Jendelakaba.com, TARAKAN — Ketua Komite III DPD RI Hasan Basri melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Kota Tarakan, Senin (8/1/24). Kunker kali ini, untuk meminta masukan dan saran terhadap revisi Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan khususnya di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
Kedatangan Senator muda asal Kaltara Hasan Basri, diterima Walikota Tarakan dr. Khairul beserta jajaran. Dalam pertemuan yang dilaksanakan di ruang rapat Kantor Walikota Tarakan ini, juga dihadiri PHRI Provinsi Kaltara, Asita Provinsi Kaltara dan Asosiasi Pramuwisata serta akademisi dari Universitas Terbuka Tarakan.
Hasan Basri menyampaikan bahwa seluruh anggota Komite III DPD RI yang menjadi mitra dengan Kementerian Pariwisata melakukan kegiatan yang sama di 34 Provinsi guna meminta saran dan masukan dari pemerintah daerah terhadap revisi atau perubahan atas Undang-undang Kepariwisataan. Usulan perubahan ini, sudah masuk dalam program legeslasi nasional.
“Sebab undang-undang ini sudah cukup lama dan perlu ada perubahan. Tetapi sebelum melakukan perubahan, perlu mendengarkan aspirasi baik pemerintah daerah maupun pelaku pariwisata khususnya di Kaltara,” kata Hasan Basri.
HB sapaan Hasan Basri menambahkan, masukan dan saran yang disampaikan, akan menjadi pandangan dan pendapat Komite III terkait revisi undang-undang ini. Komite III sendiri sebagai salah satu alat kelengkapan DPD RI, merupakan representasi perwakilan daerah yang memiliki tugas untuk menjalankan amanah konstitusi dibidang legeslasi dan pengawasan atas undang-undang.
“Berkenanan dengan hal tersebut, makanya Komite III sedang melakukan inventarisasi materi dalam rangka penyusunan rancangan undang-undang perubahan atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Hal ini dilihat karena undang-undang yang ada, sudah tidak relevan dengan situasi dan regulasi yang ada saat ini serta perlu ada perbaikan dalam penyelenggaraan kepariwisataan agar lebih memberikan kesejahteraan dan meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia di tingkat dunia,” ujarnya.
Alumni Magister Hukum Universitas Borneo Tarakan menjelaskan bahwa pariwisata merupakan sektor ekonomi yang penting di Indonesia, karena memiliki posisi strategis dalam peningkatan devisi negara. Makanya dengan potensi keindahan alam, budaya serta warisan leluhur Indonesia, merupakan nilai tambah yang perlu kita promosikan dan kembangkan demi menarik wisatawan.
“Dampaknya bisa menciptakan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkasnya.
Sementara itu, Walikota Tarakan dr. Khairul menyarankan perlu ada sinergitas antara pemerintah pusat dengan daerah dalam mengembangkan sektor pariwisata bisa dituangkan di Undang-undang Kepariwisataan. Salah satunya membangun infrastruktur pariwisata, supaya memudahkan wisatawan datang ke daerah khususnya Kota Tarakan.
“Selama ini tidak ada biaya sepeserpun dari pemerintah pusat untuk pengembangan potensi wisata. Termasuk memoles destinasi wisata kita, jadi bagaimana perhatian pemerintah pusat ini perlu dituangkan di undang-undang agar ada kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi dan kota,” bebernya.
Tidak kalah pentingnya dikatakan Walikota, masalah aksesibilitas. Mahalnya biaya transportasi ke Kota Tarakan, sering dikeluhkan setiap menggelar nasional maupun olahraga untuk datang.
“Dari beberapa event yang kita selenggaran di Kota Tarakan, selalu mengeluhkan biasa transportasi ke Kota Tarakan salah satunya harga tiket pesawat terlampau mahal. Itu keluhan teman-teman yang disampaikan ke kami, harapannya ini bisa dicarikan solusi pemerintah pusat dengan menekan harga tiket maupun membangun jembatan bulan supaya orang bisa datang ke Tarakan lewat jalur darat termasuk jalur laut,” ungkapnya.
Walikota juga berharap status bandara Juwata Tarakan bisa kembali seperti semula yaitu bandara internationa, sehingga penerbangan dari Tawau, Malaysia – Tarakan bisa kembali dibuka. Akibat ditutup sementara status bandara internaisonal, menyebabkan tidak bisa lagi penerbangan Tawau – Tarakan dibuka.
“Kita ini tidak tahu sampai kapan status bandara internasional Juwata Tarakan ditutup sementara sampai kapan, ini perlu diperjuangkan kembali dan penerbangan Tawau – Tarakan kembali dibuka untuk memudahkan wisatawan mancanegara datang ke Kota Tarakan,” harapnya.
Sedangkan Ketua PHRI Provinsi Kaltara Kie Pie menambahkan perlunya pengembangan sumber daya manusia (sdm) di kaltara terutama kompensasinya. Menurutnya, standar kompetensi sdm di Kaltara belum siap.
“Menurut kami yang paling penting sdm nya terutama etikanya. Karena saya melihat siswa SMK yang maggang di tempat saya, etika bekerjanya tidak ada seperti kita minta datang jam 7 pagi dia baru datang jam 9, kita tegur besoknya gak masuk ini perlu,” terangnya.
Ketua Asita Provinsi Kaltara Ivan Kamsil menyarankan dibentuk peraturan daerah (perda) sebagai antisipasi dengan terbukanya konektivitas transportasi. Perda tersebut, untuk memproteksi pelaku usaha dari negara lain masuk ke Kaltara yang bisa mematikan pelaku usaha lokal.
“Apabila semua terbukanya konentivitas udara, laut dan darat, efeknya adalah masuknya wisatawan baik bisnisman maupun pariwisata. Disamping itu, di Kaltara bisa didatangi pelaku-pelaku usaha dari seberang Tawau Malaysia yang dimana mereka lebih profesional dibanding kita yang di Kaltara dalam hal marketing dan segala macamnya. Nah ini perlu diantisipasi,” tutupnya. ***