GMNI Sijunjung Gelar Dialog Literasi: Gen Z Didorong Melek Hoaks dan Literasi Hukum

Kepala Kejaksaan Negeri Sijunjung Rina Indawani, SH, CM, MM memaparkan Materi Didepan Peserta Literasi

Sijunjung – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sijunjung menggelar agenda dialog literasi yang menghadirkan sejumlah narasumber lintas bidang pada Sabtu (tanggal kegiatan). Acara yang dipandu Muhammad Ihsan sebagai MC sekaligus moderator ini menjadi ruang penting bagi generasi muda, khususnya Gen Z, untuk lebih peka terhadap bahaya hoaks dan pentingnya literasi hukum. Pada Sabtu 13 September 2025 di Sekre GMNI Sijunjung

Sebelum pembukaan, Ketua PC GP Ansor Sijunjung Fadhlur Rahman Ahsas menyerahkan tiga buku kepada Ketua DPC GMNI Sijunjung, Baiki Hakim. Buku tersebut antara lain “Minangkabau Dalam Batin Penyair” karya Ajip Rosidi, “Cerita Etnis Negara Serumpun” karya Free Hearty dan Handoko F. Zainsam, serta “Atomic Habits” karya James Clear.

Baiki Hakim menyampaikan apresiasinya dan menegaskan bahwa ini adalah kegiatan perdana yang dihasilkan kepengurusannya.

Arif Ramanda Kurnia Jurnalis Tribune Padang

Dialog dibuka dengan pemaparan Kepala Kejaksaan Negeri Sijunjung, Rina Indawani, yang menekankan bahwa literasi bukan sekadar membaca, tetapi juga pemahaman atas situasi terkini. Ia mengingatkan agar masyarakat berhati-hati terhadap penyebaran hoaks, terutama yang bisa dijerat Undang-Undang ITE dengan ancaman enam tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

“Cek dulu sumber berita, gunakan aplikasi cek fakta, jangan asal sebar. Kalau terbukti hoaks, bisa kena pasal penyebaran informasi palsu,” tegas Rina.

Sesi berikutnya, Vivi Hendrita, dosen agro industri, menyoroti tantangan literasi di kalangan Gen Z. Ia menilai generasi ini kerap menjadikan apapun sebagai konten, namun minim kesadaran dampak positif atau negatifnya.

“Gen Z perlu memperkaya literasi hukum. Indonesia bahkan tercatat sebagai salah satu negara dengan angka penyebaran hoaks tertinggi di dunia. Jangan biarkan jemari kita jadi sumber masalah,” ujarnya.

Ia juga mencontohkan kasus di Nepal, di mana hoaks mampu memicu kerusuhan dan kehancuran sosial.

Sementara itu, Arif Ramanda Kurnia dari Jurnalis Tribune Padang menegaskan peran penting jurnalis dalam melawan hoaks. Ia menjelaskan ciri-ciri berita palsu, mulai dari judul provokatif, minim data, hingga foto yang dimanipulasi.

“Media yang berpegang pada Kode Etik Jurnalistik tidak akan menyebarkan isu provokatif. Anak muda harus bijak menyaring informasi, jangan asal salin-tempel lalu sebar,” terang Arif.

Dalam sesi tanya jawab, Prima dari komunitas Sijunjung Muda Berkarya menanyakan contoh bahasa provokatif. Arif menjawab, kalimat yang mengandung unsur hasutan, caci maki, atau tujuan memperkeruh suasana biasanya menjadi indikator berita menyesatkan.

Kegiatan ditutup dengan penyerahan cenderamata untuk narasumber, sesi foto bersama, serta penempelan catatan kesimpulan literasi oleh peserta di papan sterofoam.

Dialog ini menegaskan bahwa literasi bukan hanya milik akademisi, tetapi juga menjadi bekal penting bagi Gen Z dalam menghadapi arus deras informasi digital yang sarat manipulasi.