Akademisi dan Pegiat Digital Dorong Kolaborasi Literasi untuk Sukseskan Gerakan Makan Bergizi

Jendelakaba.com-Peran komunikasi publik dan literasi digital menjadi kunci dalam menyukseskan Gerakan Makan Bergizi Nasional. Hal itu mengemuka dalam Forum Diskusi Publik bertema “Komunikasi Publik untuk Gerakan Makan Bergizi: Menguatkan Kesadaran Melalui Media Digital” yang digelar pada 24 Oktober 2025, menghadirkan akademisi dan pegiat literasi digital.

Dr. Ir. Indah Murtiana Sari, S.T., M.M., Rektor Universitas Sains Indonesia, menekankan bahwa komunikasi publik berperan sebagai jantung gerakan makan bergizi. “Gerakan ini tidak akan kuat hanya dengan kebijakan pemerintah. Ia harus hidup dalam kesadaran masyarakat,” ujarnya.

Menurut Indah, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2023 menunjukkan prevalensi stunting masih berada di angka 21,5%, jauh dari target nasional 14% pada 2024. “Tantangan kita bukan hanya ketersediaan makanan bergizi, tapi juga pemahaman masyarakat tentang pentingnya pola makan seimbang,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa lebih dari 79% penduduk Indonesia kini aktif di internet dan sekitar 176 juta orang menggunakan media sosial (Data We Are Social 2024). Potensi ini dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan pesan gizi dan pola makan sehat. Namun, ruang digital juga menjadi sumber hoaks dan informasi menyesatkan.

Untuk itu, Indah menyerukan perlunya kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan komunitas digital untuk membangun “ecosystem of truth” atau ekosistem informasi yang sehat dan berbasis data. Komunikasi publik, menurutnya, harus relevan dengan konteks sosial budaya, mudah dijangkau, serta melibatkan partisipasi masyarakat.

Senada dengan hal tersebut, Muhammad Amin, S.Pd., pegiat literasi digital, menyatakan bahwa literasi digital positif merupakan bagian penting dari pola hidup sehat. “Jika makan bergizi menyehatkan tubuh, maka literasi digital menyehatkan pikiran,” ujarnya.

Amin menyoroti bahwa Indonesia masih menghadapi 11.000 kasus hoaks pada tahun 2024, termasuk isu kesehatan dan gizi. “Banyak masyarakat belum memiliki kemampuan dasar literasi digital. Tanpa kemampuan berpikir kritis, pesan gizi bisa kalah oleh informasi palsu yang lebih sensasional,” jelasnya.

Menurut Amin, komunikasi publik di ruang digital harus berlandaskan empat nilai utama literasi positif: kritis, etis, kreatif, dan kolaboratif. Ia juga menekankan pentingnya menghadirkan konten inspiratif seperti video edukatif singkat tentang makan sehat, yang terbukti lebih menarik minat masyarakat muda.

“Kita perlu membangun budaya ‘saring sebelum sharing’. Literasi digital dan komunikasi publik harus berjalan beriringan agar pesan gizi benar-benar dipahami dan dihidupi,” tuturnya.

Baik Indah maupun Amin sepakat bahwa keberhasilan Gerakan Makan Bergizi tidak hanya bergantung pada kebijakan, tetapi juga pada kekuatan narasi dan partisipasi masyarakat di ruang digital.

“Ketika media sosial digunakan untuk mengedukasi dan menginspirasi, setiap unggahan bisa menjadi bagian dari perubahan besar menuju bangsa yang sehat dan cerdas,” pungkas Amin.***