Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
“….Dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al-Furqan [25]: 68-69)
Alkisah, ada seorang Bapak datang ke salah seorang ustaz. Dia mengadukan permasalahannya bahwa sudah tujuh tahun, dia tidak kunjung mendapatkan pekerjaan. Sedangkan dia sudah menikah dan punya anak.
Ustaz pun bertanya kepada orang tersebut, “Lalu, nafkah keluarga dari mana sumbernya selama ini…?” Orang itu menjawab, “Dari istri saya….”
“Ya, ‘kan sama saja kalau begitu?” Jawab sang ustaz. “Bukankah Allah adil begitu? Sementara Bapak tidak bekerja, Allah berikan istri pekerjaan. Sama saja ‘kan? Sama-sama punya rezeki, hanya jalannya yang berbeda.”
Orang itu menggeleng. Dia mengaku tersiksa dengan keadaan ini. Harga dirinya sebagai laki-laki, harga dirinya sebagai suami, merasa gimanaaa gitu lantaran dirinya menganggur tak punya mata pencaharian. Belum lagi sebagai mantu di hadapan mertuanya dan sebagai ayah di mata anakanaknya.
“Lalu, apa yang Bapak lakukan?” tanya kami lagi.
“Yah, saya keluar, mah, tetap keluar (maksudnya tetap berusaha mencari peluang pekerjaan dan usaha). Tapi yang ada malah saya minta ongkos sama istri (maksudnya uang malah tambah habis tidak karuan).
Selanjutnya, dia menceritakan bahwa kejadian seperti ini sudah berlangsung lebih kurang tujuh tahun. Dia pernah diberi modal oleh orang tuanya, tapi malah amblas. Belum lagi usaha yang dirintisnya berjalan. Istrinya pernah meminjam uang ke orang lain untuk modal dirinya, ini pun amblas lagi. Demikian terus, hingga ia takut untuk memulai lagi. Sementara itu, pekerjaan ia cari dan ia cari terus. Ia juga rada bingung, ia mau bekerja apa saja, tapi, kok, ya rasanya tetap saja tidak dapat. Karena titelnya sarjana, orang tidak mau untuk mempekerjakan dia di pekerjaan-pekerjaan kasar. Tapi untuk pekerjaan yang enak, juga susah. Menurutnya.
Saudaraku, kegagalan demi kegagalan sebenarnya itu adalah hal biasa. Kegagalan adalah awal dari kesuksesan. Hampir tidak ada orang yang sukses tanpa kegagalan sebagai pintu pertamanya. Tapi saudaraku, perenungan ini perlu dikedepankan, sebab siapa tahu kegagalan yang terjadi adalah sebab borok di dalam diri sendiri yang perlu diperbaiki.
Kemudian sang ustaz berdialog, “Pak, sepakat ya… bahwa tidak ada kesusahan kecuali kita sendiri yang membuat kesusahan itu datang? Sepakat ya, bahwa tidak ada kesulitan yang terjadi kecuali diri sendirilah yang menghadirkan kesulitan tersebut? Dan sepakat juga ya Pak, bahwa tidak ada permasalahan kecuali diri kitalah yang mengundangnya datang.” Si bapak muda ini mengangguk.
“Pak, bila menilik dari cerita Bapak, bolehlah Bapak berpikir bahwasanya keadaan Bapak ini bukan ujian dari Allah, melainkan azab. Dua di antara ciri umum azab adalah lama dan berat. Nah, Bapak bilang ‘kan sudah tujuh tahun? Iya ‘kan, seyogiayanya Bapak muhasabahkan, kami hanya membantu Bapak memuhasabahkan diri Bapak sendiri.”
Sang ustaz pun memberi tahu, bahwa kesusahan hidup di dunia ini boleh jadi sebab utamanya adalah kita melanggar apa yang dilarang Allah dan atau tidak menunaikan kewajiban kepada-Nya. Seseorang boleh saja kaya, tapi bila kekayaannya diraih bukan dengan cara-cara yang diridhai-Nya, maka ia akan kehilangan dua hal yang terlalu berharga bila disandingkan dengan kekayaan sebesar dan sebanyak apa pn. Dua hal tersebut adalah keberkahan dan ketenangan. Seseorang boleh jadi mulia dan terhormat, terkenal, dan termasyhur. Tapi bila dalam cara-caranya meraih kemuliaan, kehormatan, kepopuleran, ia justru menjauhi Allah, maka umurnya tidak akan lama. Setelah itu? Kemuliaan dan kehormatannya akan berganti wujud menjadi kehinaan, kepopulerannya berganti wujud dengan kenistaan.
Kemudian, sang ustaz memberi tahu si bapak tersebut, jangan-jangan ia sudah melakukan yang dilarang Allah. Ada dosa besar yang dilarang Allah, yaitu 1. Syirik (menyekutukan Allah) 2. Menyusahkan orang lain 3. Durhaka kepada orang tua, 4. Berzina atau mendekatinya 5. Meninggalkan shalat 6. Kufur nikmat, 7. Memakan dan mencari rezeki dengan cara yang haram, 8. Enggan berzakat, 9. Minum-minuman keras, 10. Berjudi… Dan ketika sampai pada larangan zina, bahwa “barangsiapa yang berzina maka ia akan dikalungkan dengan kalung kesulitan,” bapak tersebut sesenggukan.
Sang ustaz sebenarnya sudah tahu dari bahasa tubuhnya orang tersebut, bahwa ia memang sudah berzina. Tapi sang ustaz melarangnya membuat pengakuan di hadapannya. Pertama, sang ustaz tidak mau mengetahui aib orang. Aib untuk dijaga. Yang kedua, ada yang lebih berkah untuk kita lakukan pengakuan dosa, yaitu di hadapan Sang Khaliq saja. Yang ketiga, wabil khusus untuk masalah zina, malah kalau bisa ditutup saja jangan sampai ada orang tahu. Cukuplah dirinya dengan Allah, saja yang tahu. Langsung saja memohon ampun kepada Allah, menghentikan perbuatan buruknya, dan melakukan kebaikan demi kebaikan untuk menghapus aura keburukannya.
Adapun tujuan sang ustaz memberi tahu apa-apa yang dilarang Allah, terutama berkaitan dengan dosa-dosa besar, adalah untuk pemuhasabahan diri, bukan untuk “menguliti” kesalahan dan dosa orang lain. Gunanya untuk apa dan untuk siapa? Gunanya adalah agar orang tersebut menyadari sebab utama mengapa kesulitan hidup tergelar di kehidupannya, sehingga setelah ia tahu segera ia tahu juga solusinya. Yakni taubat. Sebab, tidak jarang orang yang langsung menyandangkan kalimat “sedang diuji Allah”, pada setiap kesusahan yang sedang dihadapinya, padahal itu semua terjadi lantaran perbuatannya. Mana bisa? Kalau sudah ketahuan salah mah dimana-mana langsung dihukum, tidak perlu diuji lagi. Inilah yang kerap terjadi, sehingga ada seseorang yang kehilangan tanahnya lalu menangis dan mengatakan sedang diuji. Setelah ia melakukan permuhasabahan, ternyata wajar bila tanahnya pindah tangan. Mengapa? Karena dulu, tanah tersebut ia beli dengan uang haram. Hilangnya tanah bukan ujian melainkan azab.
Setelah sang ustaz menjelaskan panjang lebar dan juga kasus-kasus lain, bertambahlah tangisan orang tersebut. Sang ustaz pun menghiburnya bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Siapa yang bertaubat secara bersungguhsungguh pasti Dia akan mengampuninya.
Setelah situasi kembali tenang, orang tersebut bertanya kepada sang ustaz, apa hubungannya dosa berzina dengan sempitnya rezeki? Sang ustaz pun menjelaskan hubungannya…
Pertama, bahwa Allah melarang kita berzina. Barang siapa yang melanggar, maka kita akan dikalungkan dengan kalung kesulitan, kalung kesusahan, “…Dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina.” (QS. Al-Furqan [25]: 68-69).
Allah sudah menyediakan aturan mainnya, yaitu aturan yang menghalalkan hubungan antar lawan jenis lewat jalur pernikahan, bukan perzinaan. Seseorang sudah melakukan perzinaan, pasti akan melewati banyak hal yang sulit dalam kehidupannya. Penyebab utamanya adalah ketidaksukaan Allah terhadap perbuatan yang satu ini. Kalaulah Pemilik langit semesta ini sudah tidak suka terhadap kita–andai pernah berzina– ke mana lagi kita akan berlindung? Kalaulah Pemberi segala rezeki sudah tidak lagi suka kepada kita, ke mana lagi kita akan meminta rezeki? Kalaulah Allah Yang Maha Melindungi sudah tidak lagi berkenan melindungi kita, lantaran kita langgar aturan-aturan-Nya, termasuk masalah perzinaan ini, maka kepada siapa lagi kita akan meminta perlindungan?
Yang kedua, memang rezekinya patah, tersumbat. Ada hadis Rasulullah Saw yang mengatakan, ”Nikah itu kuncinya rezeki.” Maka, seseorang yang berhubungan dengan lawan jenis pernikahan yang sah, maka kuncinya patah. Sebab salah satu kunci rezeki adalah pernikahan.
Saudaraku, secara berkelakar kami mengatakan, andai kemaluan laki-laki adalah kunci, dan kemaluan perempuan adalah pintu, maka kebayang ‘kan? Kebayang apa? Pintu yang dibuka paksa dengan kunci yang bukan kuncinya maka kuncinya pasti akan patah dan pintunya bisa rusak. Kalau kunci biasa bisa kita bikin lagi duplikatnya, kalau pintu yang biasa rusak bisa kita buat lagi pintunya, tapi bagaimana dengan kunci dan pintu yang dimaksud adalah kemaluan…? Dan kalau kunci rezeki yang rusak…? Memperbaikinya ke mana dan di mana….?
Inilah yang dimaksud dengan kunci patah. Artinya, kita sendiri yang mematahkan kunci rezeki kita sendiri. Terhadap pertanyaan, “di mana dan ke mana kita memperbaiki kemaluan dan kunci atau pintu rezeki yang rusak?” Maka jawabannya adalah ada di diri kita sendiri dan Allah. Kalau kita mau meminta ampun dan bertaubat kepada Allah, insya Allah kemaluan kita benar lagi, dan kunci atau pintu rezeki kita kembali normal. Insya Allah.
Si Bapak tersebut kini sudah tahu bahwa memang perzinaannya itulah yang membuat dirinya menjadi susah. Kini pun ia sudah tahu jawabannya, bahwa hidupnya, rezekinya, bisa kembali normal kalau ia mau meminta ampun kepada Allah. Insya Allah, tangisan bisa menjadi saksi penyesalan dan permohonan ampunnya kepada Allah.
Ia pun malu kepada istrinya dan juga bersyukur. Sebab, istrinya belum rusak pintunya (belum rusak kemaluannya). Ia berzina sebelum menikah dan bukan dengan istrinya. Pikirnya, celaka bila ia berzina dengan istrinya. Maka tidak ada lagi nafkah buat mereka, betapa pun rezeki sudah diatur Allah.
Ia pun bersyukur kepada Allah karena Dia mengingatkan dirinya dengan kesusahan tersebut. Kalau tidak, tentu dia akan lupa diri dan tidak mau bertaubat kepada-Nya. Karena, azab tidak selamanya buruk. Hukuman atau peringatan, adalah sarana untuk membersihkan diri (harta, jiwa, dan diri kita) dan agar kembali kepada-Nya.
وَلََذُِيقَ ََّ ُّىْ يِ ٌَ اهعَْذَابِ الأدْنََ دُونَ اهعَْذَابِ الألْبََِ هَعَوَّّ ُىْ يرَجِْعُْنَ ٢١
“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. As-Sajdah [32]: 21)
Hanya, kesadaran akan apa yang menjadi penyebab inilah yang kemudian bisa membuat kita segera keluar dari apa-apa yang kita namakan dengan kesulitan dan kesusahan.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Tuhan_Tidak_Pernah_Buta
#Kalung_Kesulitan_Karena_Perbuatan_Zina