Akankah Nasdem dan PKB Bakal Gabung Koalisi Prabowo? Begini Analisis SADARI

Jendelakaba.com — Lembaga Strategic And Data Analytics Research Institute (SADARI) memperkirakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dinilai memiliki kecenderungan akan bergabung ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) jika pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menang pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Pengamat Strategic And Data Analytics Research Institute (SADARI) B. J Pasaribu memaparkan, Analisa terkini Prabowo dan Gibran unggul dibanding dua kompetitornya dalam hasil hitung cepat atau quick count sejumlah lembaga survei.

“Prabowo dan Gibran unggul dibanding dua kompetitornya dalam hasil hitung cepat atau quick count sejumlah lembaga survei dari hasil real count terakhir KPU 59,9%,” tukas B. J Pasaribu saat berbincang santai di kantor redaksi Rapos, Selasa (27/2/2024

Di sisi lain, imbih B. J Pasaribu, kubu Prabowo-Gibran mulai memberikan sinyal bakal melobi pihak rivalnya dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dinilai memiliki kecenderungan akan bergabung ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) jika calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka menang pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Pihak Prabowo dan Gibran pun mulai memberikan sinyal untuk melobi pihak rivalnya dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. “PKB dan Nasdem punya kecenderungan,” papar B. J Pasaribu Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Strategic And Data Analytics Research Institute (SADARI)

B. J Pasaribu juga memberikan analisa pembanding terkait dengan dengan dinamika di Tim Pemenangan Ganjar-Mahfud yang dinilai memiliki strategi yang berbeda. TPN Ganjar mencoba memindahkan medan tempur ke Senayan.

“Strategi ini ditandai dengan ‘simulasi’ dan ‘mitigasi’ penggunaan hak angket maupun interpelasi,” urainya.

Sementara di ruang lain, lanjut B. J Pasaribu, korelasi antara Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dengan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) — dua saudara sepupu trah Denanyar mulai terlihat di sela-sela PKB mereguk elektoral melebihi pemilu-pemilu sebelumnya.

Nah, SADARI mencoba menyajikan analisis tentang dinamika kontemporer PKB paska pemilu 2024.Kemana arah ‘angin politik’ PKB?

Dari sisi perluasan captive market Jawa barat, DKI, Banten, Sumatera Barat serta sejumlah daerah lainya. Fenomena yang sama, captive market juga menyasar meluas ke basis-basis di luar NU.

Tak kalah dominanya denag efek ekor jas. meski diakui bahwa PKB menikmati hasil positif dari faktor dan aspek Anies Baswedan (bukan Cak Imin) sebagai capres yang diusung PKB.

“Faktor Anies, sebab di basis-basis Anies, basis Islam kanan, Jawa barat, DKI dan Banten, PKB menambah kursi, “pecah telur” dan otomatis meningkat tajam daya sengatnya,” paparnya.

selain itu, Priangan Timur (Tasikmalaya dan sekitarnya) serta Priangan Barat (Sukabumi dan sekitarnya), adalah kantong-kantong mantan kombatan DI/TII.

“Artinya secara geopolitik, daerah-daerah itu adalah wilayah kekuasaan PKS,” ulasnya.

Sama halnya dengan Banten, imbuh B. J Pasaribu, di wilayah Banten bahkan sel-sel DI/TII masih ‘aktif’. Dengan analisis geopolitik seperti ini, mudah bagi kita untuk mengukur bahwa sejatinya tidak ada peran Muhaimin sebagai Ketum PKB, dalam mendongkrak suara PKB di daerah-daerah tersebut. Ini adalah ‘barokah’ dari Anies Baswedan.

“Kemudian, resources caleg yang kuat. Sementara dominasi PKB di Jatim lebih karena faktor, sumber daya para calegnya yang kuat, petarung dan tingkat ketokohan yang diterima publik luas. Rusdy Kirana di Jatim VIII, Syaikhul Islam Ali Masyhuri, juga, Ana Muawanah, adalah profil sejumlah figur kuat dari sisi dana, baik keumatan dan birokrat,” imbuhnya lagi.

Namun, kata B. J Pasaribu, melonjaknya suara PKB di Jatim, justru dibarengi dengan menurunnya suara PKB di Jateng. Artinya, kenaikan PKB di Jatim dan turunnya PKB di Jateng, sama-sama terlepas dari aspek Muhaimin.

“Ya, kedewasaan berpolitik para politisi PKB. Hal yang menonjol yang berakibat langsung terhadap perolehan PKB adalah kematangan dan kedewasaan politik kader dan calegnya,” tegasnya.

Tak kalah ciamiknya, ditilik dari sisi manajemen ‘iron hand’ Muhaimin, yang menepikan kader-kader utama (meski diberi kesempatan nyaleg dan terpilih), tidak membuat sejumlah kader seperti Marwan Jafar ataupun sejumlah mantan sekjen PKB seperti Abdul Kadir Karding, Imam Nahrowi dan Lukman Edy, berisik di luar.

“Harus diakui memang mereka mampu menahan diri untuk tidak memperuncing konflik dengan mempublish konflik-konflik tersebut,” Terangnya.

Selain itu, jelas B. J Pasaribu, ketepatan dalam menerapkan nano strategy. Nano strategy adalah kampanye dengan teknik unik, kreatif dan memunculkan curiosity.

“PKB yang ber-genre partai aktivis, bisa disebut satu-satunya parpol yang masih menyisakan slot untuk para aktivis,” tukasnya lagi.

B. J Pasaribu juga menganilasa perihal dukungan kiai kultural. Seperti disebut Gus Ipul, peran para kiai dalam menjaga dan mendongkrak suara PKB juga signifikan. Kiai Nurul Huda Jazuli, Ploso Kediri, yang menyebut PKB dan NU dengan ‘huwa huwa’ dia (PKB) adalah dia (NU), adalah kerja politik nyata dalam menjaga captive market PKB.

“Jadi, stabilitas internal, politisi PKB mempertahankan internal tanpa konflik demi Partai, jiwa korsa. Poin ini lebih menjelaskan aspek kebesaran jiwa sejumlah politisi PKB yang tidak membuat gaduh akibat terlempar dari inner circle sang ketua umum. Tindakan, sikap dan langkah tersebut diambil demi menjaga ruhul jihad sekaligus jiwa Corsa partai,” ulasnya.

Hasil Pilpres dan Pilleg tahun ini mengisyaratkan bahwa. loyalitas konstituen PKB jauh lebih besar pada partai dibanding loyalitasnya kepada ketua umum (cak Imin). Hal ini tergambar dari dan dibuktikan dengan hanya 35% pemilih PKB pasangan Amin.

Sementara justru dari analisi Data terkini, 55 %-nya memilih Prabowo Gibran dan sisanya memilih Ganjar Mahfud. Gambaran ini bisa juga dimaknai bahwa konstituen membutuhkan penyegaran Top Leader PKB.

Perolehan pasangan Amin pada Pilpres yang tidak linier dengan kenaikan suara partai, menandakan secara idiologis pilihan Cak Imin bergabung dengan Anies, ditolak oleh nahdliyin.

Seperti kita ketahui, menyatukan basis idiologis NU yang mendukung PKB dengan basis ideologis pendukung Anies seperti menyatukan minyak dan air, dua senyawa yang mustahil ber-chemistry,” pungkasnya.

Sinyal lobi-lobi politik saat ini akan di mercu suarkan oleh Prabowo dan Gibran kepada para parati politik yang mau berkoalisi dengan mereka. Jadi, mari tetap kita pantau dinamika koalsis kedepan yang diperkirakan akan semakin seru. ***

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *