Jendelakaba.com, Jakarta — Ancaman terhadap ketahanan pangan Indonesia dinilai semakin kompleks dan multidimensional. Dalam webinar nasional bertema “Mewujudkan Ketahanan Pangan di Indonesia” yang berlangsung pada 21 Juli 2025, berbagai pihak menyerukan pembenahan kebijakan pangan yang lebih terintegrasi, berkelanjutan, dan berorientasi pada kedaulatan rakyat.
Marwan Jafar, Ph.D., menyampaikan bahwa Indonesia perlu mengurangi ketergantungan terhadap impor pangan dan fokus pada peningkatan produktivitas pertanian nasional. “Bukan hanya soal ketersediaan beras, tetapi soal bagaimana rakyat tidak bergantung pada negara lain untuk makan,” katanya. Ia juga menyoroti urgensi reformasi distribusi pupuk, pengendalian harga, serta optimalisasi peran Bulog.
Dr. Usman Kansong dalam paparannya menekankan bahwa kedaulatan pangan merupakan hak bangsa untuk menentukan sistem produksinya sendiri, tanpa tekanan pasar global. “Ketahanan pangan yang sejati harus melampaui soal kecukupan, tapi harus adil, berkualitas, dan memberdayakan,” ujarnya. Ia menekankan lima aspek utama: ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, dukungan untuk petani, dan keberlanjutan.
Dalam dimensi regulasi, Sugiyono, SH.I, M.H., menegaskan bahwa kerangka hukum seperti UU No. 18/2012 sudah cukup komprehensif, namun pelaksanaannya perlu diperkuat dengan pendekatan partisipatif dan inovatif. Ia menyoroti tantangan seperti degradasi lahan, minimnya infrastruktur pertanian, dan kurangnya edukasi pasca panen yang menyebabkan kerugian besar di kalangan petani.
Para pembicara mendorong integrasi lintas sektor, serta komitmen politik yang lebih nyata dalam membangun sistem pangan nasional yang mandiri dan tahan terhadap krisis.***