kesuksesan seseorang tergantung pada kemampuannya yang kuat, rasa percaya diri yang tinggi, dan kemampuan menghitung risiko. Kemauan akan mendorong kegigihan untuk berusaha di mana kemauan ini dapat mempengaruhi  dan dipengaruhi oleh empat hal yaitu, pertama orang tua, kedua,pendidikan (baik pendidikan formal maupun kependidikan agama), ketiga, lingkungan dan kemampuan membaca kesempatan dan keempat adalah percaya diri. 

Sedangkan kemampuan menghitung risiko dipengaruhi oleh tingkat kesabaran yang tinggi dalam menjalankan usaha, perenungan yang mendalam, sehingga ide itu dapat mengkristal dalam pikiran dan selanjutnya adalah tidak mudah merasa bosan. Syarat-syarat itu merupakan persiapan mental seorang pengusaha untuk mencapai kematangan. 

Untuk memiliki persiapan dan mental yang matang, seseoranf harus melalui tiga fase yaitu fase new venture (fase awal), yaitu upaya penemuan ide dan pelaksanaan ide itu sendiri.. fase kedua adalah fase  puberty,  yaitu masa pencarian identitas usaha yang mapan. Sedangkan fase yang ketiga adalah fase mature  (professional), yaitu fase dimana kita mampu mendatangkan keuntungan. 

Tingkatan-tingkatan tersebut harus dilalui secara berurutan. Tidak boleh melompat-lompat. Falsafah utamanya adalah “Jangan dulu memperbesar usaha, sebelum dasar usaha yang menjadi tulang punggung perusahaan diperkuat. Maka jangan heran jika pabrik Bukaka sampai sekarang tidak tampak mentereng. Sebab yang dipentingkan adalah kekuatan pabrik itu sendiri, baik peralatannya yang lengkap maupun sumber daya manusianya yang mumpuni”, tutur Fadel. 

Kini Fadel telah mencapai sukses. Ia mampu menafkahi  ibu dan saudara-saudaranya setelah ayahnya meninggal pada tahun 1988. Ia pun sudah memiliki keluarga yang sejahtera. Apalagi yang ia cita-citakan? “Saya ingin memperkerjakan banyak orang. Ingin berbagi keberhasilan ini pada orang lain. Disamping itu saya ingat agar “Today is better than yesterday”,  hari ini lebih baik dari pada hari kemaren”, ujarnya. 

Fadel memang punya nilai dimata bangsa kita. Dengan modal rasa percaya diri yang kuat, semangat yang keras, ibadah Duha, dan doa yang tidak putus-putusnya. Fadel menjadi seorang Putra Indonesia yang mampu menjadi kebanggaan bangsanya. Semua orang mungkin sudah mengenal Fadel Muhammad. Tetapi tidak banyak yang tahu bahwa beliau juga termasuk orang yang rajin beribadah, terutama shalat Duha. 

 

#Syaiful_Anwar

#Fakultas_Ekonomi

#Universitas_Andalas

#Kampus2_Payakumbuh

#Ada_Apa_Dengan_Dhuha

#Kisah_Sukses_Pelaku_Dhuha

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *