Jabatan Ganda Ketua KPU Tanah Datar: Hadiah Pilkada atau Cacat Hukum?, hmi Sumbar Bongkar Dugaan Pelanggaran UU dalam Penunjukan Pansel BAZNAS di Tanah Datar oleh Bupati

Oleh: Fadhli Hakimi
Ketua Badan Koordinasi HMI Sumatera Barat

jendelakaba.com – Padang, 17 Agustus 2025, Sebuah keputusan janggal tengah mengusik rasa keadilan dan meresahkan publik di Kabupaten Tanah Datar. Di saat kepercayaan rakyat pada institusi negara sedang diuji, Bupati Eka Putra justru menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 100.3.3.2/k19/KESRA-2025 yang menunjuk Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tanah Datar sebagai anggota panitia seleksi (Pansel) Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).

Penunjukan ini bukan sekadar kelalaian administrasi. Ini adalah sebuah preseden buruk yang berpotensi cacat hukum, mencederai amanah publik, dan menggerus marwah dua lembaga terhormat sekaligus: KPU sebagai penjaga demokrasi dan BAZNAS sebagai pengelola dana umat.

Sebagai organisasi yang memegang teguh supremasi hukum, Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumatera Barat merasa terpanggil untuk menyuarakan masalah serius ini.
Membongkar Akar Masalah: Aturan yang Terang Benderang Dilanggar

Mari kita bicara fakta hukum, bukan asumsi. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah memasang rambu-rambu yang sangat tegas. Penunjukan Ketua KPU Tanah Datar sebagai Pansel BAZNAS jelas menabrak dua pasal krusial:

Pertama
Komitmen Penuh Waktu (Pasal 21 huruf k): Anggota KPU disyaratkan “bersedia bekerja penuh waktu.” Klausul ini adalah inti dari profesionalitas. Tugas kepemiluan yang kompleks dan menyita energi menuntut fokus total. Merangkap jabatan sebagai tim seleksi di lembaga lain adalah pengkhianatan nyata terhadap komitmen ini dan membuka celah konflik kepentingan.

Kedua
Larangan Rangkap Jabatan (Pasal 21 huruf j): Anggota KPU diharuskan “bersedia tidak menduduki jabatan di pemerintahan.” Perlu diingat, BAZNAS adalah lembaga pemerintah nonstruktural yang dibentuk berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011. Menjadi panitia seleksi di dalamnya jelas merupakan aktivitas rangkap jabatan yang dilarang keras oleh undang-undang.

Dua pasal ini adalah benteng integritas. Melanggarnya sama saja dengan meruntuhkan profesionalitas penyelenggara pemilu dan membiarkan potensi politisasi masuk ke lembaga zakat.

Menggugat Tanggung Jawab Bupati: Kelalaian atau Kesengajaan?

Lalu, siapa yang paling bertanggung jawab atas lolosnya figur yang secara hukum tidak memenuhi syarat ini? Jawabannya mengarah telak pada Bupati Tanah Datar.

Menurut UU No. 23 Tahun 2011, pembentukan tim seleksi BAZNAS adalah kewenangan penuh kepala daerah. Artinya, setiap nama yang tercantum dalam SK tersebut telah melalui meja Bupati.
Fakta ini memunculkan dua pertanyaan krusial:
Apakah Bupati dan jajarannya tidak melakukan verifikasi latar belakang calon tim seleksi sesuai amanat undang-undang?

Ataukah Bupati dengan sengaja mengabaikan larangan yang melekat pada jabatan anggota KPU yang sekaligus ketua demi mengakomodasi kepentingan tertentu?

Pilkada serentak 2024 baru saja usai. Wajar jika publik bertanya: Apakah penunjukan ini merupakan “ucapan terima kasih” terselubung dari Bupati kepada Ketua KPU Tanah Datar? Apapun alasannya, keputusan seorang kepala daerah tidak boleh menabrak undang-undang yang lebih tinggi.
Sikap Tegas HMI Sumatera Barat: Kembalikan Hukum pada Relnya

Kami tidak bisa diam saat aturan hukum dilecehkan secara terang-terangan. Oleh karena itu, Badan Koordinasi (Badko) HMI Sumatera Barat menuntut:

1. Bupati Kabupaten Tanah Datar untuk segera meninjau ulang dan MENCABUT SK Bupati Tanah Datar nomor 100.3.3.2/k19/Kesra2025 karena terbukti cacat hukum dan prosedural.

2. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk proaktif memeriksa dugaan pelanggaran kode etik dan undang-undang yang dilakukan oleh Ketua KPU Kabupaten Tanah Datar.

3. Amanah pengelolaan dana zakat umat harus dijalankan oleh individu berintegritas melalui proses yang suci dari kepentingan politik praktis. Begitu pula marwah KPU sebagai penjaga demokrasi harus tetap dijaga.

Jangan biarkan Tanah Datar menjadi panggung bagi preseden buruk yang merusak tata kelola pemerintahan dan meruntuhkan kepercayaan publik.