BANK UMUM DAN BANK PERKREDITAN RAKYAT

Ekonomi

 

 

Oleh : Syaiful Anwar

Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh 

 

Bank Umum

Sejarah Bank Umum.

Bank pertama kali didirikan dalam bentuk seperti sebuah firma pada umumnya pada tahun 1690, pada saat kerajaan Inggris berkemauan merencanakan membangun kembali kekuatan armada lautnya untuk bersaing dengan kekuatan armada laut Perancis akan tetapi pemerintahan Inggris saat itu tidak mempunyai kemampuan pendanaan kemudian berdasarkan gagasan William Patersonyang kemudian oleh Charles Montagu direalisasikan dengan membentuk sebuah lembaga intermediasi keuangan yang akhirnya dapat memenuhi dana pembiayaan tersebut hanya dalam waktu duabelas hari.

Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian usaha perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang. Perkembangan perbankan di Asia, Afrika dan Amerikadibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun benua Amerika. Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat penukaran uang.Dalam perjalanan sejarah kerajaan pada masa dahulu penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dnegan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan namaPedagang Valuta Asing (Money Changer).Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan. Awal mulanya memang pekerjaan bank sebagai pedagang uang, yaitu  menjual dan membeli mata uang logam (perak dan emas). Lambat laun keberadaan bank dapat menjadi tempat penitipan logam mulia untuk menjaga keamanan.

Sebagai bukti penyimpanan/penitipan logam mulia tersebut, pihak pedagang memberi surat bukti atas penitipannya yang disebut nita emas smith(Gold Smith Note) atau uang giral. Berikutnya kegiatan perbankan bertambah dengan kegiatan peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali kepada masyarakatyang membutuhkannya, Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam misalnya tabungan haji, pembayaran pajak, pembayaran rekening listrik, air dan lain sebagainya.  Lama kelamaan meja2 tersebut berubah menjadi bangunan yang bisa kita sebut dangan BANK. “ jadi pengertian bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberi kredit, dan jasa  lalu lintas keuangan dan peredaran uang”. 

Pengertian Bank Umum.

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998:

  1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
  2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
  3. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

 

Secara umum pengertian Bank umum adalah lembaga keuangan yang paling penting dalam suatu negara dilihat dari jumlah asetnya. Pengertian lain dari bank umum, yaitu Bank umum adalah bank yang hanya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak yang berorientasi laba secara konvesional.

 

Kelembagaan Bank

Lembaga keuangan terbagi menjadi 2, yaitu :

  1. Bank Umum :

Bank Umum menurut Undang-undang RI Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana diperbaharui dengan UU nomor 10 Tahun 1998, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

       1. 1. Bank Umum Konvensional

Bank umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh wilayah. Bank umum sering disebut bank komersil (commercial bank)

Kegiatan-kegiatan Bank Umum Konvensional

  1. a) Menghimpun dana dari masyarakat (Funding) dalam bentuk :
  2. b) Menyalurkan dana ke masyarakat (Lending)
  3. c) Memberikan jasa-jasa bank lainnya (Services)

Bentuk badan hukum Bank Umum Konvensional

  1. A) Perusahaan Perseroan (Persero)
  2. B) Perseroan Daerah (PD)
  3. C) Koperasi
  4. D) Perseroan Terbatas (PT).

        1.2. Bank Umum Syariah

Bank Umum Syariah adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah adalah BPR yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembayaran kegiatan usaha, atau kegiatan lain yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Berdasarkan bentuk hukumnya bank dapat berupa perseroan terbatas, perusahaan daerah atau koperasi

      2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) :

Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

        2.1. BPR Konvensional

Kegiatan BPR Konvensional

  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memberikan kredit.
  • Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada bank lain.

           2.2. BPR Syariah

Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah :

  • Menerima simpanan dana dari masyarakat dalam bentuk.
  • Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah
  • Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah
  • Bentuk lain berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah
  • Menyalurkan dana melalui :
  1. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip :

                         # murabahah

                         # istishna

                         # ijarah

                         # salam

       2. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil meliputi :

                        #  mudharabah

                        #  musyarakah

                        #  bagi hasil lainnya.

  • BPRS dapat bertindak sebagai lembaga baitul ma’al yaitu menerima dana berasal dari zakat, infaq, shadaqah, waqaf hibah atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman kebajikan (qardh-ul hasan).
  • Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPRS sesuai dengan Prinsip Syariah.

Fungsi Bank Umum

Pada umumnya fungsi bank umum adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam berbagai bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Secara lebih terperinci fungsi bank umum adalah sebagai berikut :

  1. Meyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi.
  2. Menciptakan uang.
  3. Menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat.
  4. Menawarkan jasa-jasa keuangan lainnya.
  5. Menyalurkan kredit.
  6. Bank umum harus mampu menarik dana masyarakat sebanyak mungkin. Kemampuan menarik dana masyarakat ini merupakan persoalan tersendirikarena selalu berhadapan dengan biaya yang harus dikeluarkan dalam rangka penarikan dana tersebut.

Tugas Bank Umum

Tugas dan usaha Bank diarahkan kepada perbaikan ekonomi rakyat dan pembangunan ekonomi nasional dengan jalan melakukankan usaha bank umum dengan mengutamakan :

  1. pemberian kredit kepada sektor koperasi, tani dan nelayan yang melingkupi :

membantu perkembangan koperasi, terutama dalam bidang pertanian dan perikanan. membantu kaum tani dan nelayan yang belum tergabung dalam koperasi, untuk mengembangkan usaha-usahanya dalam bidang pertanian dan perikanan, dan mendorong serta membimbing kearah usaha bersama atas azas sendi perkoperasian.

        2. Membantu rakyat yang belum tergabung dalam koperasi dan menjalankan kegiatan dalam bidang kerajinan, perindustrian rakyat, perusahaan rakyat dan perdagangan kecil.

         3. Pemberian bantuan terhadap usaha Negara dalam rangka pelaksanaan politik agrarian.

         4.Pemberian bantuan terhadap usaha Pemerintah dalam pembangunan masyarakat desa.

         5. Pembinaan dan pengawasan bank desa, lumbung desa, bank pasar dan bank-bank sejenis lainnya berdasarkan petunjuk dan pimpinan Bank Indonesia.

Kredit Pasif Dan Kredit Aktif

  1. Kredit aktif

         A. Kredit Rekening Koran (R/K)

Bank memberikan pinjaman kepada langganan (nasabah) yang dapat diambil sebagian-sebagian sesuai dengan kebutuhan. Jaminan kredit rekening koran adalah surat-surat berharga, barang-barang yang ada dalam gudang peminjam, dan penyerahan barang-barang bergerak atau tidak bergerak.

Kredit rekening koran merupakan kredit yang penyediaan dananya dilakukan melalui pemindahbukuan. Bank akan memindahkan kredit tersebut kedalam rekening giro nasabah, sedangkan penarikannya dilakukan dengan menggunakan sarana berupa cek, bliyet giro atau surat pemindahbukuan.

Kredit rekening koran ini menguntungkan bagi bank, maupun debitur. Keuntungan bagi debitur adalah debitur hanya membayar bunga sebesar presentase  tertentu dikalikan dengan kredit yang telah ditarik, sehingga beban bunga nasabah menjadi lebih kecil dan efesien.

B.  Kredit Reimburs

Kredit reimburs (letter of credit) adalah pinjaman yang diberikan kepada langganan (nasabah) atas pembelian sejumlah barang, dan yang membayar adalah bank. misalnya, A di Jakarta membeli barang dan B di Medan. Atas permintaan A kepada bank, bank membayar lebih dahulu harga barang kepada B. Jika barang sudah tiba di tempat A kemudian dijual, maka hasil penjualan diserahkan kepada bank sesuai dengan jumlah pembayaran bank kepada B

C.  Kredit Aksep

Kredit aksep adalah pinjaman yang diberikan kepada anggaran (nasabah) dengan mengeluarkan wesel. Wesel ini dapat diperdagangkan.

         D. Kredit Dokumenter

Kredit dokumenter adalah pinjaman yang diberikan kepada langganan (nasabah), setelah nasabah menyerahkan dokumen pengiriman barang yang telah disetujui oleh kapten kapal yang mengangkut barang tersebut. Penjual dalam hal ini baru dapat menerima pembayaran setelah menyerahkan dokumen bukti-bukti pengiriman barang yang lazim disebut konosemen. Kredit dokumenter ini hanya dapat dilakukan antar kota (interlokal), antar pulau (interinsuler) dan antar negara (internasional).

          E.  Kredit den gan Jaminan Surat-surat Berharga

Kredit dengan jaminan surat-surat berharga adalah pinjaman yang diberikan kepada langganan (nasabah) untuk membeli surat-surat berharga, dan sekaligus surat-surat berharga tersebut berlaku sebagai jaminan (untuk penjelasan selanjutnya lihat sub unit mengenai kredit).

  1. Kredit Pasif
  1. Giro. Giro adalah simpanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran dan penarikannya hanya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau bilyet giro (giro = giral).
  2. Deposito Berjangka. Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu, misalnya 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, atau 12 bulan.
  3. Sertifikat Deposito. Sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti penyimpanannya dapat diperdagangkan.
  4. Tabungan. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya tidak terikat pada jangka waktu tertentu.
  5. Deposit on Call.  Deposit on call adalah simpanan tetap yang berada di bank selama deposan (pemilik deposito) tidak membutuhkannya. Jika akan mengambil simpanan, deposan Iebih dahulu harus memberitahukannya kepada bank.
  6. Deposito Automatic Roll Over. Deposito automatic roll over adalah deposito yang sudah jatuh tempo tetapi belum ditarik oleh deposan dan bunganya Iangsung diperhitungkan secara otomatis.

Sejarah Bank Perkreditan Rakyat.

Sejarah lembaga perkreditan rakyat dimulai pada masa kolonial Belanda pada abad ke-19 dengan dibentuknya Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa, dengan tujuan membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi.

Pasca kemerdekaan Indonesia, didirikan beberapa jenis lembaga keuangan kecil dan lembaga keuangan di pedesaan seperti Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan mulai awal 1970an, Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah.


Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.7 tentang Perbankan tahun 1992 (UU No.7/1992 tentang Perbankan), BPR diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum.

Sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dapat menyesuaikan kegiatan usahanya sebagai bank. Selain itu, dinyatakan juga bahwa lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Selanjutnya PP No.71/1992 memberikan jangka waktu sampai dengan 31 Oktober 1997 bagi lembaga-lembaga keuangan tersebut untuk memenuhi persyaratan menjadi BPR. Sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, tidak seluruh lembaga keuangan tersebut dapat dikukuhkan sebagai BPR karena tidak dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan.


BPR yang didirikan sesudah PAKTO 1988 maupun Lembaga Keuangan yang dikukuhkan menjadi BPR sesuai dengan PP No.71/1992, tunduk pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perbankan dan peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas bank. Khusus Badan Kredit Desa (BKD), meskipun lembaga tersebut sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, diberikan status sebagai BPR, namun karena organisasi dan manajemennya relatif sederhana, lingkup usahanya sangat kecil, serta operasionalnya tidak setiap hari, maka pengaturan dan pengawasan terhadap BKD pun tidak dapat disamakan dengan BPR.

Dengan mempertimbangkan karakteristik yang spesifik, jumlah dan sebarannya serta secara historis sebelum PAKTO 1988 pengawasan BKD dibawah kewenangan BRI maka pengawasan BKD dilakukan oleh BRI untuk dan atas nama Bank Indonesia.

Pengertian Bank Perkreditan Rakyat

BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentukdeposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR.

Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, makd keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan can keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persya-ratan dan tatacara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Sejarah Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Sejarah terbentuknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berakar sejak jaman penjajahan Belanda, Perkreditan Rakyat di Indonesia dimulai sejak abad 19 dengan berdirinya Bank Kredit Rakyat (BKR) dan Lumbung Desa, yang dibangun dengan tujuan membantu para petani, pegawai, dan buruh agar dapat melepaskan diri dari jeratan para lintah darat (rentenir) yang membebankan dengan bunga sangat tinggi.

Pada masa Pemerintahan Koloni Belanda, Perkreditan Rakyat dikenal masyarakat dengan istilah Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa, yang saat itu hanya ada di Jawa dan Bali. Th.1929 berdiri badan yang menangani kredit di pedesaan yaitu, Badan Kredit Desa (BKD) yang terdapat di pulau Jawa & Bali, sementara untuk Pengawasan dan Pembinaan, Pemerintah Kolonial Belanda membentuk Kas Pusat dan Dinas Perkreditan Rakyat, dengan nama lembaga yaitu Instansi Kas Pusat (IKP).

Setelah Indonesia merdeka, Pemerintah mendorong pendirian bank-bank Pasar yang terutama sangat dikenal karena didirikan dilingkungan pasar dan bertujuan untuk memberikan pelayanan jasa keuangan kepada para pedagang pasar. Bank-bank Pasar tersebut kemudian berdasarkan Pakto 1988 dikukuhkan menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sejak itu BPR di Indonesia tumbuh dengan subur.

Bank-bank yang didirikan antara 1950-1970 didaftarkan sebagai Perseroan Terbatas (PT), CV, KOPERASI, MASKAPAI ANDIL INDONESIA (MAI), YAYASAN, DAN PERKUMPULAN.

Pada masa tersebut berdiri beberapa lembaga keUangan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah ; Bank Karya Produksi Desa (BKPD) di Jawa barat, Badan Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah, Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) di Jawa Timur, Lumbung Pitih Nagari (LPN) di Sumatera Barat, dan Lembagai Perkreditan Desa (LPD) di Bali.

Pada tangal 27 Oktober 1988 Pemerintah menetapkan kebijakan diregulasi PerBankan yang dikenal sebagai Pakto 88, sebagai kelanjutan dari Pakto 88, Pemerintah mengeluarkan beberapa Paket ketentuan dibidang perbankan yang merupakan penyempurnaan ketentuan sebelumnya. Sejalan dengan itu, Pemerintah menyempurnakan UU No.14 Th.1967, .

Tentang pokok-pokok perbankan, dengan mengeluarkan undang-undang No.7 Th.1992 tentang perbankan. Undang-undang tersebut disempurnakan lebih lanjut dalam Undang-undang No.10 th.1998. Dalam undang-undang ini secara tegas ditetapkan bahwa jenis Bank di Indonesia adalah Bank Umum & Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Bank ; Badan Usaha yang menghimpun Dana dari Masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Bank Umum ; Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ; Bank yang melaksanakn kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Berawal dari rasa keinginan untuk membantu dan mensejaterakan para petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat para pelepas uang (rentenir) yang selalu memberikan kredit dengan bunga tinggi,maka dengan itu lembaga perkreditan rakyat mulai didirikan. Sekilas ini dapat dipaparkan runtutan sejarah pendirian BPR di indonesia:

  1. Abad ke-19 : dibentuklah Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, serta Bank Dagang Desa. Pasca kemerdekaan Indonesia: didirikan Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD)
  2. Awal 1970an : Kemudian didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah.
  3. 1988 : Kemudian pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 yaitu (PAKTO 1988) melalui adanya Keputusan Presiden RI No.38 yang telah menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut telah memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR
  4. 1992 : Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, BPR telah diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum yang ada di indonesia.
  5. PP No.71/1992 Sebagai lembaga Keuangan bukan bank yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan serta lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang telah dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan serta tata cara yang telah ditetapkan untuk menjadi BPR dalam jangka waktu hingga dengan 31 Oktober 1997.

Landasan Hukum BPR ialah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan membuat UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas telah disebutkan bahwa BPR adalah Bank yang melaksanakan segala kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil serta masyarakat di daerah pedesaan pada dasarnya. Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas maupun Perusahaan Daerah, atau Koperasi.

Kegiatan Usaha BPR

  1. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan BPR
  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memberikan kredit.
  • Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),seperti deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada Bank lain.

     2. Kegiatan usaha yang tidak dapat dilakukan oleh BPR

  • Menerima jenis simpanan berupa giro dan ikut serta dalam melakukan lalu lintas pembayaran.
  • Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pelaku pedagang valuta asing (dengan izin Bank Indonesia).
  • Melakukan penyertaan modal.
  • Melakukan usaha perasuransian.
  • Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada butir 1

 

Fungsi ,Tujuan, Dan Sasaran BPR

Penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha, pemerataan pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para pelepas uang (rentenir dan pengijon).

  1.  Kegiatan Usaha BPR

Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah :

  1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  2. Memberikan kredit.
  3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
  4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.

  Kegiatan Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR.

 

     2. Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah :

  • Menerima simpanan berupa giro.
  • Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
  • Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
  • Melakukan usaha perasuransian.
  • Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

 

      3. Alokasi Kredit BPR

Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu :

  1. Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
  2. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
  3. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

 

Ketentuan Kelembagaan

  1. Perijinan BPR
  • Usaha BPR harus mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat diatur dengan undang-undang tersendiri. Ijin usaha BPR diberikan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
  1. Bentuk Hukum BPR

Bentuk hukum BPR dapat berupa Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik Daerah), Koperasi Perseroan Terbatas (berupa saham atas nama), dan bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

  1. Kepemilikan BPR
  • BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, dan pemerintah daerah. BPR yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku. BPR yang berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama.

Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. Merger dan konsolidasi antara BPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat ijin Merited Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan clengan Peraturan Pemerintah.

 

Pembinaan dan Pengawasan BPR

Pengawasan Bank Indonesia terhadap BPR meliputi :

  1. Pemberian bantuan dan layanan perbankan kepada lapisan masyarakat yang rendah yang tidak terjangkau bantuan dan layanan bank umum, yaitu dengan memberikan pinjaman kepada pedagang/pengusaha kecil di desa dan di pasar agar tidak terjerat rentenir dan menghimpun dana mayarakat.
  2. Membantu pemerintah dalam ikut mendidik masyarakat guna memahami pola nasional dengan adanya akselerasi pembangunan.
  3. Penciptaan pemerataan kesempatan berusaha bagi masyarakat.

Dalam melakukan pengawasan akan terjadi beberapa kesalahan, yaitu :

  • Organisasi dan sistem manajemen, termasuk di dalamnya perencanaan yang ditetapkan.
  • Kekurangan tenaga trampil dan profesional.
  • Mengalami kesulitan likuiditas.
  • Belum melaksanakan fungsi BPR sebagaimana mestinya (sesuai UU).

 

  1. Pengaturan dan Pembagian Tugas BPR, KUD, dan BRI
  1. BPR yang terdapat di daerah pedesaan sebagai pengganti Bank Desa, kedudukannya ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan penggabungan Bank Desa yang ada dan kegiatannya diarahkan kepada layanan kebutuhan kredit kecil untuk pengusaha, pengrajin, pedagang kecil, atau kepada mereka yang tinggal dan berusaha di desa tersebut tetapi tidak atau belum menjadi anggota KUD dan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  2. KUD bekerja sebagai lembaga perkreditan kecil di desa yang memberikan pinjaman kepada petani, peternak, dan nelayan yang menjadi anggotanya. Dana untuk pemberian kredit berasal dari dana yang dihimpun dari anggota KUD dan kredit yang disalurkan oleh BRI dan BI.
  3. BPR yang terdapat di daerah perkotaan adalah Bank Pasar, Bank Pegawai, atau bank yang sejenis yang melayani kebutuhan kredit pengusaha dan pedagang kecil di pasar dan di kampung. Sumber pembiayaan kredit ini adalah berasal dari dana masyarakat yang dihimpun dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  4. BRI melayani langsung kredit yang relatif besar atau kredit yang dipinjamkan kepada pengusaha menengah di pedesaan atau di perkotaan.

 

  1. Pendirian BPR Syari’ah
  2. Bentuk Hukum (Pasal 1) ; 1. Perusahaan daerah, 2. Koperasi, 3. Perseroan Terbatas
  3. Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah hanya dapat didirikan oleh: 1. Warga Negara Indonesia, 2. Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga Negara Indonesia, 3. Pemerintah daerah, 4. Warga Negara Indonesia, badan hukum Indonesia, atau pemerintah daerah.
  4. Modal Bank (pasal 3); Untuk mendirikan BPR Syari’ah diperlukan modal disetor sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
  5. Lokasi Usaha Bank (pasal 4) ;Usaha BPR Syari’ah dapat dijalankan di kecamatan dan desa-desa, ibu kota daerah tingkat I dan II (DATI I dan II). 

Organisasi/Manajemen BPRS

Menurut pengurusan pasal 19 SK DIR BI 32/36/1999, kepengurusan BPR Syari’ah terdiri dari Dewan Komisaris dan Direksi. Suatu BPR Syari’ah wajib pula  memiliki Dewan Pengawas Syari’ah yang berfungsi mengawasi kegiatan BPRS. Jumlah anggota Dewan Komisaris BPRS harus sekurang-kurangnya satu orang. Sedangkan direksi BPRS sekurang-kurangnya harus berjumlah dua orang.

Kendala Perkembangan BPR Syari’ah

  1. Kiprah BPRS kurang dikenal masyarakat sebagai BPR yang berprinsipkan syari’ah bahkan beberapa pihak menganggap BPR Syari’ah sama dengan BPR konvensional.
  2. Upaya untuk meningkatkan profesionalitas kadang terhalang rendahnya sumber daya yang dimiliki oleh BPR Syari’ah sehingga proses BPR Syari’ah dalam melakukan aktivitasnya cendrung lambat.
  3. Kurang adanya koordinasi antara BPR Syari’ah, sebagai lembaga keuangan yang mempunyai tujuan syi’ar Islam tentunya mempunyai langkah koordinasi dalam rangka mendapatkan strategi yang terpadu dapat dilakukan guna mengangkat ekonomi masyarakat.

 

Strategi Pengembangan BPR

  1. Langkah-langkah untuk mensosialisasikan keberadaan BPR Syari’ah, bukan saja

          produknya tetapi juga sistem yang digunakannya perlu diperhatikan.

  1. Usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas SDM dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan mengenai lembaga keuangan syari’ah serta lingkungan yang mempengaruhinya.
  2. Melalui pemetaan potensi dan optimasi ekonomi daerah akan diketahui beberapa besar kemampuan BPR Syari’ah dan lembaga keuangan syariah yang lain dalam mengelola sumber-sumber ekonomi yang ada.

 

#Syaiful_Anwar

#Fakultas_Ekonomi

#Universitas_Andalas

#Kampus2_Payakumbuh

#Belajar_Ekonomi

#Bank_dan_LKBB

#Bank_Umum_dan_BPR

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *