Jakarta, 5 November 2025 — Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan II tahun 2025 tercatat sebesar 3,94 persen secara tahunan (year-on-year), namun secara triwulanan justru mengalami kontraksi sebesar -1,52 persen (quarter-to-quarter). Data tersebut dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat dan menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi provinsi itu belum stabil serta masih menjadi salah satu yang terendah di wilayah Sumatra.
Berdasarkan laporan BPS, nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Barat atas dasar harga berlaku mencapai Rp 88,26 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 51,70 triliun. Sektor dengan pertumbuhan tertinggi adalah jasa lainnya yang tumbuh 14,96 persen, disusul sektor transportasi, perdagangan, serta akomodasi makan-minum. Namun dari sisi pengeluaran, impor luar negeri meningkat hingga 64,39 persen, yang menunjukkan aktivitas konsumsi dan produksi masih banyak bergantung pada pasokan dari luar daerah.
Melihat kondisi tersebut, Keluarga Mahasiswa Minangkabau Jakarta Raya (KMM JAYA) menyampaikan pandangan kritis mereka. Dalam wawancara di Sekretariat Gebu Minang, Tebet, Jakarta, Ketua Umum KMM JAYA Hafis Septian Mubarak bersama Irsyad Rabbani, Ketua Bidang Eksternal KMM JAYA menyebut bahwa pertumbuhan tersebut belum mencerminkan kekuatan ekonomi masyarakat Sumbar secara menyeluruh.
“Angka 3,94 persen memang menunjukkan adanya pertumbuhan, tetapi ada kontraksi dari triwulan sebelumnya. Berarti ekonomi Sumbar belum stabil. Tingginya angka impor juga menandakan aktivitas ekonomi tidak sepenuhnya ditopang oleh produksi lokal,” begitu ungkap Irsyad Rabbani, mahasiswa Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Menurut KMM JAYA, perlambatan ini tidak hanya persoalan teknis, melainkan menunjukkan bahwa potensi ekonomi lokal belum dikelola maksimal. Mereka menilai bahwa Sumatera Barat memiliki modal budaya, pariwisata, kuliner, pertanian, UMKM, serta ekonomi kreatif yang kuat, tetapi belum dijadikan prioritas kebijakan secara serius. KMM JAYA juga menekankan perlunya kebijakan berbasis data, hilirisasi hasil pertanian dan perikanan, pemberdayaan pelaku UMKM, pengembangan industri kreatif berbasis nagari, dan pengurangan ketergantungan impor melalui produksi dalam daerah.
Menutup wawancara, Hafis menyampaikan kritik sekaligus dorongan kepada pemangku kebijakan di Sumatera Barat.
“Pejabat daerah di Sumatera Barat jangan hanya fokus membuat konten di media sosial, tetapi benar-benar berusaha menyelesaikan persoalan yang substansial di tengah masyarakat,” ujarnya.
“Sudah seharusnya mahasiswa Minang, terutama yang menempuh pendidikan di luar daerah, tidak apatis terhadap kondisi Sumatera Barat. Kita punya tanggung jawab moral untuk ikut memikirkan dan mencari solusi atas persoalan yang terjadi di kampung halaman,” lanjutnya.
KMM JAYA berharap pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, dan generasi muda dapat bekerja bersama membangun ekonomi Sumatera Barat secara berkelanjutan, bukan hanya mengejar capaian angka, tetapi memastikan pertumbuhan terasa hingga ke masyarakat lapisan bawah.
BIDANG KAJIAN DAN KEILMUAN KMM JAYA






