Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayatayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf [7]: 96)
Pernahkah Anda melihat orang yang hidupnya tampak berkelimpahan, tapi tampak resah? dan pernahkah Anda melihat orang yang tampak sederhana, tapi keluarganya harmonis, rezekinya tercukupi? Jika Anda pernah melihatnya inilah perbedaan antara yang hidup dalam ketidakberkahan dan yang hidup dalam limpahan berkah.
Ust. Anif Sirsaeba, menceritakan pengalaman seorang pebisnis mebeler di Semarang, yang bisnisnya tampak maju tapi selalu dirundung masalah.
Saya mempunyai tetangga yang rajin memburu harta dengan keras dan tekun, tidak ia tidak memerhatikan aspek ketakwaan kepada Allah. Ia seorang pengusaha mebeler. Bisnisnya sekilas tampak maju dan besar, tapi sesungguhnya banyak masalah alias keropos. Bila dilihat dari ordel mebel yang tak pernah sepi, maka seharusnya ia kaya-raya, untungnya banyak dan duitnya juga banyak. Namun benarkah begitu? Anda boleh percaya boleh tidak. Ternyata tidak kaya-kaya amat sebagaimana disangka banyak orang.
Suatu hari ia datang ke rumah saya karena hendak meminjam uang guna kelangsungan bisnisnya. Tidak terlalu banyak memang jumlah nominal yang hendak ia pinjam, hanya sekitar 10 jutaan. Katanya untuk membayar gaji para karyawannya yang sudah hampir satu bulanan tidak dibayarnya (sekadar informasi, ia menggaji karyawannya dengan cara mingguan, yaitu setiap hari Sabtu). Terus terang, saya kaget tak percaya, “Masak sih dia tak punya uang sejumlah itu? Bukankah kalau dilihat zahirnya ia tampak sangat kaya? Bahkan lebih kaya dari kami? Bukankah sepatutnya uang sejumlah yang hendak dipinjamnya itu adalah uang recehan baginya?”
Akhirnya setelah ngobrol beberapa lama, ia pun bercerita yang sesungguhnya tentang keadaan diri dan bisnisnya. Ia bercerita seraya berurai air mata. Menurut ceritanya, ia sesungguhnya tidak sekaya yang dibayangkan orang-orang kampung . Bisnisnya semu. Ordernya memang banyak. Untung bisnisnya kalau dihitung seharusnya juga banyak. Namun, ia sendiri heran, mengapa untung itu tidak pernah ada secara nyata bila diaudit dengan teliti. Uang yang seharusnya menjadi keuntungan selalu raib ke mana-mana dengan tanpa terdugaduga. Adakalanya raib karena anaknya selalu sakit dan kecelakaan secara tiba-tiba. Adakalanya raib karena selalu ditipu orang yang berbeda-beda, berkali-kali pula. Adakalanya raib karena musibah yang datang bertubi-tubi dengan beraneka warna. Ada-ada saja jalan untuk menguras uangnya!” Intinya, kalau dilihat dengan kacamata ruhani, bisnisnya tidak berkah. Uangnya juga tidak berkah. Allah memberinya uang-harta hanya untuk ditarik-Nya. Tidak ada yang masuk ke kantongnya sama sekali. Dan sekarang bisnisnya sudah terancam bangkrut. Selalu minus katanya. Minus bukan karena sepi order. Tapi minus karena saking banyaknya pengeluaran tak terduga-duga yang sifatnya “cobaan” atau “musibah” dari Allah.
Saya pun tertarik mencari penyebabnya, kenapa bisnis tetangga saya itu seperti itu nasibnya. Saya tanyai ia dengan sejujur-jujurnya. Dari hati ke hati. Ia pun mengaku, ia jarang mengeluarkan sedekah dan zakat mal. Ia juga bermain gelap. Artinya, bisnis mebelernya selalu mengambil dari kayu-kayu illegal. Katanya, biar untungnya banyak.
Setelah itu, berkali-kali saya menasihatinya agar memulai bisnisnya dengan cara yang lebih baik, agar bisnisnya berkah. Namun entahlah, apakah ia mendengarkan nasihat saya itu ataukah tidak, tapi yang jelas, hingga saat ini, bisnis mebelernya tak kunjung lebih baik nasibnya dari sebelum-sebelumnya. Dan yang lebih jelas lagi, saya percaya bahwa bisnisnya tidak berkah karena tidak melandasi bisnisnya dengan ketakwaan yang kukuh pada Allah Ta’ala. Kalau saja ia mau melandasi bisnisnya dengan takwa, semisal, mau bersedekah dan menunaikan zakat mal, mau mengambil kayu dengan terang (legal), saya yakin bisnisnya akan segera melesat maju ke depan. Bisnisnya akan berkah. Cobaan dan musibah yang ditimpakan Allah kepadanya akan berhenti. Dan ia tak perlu pusing-pusing lantaran bisnisnya selalu minus oleh faktor yang tak terduga-duga. Justru kalau ia mau melandasi bisnisnya dengan takwa, malah keuntungan tak terduga-dugalah yang Allah kirimkan kepadanya. Bukankah keberuntungan tak terduga-duga yang selalu ada-ada saja. Inilah cerita tentang bisnis yang tampak maju tapi tak berkah.
Sekarang, marilah kita lanjutkan cerita kedua. Cerita yang bertolak belakang dengan cerita pertama. Cerita kedua ini masih diceritakan oleh Ust. Anif Sirsaeba.
Ini tentang cerita salah satu teman saya di Kudus yang kalau dilihat secara sekilas nampaknya hidupnya hanya paspasan dan seperti serba kekurangan. Namun benarkah demikian? Ternyata demikian! Ia selalu hidup berkecukupan. Dan Allah selalu hidup bercukupan. Dan Allah selalu mencukupi kebutuhan hidupnya.
Rumah teman saya ini tidaklah bagus. Dindingnya hanya papan Soren-Kalimantan biasa yang gampang rapuh bila ditempa panas dan hujan. Bahkan saya lihat ada salah satu dinding papan itu sudah keropos dimakan rayap. Ketika saya berkunjung ke sana, atapnya belumlah beternit. Lantainya hanya plesteran semen biasa. Rumahnya sangat kecil. Kira-kira sebesar rumah petak di Jakarta. Rumah sekecil itu dihuni oleh enam anggota keluarga. Dari segi penghasilan, bapak teman saya ini hanyalah seorang tukang cukur biasa. Namun selain menjadi tukang cukur, ia juga dipercaya menjadi imam masjid di kampungnya. Jadi kerjaannya hanya mencukur, mengimami dan mengajar Al-Quran di masjidnya. Sementara ibu teman saya ini hanyalah ibu rumah tangga biasa. Maka lengkap sudah kalau kita candra kekuatan ekonomi dapurnya: pasti pas-pasan, atau malah lebih dekat dengan kekurangan.
Tapi tahukah Anda? Meski sekilas tampak kekurangan secara ekonomi, ternyata bapak teman saya ini mengaku tidak pernah kekurangan. Ia mengaku selalu dicukupi rezekinya oleh Allah. Ia memang tidak punya banyak uang, tapi jika ada kebutuhan, selalu saja ada pertolongan Allah yang datang. Buktinya, ia mampu menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang tinggi. Anaknya yang paling sulung, sudah selesai program doctoral di Universitas Al-Azhar Mesir, anaknya yang nomor dua adalah teman saya di IAIN Walisongo yang lulus dengan prestasi gemilang, dan anak-anaknya yang lain adalah anak-anak yang sangat pandai dan cerdas dalam mengukur prestasi di sekolahnya. Ketika bertandang ke rumah teman saya itu, saya sempat bertanya kepada bapaknya, kenapa ia bisa seperti itu? Jawabnya, “Semua adalah urusan Allah. Kalau semuanya kita pasrahkan kepada Allah, pasti Allah nanti akan memberi jalan yang terbaik kepada kita. Dan saya merasa bahwa ketika saya pasrahkan semua urusan kepada Allah, selalu ada saja jalan keluar yang Allah berikan pada saya atas semua masalah yang saya hadapi.” Sebuah jawaban yang membuat saya merenung, dan sulit saya lupakan hingga kini.
Itulah cerita kehidupan teman saya yang pas-pasan, tapi selalu ada-ada saja jalan keluar yang diberikan Allah atas setiap masalah yang menimpanya. Cerita tersebut berbalik seratus delapan puluh derajat dengan cerita pertama tetangga saya yang menjadi pengusaha mebeler.
Jika ingin bisnis penuh berkah, jika ingin mendapatkan keberkahan langit dan keberkahan bumi, jika ingin terhindar dari bencana kehidupan, maka tidak ada jalan terbaik selain bertakwa. Ya, takwa akan mengucurkan berkah langit. Langit yang berkah akan menurunkan hujan. Hujan yang berkah tidak membuat manusia menderita. Hujan membuat semua keperluan hidup manusia terpenuhi, utamanya yang berhubungan dengan pangan, papan, dan sandang. Bukankah pangan, bahan bangunan, dan bahan sandang tumbuh dari air.
Takwa akan memancarkan berkah bumi. Bumi yang berkah akan menyuburkan aneka tanaman. Bumi yang berkah mengeluarkan aneka tambang. Allah Swt berjanji:
“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayatayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (QS. Al-A’raf [7]: 96)
Allah akan melimpahkan berkah kepada orang-orang yang bertakwa. “Berkah” adalah kebaikan yang bertambahtambah. Satu kebaikan bagi orang yang bertakwa bisa berkembang menjadi 70 kali lipat, bahkan sampai tak terhingga. Satu juta rupiah yang diberkahi Allah bagi orang yang bertakwa bisa berkembang menjadi berjuta-juta nilainya. Satu juta rupiah bagi orang yang bertakwa manfaatnya lebih besar dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, dan bahkan bisa membantu orang lain. Asas penggunaan untuk kemanfaatan itulah yang mengundang kembali mengalirkan rezeki Allah kepadanya semakin banyak lagi. Sangat berbedas bila satu juta rupiah itu di tangan orang fasik, dia akan menguap tak berbekas dan bahkan bisa menjadi sumber masalah atau malapetaka.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Tuhan_Tidak_Pernah_Buta
#Maju_Tapi_Berkah