JENDELAKABA.COM, SIJUNJUNG & Aliran Batang Palangki-Kuantan diduga kembali tercemar. Kualitas air sungai yang membelah Nagari Muaro, wilayah pusat pemerintahan Kabupaten Sijunjung itu tampak keruh dan berbau.
Dikutip dari Padang Ekspres, dari pantauan nya pada Kamis (28/9), kondisi sungai saat ini terlihat sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tampak seperti “sungai mati” sebab airnya tak bisa dimanfaatkan. Dulu, pencemaran air sungai diduga dipicu aktivitas tambang emas ilegal yang marak di sepanjang alirannya, maka kali ini dugaannya sama.
Sebagaimana diketahui, aktivitas tambang emas ilegal menggunakan kapal ponton dan dompeng di sepanjang aliran sungai. Sehingga kekeruhan air sungai menjadi parah, berwarna coklat pekat. Bahkan terindikasi mengandung zat berbahaya akibat penggunaan kimia pelarut emas mentah.
Berbeda dengan keruh akibat musim hujan, lazimnya debit air cendrung naik diikuti adanya material kayu-kayu hanyut. Berselang beberapa hari kemudian situasi akan kembali berangsur normal. Namun kini kondisi air seakan keruh permanen.
Parahnya, aktivitas tambang emas ilegal ada digelar masyarakat di aliran Batang Kuantan kawasan Geopark Nasional Silokek, tepatnya di bawah tugu BPBD menuju Geopark Silokek.
Dimana kawasan ini sebelumnya tercatat pernah mengalami bencana longsor besar, hingga jalan utama penghubung Nagari Muaro-Silokek sepanjang 700 meter amblas.
Untuk pemulihannya terpaksa dilakukan pembuatan jalan baru dengan alokasi dana bantuan APBN lebih dari Rp30 milliar. Lagi-lagi pemicunya disebut-sebut karena adanya aktivitas penambangan emas illegal di sisi bawah badan jalan dengan cara mengeruk sisi tebing pinggir sungai.
Sebagaimana diketahui, Pemkab Sijunjung telah mematenkan Kawasan Gropark Silokek sebagai kawasan Geopark Nasional, dan kini sedang dalam kajian oleh Unesco menuju Unesco Global Geopark (UGGp). Serta digadang-gadang menjadi tujuan wisata Internasional. Namun bagaimana Geopark Silokek bisa menarik bagi pengunjung bila kondisi airnya begitu buruk, sangat keruh.
Aliran Batang Kuantan sendiri jelas menjadi jargonnya Geopark Silokek, mengalir di bawah ngarai taman batu purbakala berusia jutaan tahun tersebut. Hingga romantika Geopark Silokek sangat diidentik dengan aliran Batang Kuantan di bawahnya.
Oleh sebab itu banyak hal semestinya harus dipertimbangkan, jangan karena faktor kepentingan akhirnya melakukan kegiatan yang berujung kerusakan alam dan lingkungan.
Seorang warga, Wati, 54, yang sebelumnya mengaku pernah menggantungkan hidup lewat menangkap ikan di aliran Batang Palangki-Batang Kuantan, kini kehilangan mata pencahariannya.
Disebutkan ibu tiga anak tersebut, keluarga mereka tidak punya lahan perkebunan untuk digarap. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, sang suami menjalani profesi sebagai nelayan tangkap di aliran Batang Palangki. Dengan cara memasang jaring di beberapa titik menggunakan sampan, selanjutnya jaring diangkat untuk dipanen.
Memasang jaring bisanya dilakukan sore hari, kemudian akan diangkat kembali pagi harinya. Ikan yang berhasil didapat akan dijual untuk membeli segala kebutuhan hidup,”
Jenis ikan tangkapan, sambungnya, ada ikan baung, garing, mansai, nila, tawas dan lain sebagainya. Harga jual, rata-rata Rp15 ribu per jerat, berat 1/2 kg dengan jenis/ukuran campur-campur. Hasil penjualan bisa mencapai Rp75 ribu per trip.
Namun sejak adanya aktivitas penambangan ilegal, tiap kali jaring dipanen hasilnya selalu mengecewakan, bahkan terkadang hanya dapat empat ekor saja. Itu pun ikan kecil-kecil pula. Lantaran kondisi air sungai tiada henti keruh, bahkan berbau.
Untuk membiayai hidup sehari-hari, kini suami Wati terpaksa jadi kuli serabutan, bahkan terkadang pulang tiap seminggu sekali karena lokasi bekerjanya di luar daerah. “Payah kini Pak. Air sungai keruh (pekat), ikan sungai jadi punah,” sesalnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Andri, 37, seorang anggota komunitas pemancing asal Sijunjung. Menurutnya kondisi aliran Batang Kuantan begitu buruk, hingga kestabilan ekosistem mahluk hidup di sepanjang aliran menjadi punah. “Melihat situasinya keruh begini, jangankan ikan sungai, buaya pun tidak akan sanggup bertahan hidup di dalamnya,” ujarnya.
Diakuinya, setahun lalu pihaknya bersama teman-temannya dari komunitas Pemancing Mania Sijunjung sempat bernafas lega, aliran sungai relatif membaik, hingga hobi mancing di sejumlah titik strategis dapat tersalurkan. Berbagai jenis ikan endemik berhasil didapatkan.
Namun kini, menurutnya, kondisi air sungai kembali memburuk dan keruh. Tak ayal, nyaris tak ada ikan bisa didapatkan tiap kali memancing. “Keruhnya aliran sungai kembali terjadi akibat tambang emas illegal dan itu dilakukan para mafia secara terang-terangan. Atas fenomena ini malah pihak kepolisian diam saja,” ucapnya.
Sebagaimana diketahui, aliran sungai Batang Palangki-Kuantan juga merupakan salah-satu sumberdaya alam yang memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selan itu juga terdapat ekosistem makhluk hidup yang perlu dijaga.
Namun kondisi sekarang, sungguh terasa miris, aliran sungai itu berubah menjadi sungai yang menakutkan dengan warna keruh pekat. Di lain sisi aliran Batang Palangki-Kuantan seyogyanya merupakan salah satu kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk pengairan, tambak atau kolam ikan. Berikut aktivitas memancing dengan ikan endemiknya berupa ikan patin, gariang dan baung.
Serta masih banyak lagi nilai manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti budidaya keramba. Jikalau kondisi airnya masih dalam batas ambang wajar atau normal, tentulah aliran sungai masih membawa berkah bagi manusia.
Kapolres Sijunjung AKBP Andre Anas saat dikonfirmasi via telfon selulernya tidak kunjung mengangkat, dicoba dikirim pesan WA juga tidak dibalas. Sementara Kasat Reskrim AKP Rolindo Ardiansyah, mengaku sedang banyak kegiatan hingga belum bisa melayani untuk wawancara. (Ant/Hend)