IBU DAN LONCENG YANG BERSIMBAH DARAH

Khazanah

 

 

Oleh : Syaiful Anwar

Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh 

 

Alkisah, di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Sang ibu seringkali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya. Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk, yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam,  dan banyak lagi. Ibu itu sering menangis meratapi nasibnya yang malang. Namun, ia sering berdoa memohon kepada Tuhan. 

 

“Tuhan, tolong sadarkan anakku yang kusayangi, supaya tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertaubat sebelum aku mati.” 

 

Namun, semakin lama, si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya. Ia bahkan sudah sangat sering keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya. Suatu hari, ia kembali mencuri di rumah penduduk desa. Namun malang, dia tertangkap. Kemudian, dia dibawa ke hadapan raja untuk diadili dan dijatuhi hukuman pancung. Keputusan ini diumumkan ke seluruh desa. Hukuman akan dilakukan keesokan hari di depan rakyat desa dan tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi. 

Berita hukuman itu sampai ke telinga sang ibu. Dia menangis meratapi anak yang dikasihinya dan berdoa, “Tuhan, ampuni anak hamba, biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosanya.” 

 

Dengan tertatih-tatih, dia mendatangi raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan. Tapi, keputusan sudah bulat, anaknya harus menjalani hukuman. Dengan hati hancur, ibu kembali ke rumah. Tak hentinya dia berdoa supaya anaknya diampuni dan akhirnya dia tertidur karena kelelahan. Dan, dalam mimpinya ia bertemu dengan Tuhan. 

 

Keesokan harinya, di tempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong-bondong menyaksikan hukuman tersebut. Sang algojo sudah siap dengan pancungnya dan anak sudah pasrah dengan nasibnya. Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua dan tanpa terasa ia menangis menyesali perbuatannya. 

 

Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Sampai waktu yang ditentukan tiba, lonceng belum juga berdentang sudah lewat lima menit dan suasana mulai berisik. Akhirnya, petugas membunyikan lonceng datang. Ia mengaku heran karena sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada. Saat mereka semua sedang bingung, tiba-tiba dari lonceng itu mengalir darah. Darah itu berasal dari tempat di mana lonceng itu diikat. Dengan jantung berdebar-debar, seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah. 

Tahukah Anda apa yang terjadi? 

 

Ternyata, di dalam lonceng ditemukan tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul lonceng yang menyebabkan lonceng tidak berbunyi. Sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding lonceng. Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara, si anak meraung-raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan. Menyesali dirinya yang sudah menyusahkan ibunya. 

 

Ternyata, malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di lonceng. Memeluk besi dalam lonceng untuk menghindari hukuman pancung anaknya. 

 

Kasih ibu memang tak terkira. Betapapun anaknya jahat, ia tetap mengasihi anaknya sepenuh hidupnya. Apapun ia korbankan demi kesenangan dan kebahagiaan anaknya. Maka, seyogyanya kita sebagai anak membalas kebaikan orang tua kita semaksimal mungkin, sebagaimana maksimalnya kasih sayang orang tua terhadap kita, karena mereka adalah sumber kasih Tuhan bagi kita di dunia ini. 

 

#Syaiful_Anwar

#Fakultas_Ekonomi

#Universitas_Andalas

#Kampus2_Payakumbuh

#Energi_Cinta

#Ibu_dan_Lonceng_Yang_Bersimbah_Darah

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *