BOLEH JADI ITU AMAT BAIK BAGIMU 

Khazanah

 

 

Oleh : Syaiful Anwar

Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh 

 

نُخبَِ غَيَيسُْ ًُ اىلِْخَالُ وَْ ُ َٔ نُرَْهٌ  ىَسُ ًْ وغََسََ أنَْ حسَْرَْ ُ ا شَيئًْا وَْ ُ َٔ خَيٌَْ ىَسُ ًْ وغََسََ أنْ تَُتَِّ ا شَيئًْا وَْ ُ َٔ شٌََّ ىَسُ ًْ وَاللٍّهُ حَػْيَ ًُ وَأجْخُ ًْ لا تَػْيٍَ ُٔنَ  217  

“Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu  tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216) 

Allah memelihara manusia bukan saja dengan kegembiraan  tetapi juga dengan kesedihan. Allah mengurus kita tidak hanya dengan kenikmatan tetapi juga dengan penderitaan.  Sebagai pencipta makhluk, Allah adalah Zat yang paling mengenal manusia hingga pada hal-hal yang baik atau yang buruk bagi manusia. Allah memelihara makhluk-Nya. Allah memelihara manusia bukan saja dengan kegembiraan tetapi juga dengan kesedihan. Allah mengurus kita tidak hanya dengan kenikmatan tetapi juga dengan penderitaan. Tujuannya supaya kita bisa mencapai perkembangan yang baik. Orangorang yang tidak pernah dipelihara dengan penderitaan biasanya tidak berkembang ke arah kesempurnaan.  

Kesusahan dan kesulitan yang menimpa manusia tidak selalu harus disikapi dengan keluh kesah, karena setiap kesulitan belum tentu jelek akibatnya. Bisa jadi, kesulitan yang dihadapi manusia justru membawa kebaikan dan hikmah yang positif.  

Ada sebuah ungkapan, “sometimes accident is not accident at all.” Kadangkala kecelakaan itu sama sekali bukan  kecelakaan. Kesulitan itu sama sekali bukan kesulitan. Umar bin Khaththab r.a pun pernah berkata, “Aku tidak peduli atas keadaan susah dan senangku, karena aku tidak tahu manakah di antara keduanya itu yang lebih baik bagiku.” Dari  kalimat itu terlihat benar ketenangan dan  kedamaian  jiwa  yang  dimiliki  Umar bin Khaththab karena pemahaman yang baik dan kokohnya keyakinan pada Allah. Keyakinan bahwa Allah yang paling tahu, apa yang  terbaik bagi hamba-Nya. Bahwa Allah adalah Peng-hulu kasih sayang dan kebijaksanaan. Dan  bahwa beserta kesulitan ada kemudahan.  

Banyak kesulitan dalam hidup ini. Banyak pula manusia yang gagal karenanya. Tak ada perjalanan hidup yang seratus  persen  mulus. Tetapi Allah menegaskan bahwa di dalam kesulitan itu ada unsur-unsur kemudahan. Ia bahkan tidak mengatakan “Sesudah kesulitan ada kemudahan” tapi “sungguh, beserta kesulitan ada kemu-dahan.” (QS. Al-Insyirah : 5-6) 

Ayat  itu  bahkan diulang dua kali dalam satu surat, yang menunjukkan sebuah penegasan. Dengan meng-gunakan logika terbalik, kita bisa menghayati dan merasakan, bahwa unsurunsur yang ada pada kesulitan itu pada saat yang sama ada yang menjadi simpul-simpul jalan bagi  kemudahan  yang  datang menyertainya. Atau bahkan jika kita cermati, secara tersirat kita dapati bahwa kesulitan bisa  menjadi  pintu mendatangkan kemudahan. 

Contoh  mudah saja. Begitu banyak orang, saat mela-mar suatu pekerjaan, berharap untuk mendapatkan panggilan tes. Karena mendapatkan panggilan tes adalah salah  satu  pintu yang jika bisa melewatinya maka akan bisa diterima sebagai pegawai.  Jika tidak mendapatkan pang-gilan tes, bisa jadi si pelamar tidak layak atau telah tersisih dengan kandidat lain. Tes di sini bisa menjadi analog bagi sebuah  kesulitan  yang harus dilewati. Sedangkan mendapatkan pekerjaan atau diterima sebagai pegawai bisa menjadi  analog  bagi  kemudahan. 

Mungkin sejauh ini kebanyakan manusia belum meresapi atau menemukan ’formula’ ini karena mem-persepsi  kesulitan  sebagai  hal yang negatif. Sedangkan bagi orang-orang yang terbiasa bertafakur, kadangkala doa ”Allah, beri aku duka” adalah hal yang biasa. Karena dengan duka atau kesulitan itu bisa lebih mendekatkan dirinya dengan Allah, sehingga Allah pun senantiasa ’melihat’nya. Bagi mereka kesulitan adalah kebahagiaan, kemudahan adalah bagian dari kebahagiaan. Mereka memahami bahwa apapun ketetapan Allah adalah bagian dari kasih-Nya. Bagian dari cara Allah untuk membawa manusia ke dalam keadaan dan derajat yang lebih baik. Apapun–baik tentang  kemudahan ataukah kesulitan- ujungnya akan selalu dijumpai ’wajah’ Allah saja. Karena mereka telah menemukan-Nya.  

Bagi  orang-orang yang ‘menemukan’ Allah sangatlah pantas mendapatkan kemenangan. Yaitu jika seseorang mampu menemukan maksud Allah atas kesulitannya, sehingga  dia  bersabar.  

 

 ي اَ أَحَّٓ َا الٍَِّّي ََ آٌ َ ُِ ا اصْبُِِوا وَصَاةرُِوا وَرَاةػُِ ا وَاتٍّلُ ا ا للٍّهَ 200    ىػََيٍّسُ ًْ تُفْيحُِٔنَ

Hai orang-orang yang beriman, berlakulah sabar dan perkuat kesabaran diantara sesama kalian, dan bersiagalah kalian serta bertakwalah kepada Allah, supaya kalian memeroleh kemenangan.”(QS. Ali Imran: 200).  

Dengan kata lain kesulitan justru bisa menjadi satu kesempatan untuk menang. Tentu saja jika orang tersebut bersabar. Dalam sebuah hadis qudsi telah dituturkan, “Apabila telah Kubebankan kemalangan (bencana) kepada salah seorang hamba-Ku pada badannya, hartanya, atau anaknya, kemudian ia menerimanya dengan sabar yang sempurna, Aku merasa enggan menegakkan timbangan baginya pada hari kiamat atau membukakan buku catatan amalan  baginya.”(HR. Ad-Dailamiy, dari Anas ) 

Dan orang-orang yang menemukan hakikat kesulitan inilah, yang kemudian ‘ketagihan’ akan kemenangan. Orangorang seperti ini dalam dunia motivasi disebut dengan The Climbers (para pendaki). Mereka adalah orang-orang yang beristirahat sejenak setelah selesai satu pekerjaannya, lalu akan berkemas lagi memulai pekerjaan baru (faidzâ faraghta fanshab, wa ilâ rabbika farghab). Dengan  kesadaran  akan  tantangan dan kesulitan baru yang akan mereka jumpai. Dan tentu saja dengan kesadaran akan  banyaknya pertolongan Allah atau kemudahan yang  ternyata  turut menyertai.

Contoh yang terdahsyat dari para Climbers, adalah Rasulullah. Allah menawarkan pada beliau, seluruh bumi dijadikan emas dan diserahkan kepada beliau. Tapi, apa yang Rasulullah pilih? Beliau memilih jalan yang dianggap ‘aneh’ oleh sebagian besar orang. Seorang kepala negara, tidur beralaskan rerumputan kasar lagi membekas di punggungnya, tidak makan sebelum yang lain makan, tidak mengambil fasilitas dan harta rampasan perang, tidak menyisakan harta di hari wafatnya karena diserahkan dijalan perjuangan. Beliau adalah seorang sederhana yang penuh cinta dalam pendakian 23 tahun tanpa henti dengan hasil yang sekarang bisa kita nikmati.

 

#Syaiful_Anwar

#Fakultas_Ekonomi

#Universitas_Andalas

#Kampus2_Payakumbuh

#21_Pesan_Alqur’an

#Bole_Jadi_Itu_Amat_Baik_Bagimu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *