Ini Hukum Bukan Lego-Rakyat Menolak Hasil-Hasil Dari Revisi UU PILKADA Panitia Kerja Badan Legislasi DPR RI (Rabu, 21 Agustus 2024)

Oleh: Asep (Ketua Umum HMI Cabang Bangka Belitung)

Saat ini kembali ramai diperbincangkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) kembali diributkan disaat proses menuju pemilihan calon kepala daerah sedang berjalan oleh Badan Legislasi DPR RI

Ibarat kata “seperti menabur garam di atas luka”

Masih belum terlupakan bagaimana MK sempat menjadi pembicaraan hangat, setelah salah satu hakim MK harus dipecat dari jabatannya karena terbukti melanggar kode etik pada pedoman perilaku hakim terkait putusan batas usia Capres Cawapres 40 Tahun atau pengalaman menjadi kepala daerah.

Lalu pada proses pemilihan calon kepala daerah saat ini, usia lagi-lagi menjadi perbincangan hangat yang mana sebenarnya sudah jelas putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menolak permohonan mengenai ketentuan persyaratan batas usia , yang telah Final mengenai hal tersebut. Selain itu mengenai ambang batas pencalonan pada pemilihan kepala daerah (PILKADA) 2024 juga telah jelas tertuang dalam putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024.

Yang mengherankan adalah, apa maksud dan tujuan daripada Badan Legislasi DPR RI membentuk panitia kerja (PANJA) UU PILKADA yang membahas terkait revisi UU PILKADA pada, Rabu 21 Agustus 2024 dan kabarnya akan di sahkan pada Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis, 22 Agustus 2024 pukul 09.30 WIB sebagaimana Surat Undangan Rapat Paripurna Nomor: B/9827/LG.02.03/8/2024.

Hal ini dapat kita lihat, bagaimana betapa tergesa-gesa sekali wakil-wakil rakyat ini dalam merevisi sebuah kebijakan. Sangatlah hal yang wajar jika mengundang asumsi banyak pihak, terlebih lagi pada momen Pilkada yang saat ini prosesnya sedang berlangsung.

 

Yang dikhawatirkan adalah, hal ini dilakukan bukan berdasarkan atas kepentingan umum. Melainkan hanya untuk mengakomodir segelintir orang atau berdasarkan kepentingan pihak-pihak tertentu.

Bahkan dalam Undang-undang Dasar, Pasal 1 ayat (3), dengan jelas berbunyi:
“Negara Indonesia adalah Negara Hukum”

Dalam hemat saya, tindakan Badan Legislasi DPR RI dalam upaya merevisi UU PILKADA. Tidak mengindahkan amanat Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, dimana pasal tersebut berbunyi:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.

Sehingga dalam hemat say juga,  revisi daripada UU PILKADA tersebut juga memudarkan sifat putusan MK yang seharusnya bersifat final dan mengikat. Sebagaimana penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU 8/2011 menyebutkan bahwa putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan MK mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding).

Akibatnya Badan Legislasi DPR RI hari ini, atas tindakannya dalam berupaya merevisi UU PILKADA, seolah seperti hendak mengangkangi putusan-putusan MK tersebut. Juga atas hal ini pula nampak hukum di Indonesia seolah tidak ada artinya dan tampak hanya seperti alat politik untuk mencapai kekuasaan yang bisa diotak-atik semau-maunya dan ini sungguh miris. Ini, hukum bukan lego.

Oleh karena itu, dalam hal ini tentu saya sebagai masyarakat menolak upaya Badan Legislasi DPR RI untuk merevisi UU PILKADA.

Adapun secara logika dalam pemikiran saya secara pribadi, saya berasumsi jika peraturan penetapan usia calon kepala daerah adalah ketika pasangan calon kepala daerah dan wakilnya di tetapkan harus mecapai usia ketika dilantik dan justru bukan pada saat pendaftaran calon kepala daerah wakilnya mendaftarkan diri. Bagaimana jika ada pasangan calon kepala daerah dan wakilnya yang menang Pilkada, tapi usia nya masih belum memenuhi syarat ketika dilantik. Apakah harus pemilihan ulang?
Bukankah justru akan menimbulkan kegaduhan baru, atau setidaknya akan menambah kerjaan yang enggak seharusnya.

Jika berdasarkan asumsi di atas ketika ada calon kepala daerah dan calon wakilnya yang mendaftarkan diri dan memenuhi syarat lainnya tapi secara usia masih tidak memenuhi persyaratan ketika dilantik, mereka tidak salah walaupun mereka menang sekalipun. Sebab tidak ada yang mengatur persyaratan usia ketika mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. Mungkin asumsi ini sedikit nyeleneh, tapi ini salah satu dari beberapa hal yang membuktikan bahwa tidak adanya kepastian hukum yang mengikat jika diberlakukannya penetapan usia calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah baru harus mencapai ketentuan usia ketika dilantik dan bukan di awal ketika mendaftarkan diri sebagai calon.

Oleh karenanya dalam kondisi di momen PILKADA ini, terkait dengan kebijakan yang diambil saya harap Badan Legislatif DPR RI tidak tergesa-gesa dalam bertindak dan dalam memutuskan suatu peraturan.

Ibarat pepatah jangan sampai “karena nila setitik, rusak susu sebelanga”.

Sebab hari ini saya selaku rakyat juga jadi mempertanyakan dengan adanya peristiwa ini hari ini, wakil-wakil rakyat yang berada di Badan Legislatif DPR RI hari ini membela kepentingan hak keseluruhan rakyat atau membela kepentingan segelintir rakyat tertentu.

Saya juga berharap untuk Mahkamah Konstitusi (MK), agar selalu kuat dan dapat menjaga terus integritasnya.

Respon (8)

  1. I have to thank you for the efforts you’ve put in penning this site.
    I’m hoping to see the same high-grade blog posts from you later on as well.
    In fact, your creative writing abilities has inspired me to get my very own site
    now 😉

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *