Oleh: Muhammad Ilham Ruchiyat
Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita mendengar sebutan Pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.
Beberapa ahli berpandangan tentang Pemimpin, beberapa di antaranya :
1) Menurut Drs. H. Malayu SP Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
2) Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasikan demi mencapai tujuan perusahaan.
3) Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.
4) Menurut Prof. Dr. Veithzal Rivai Zainal, S.E., M.M., MBA, Pemimpin yaitu orang yang mampu menyatakan bahwa pemimpin harus memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum mengguanakan gaya kepemimpinan tertentu.
Adapun hubungan manusia dalam kepemimpinan memerlukan bentuk hubungan manusiawi yang efektif, yang artinya hubungan ini bisa berupa cara seseorang pemimpin dalam memperlakukan orang yang di pimpinnya. Sebagaimana firman tuhan dalam Qur’an surah Ali Imran ayat 159 yang artinya.
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.”
Dengan demikian hubungan manusia kiranya perlu efektif dalam mewujudkan dinamika kepemimpinan.
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 159)
Sehingga nantinya pemimpin di negara ini mampu merefleksikan Komitmen yang kuat dan pemahaman yang jernih terhadap demokrasi yang ada.
Sedangkan kekuasaan itu seharusnya ada dalam kebermanfaatan, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang mana Tujuannya tak lain agar kebijakan pemimpin itu bisa bermanfaat untuk rakyat.”
Adapun Pengaruh elite dan oligarki seringkali mewarnai dan mempengaruhi hasil kepemilihan tersebut, hal ini padahal bukan menjadi kunci kemenangan di pemilu atau kesuksesan. tetapi hal tersebut harus dirubah bahwa supermasi sipil lah yang menjadi penentu kemenangan yang sebenarnya, karena suara rakyat adalah suara tuhan, bukan sebaliknya suara pemimpin suara tuhan.”









