Komunikasi Publik Jadi Kunci Sukses Koperasi Merah Putih

Matarakyat24.com, Jakarta — Di era disrupsi informasi, keberhasilan Koperasi Merah Putih tidak hanya ditentukan oleh kebijakan ekonomi, tetapi juga oleh strategi komunikasi publik yang mampu membangun kepercayaan dan partisipasi masyarakat.

Hal itu disampaikan oleh Fardila Astari, Measurement and Strategic Communication Expert, dalam Forum Diskusi Publik “Koperasi Merah Putih: Upaya Wujudkan Desa Berdikari & Rakyat Sejahtera”, Rabu (29/10/2025).

Menurutnya, Koperasi Merah Putih merupakan program besar yang menargetkan pembentukan 80.000 koperasi desa dan kelurahan di seluruh Indonesia. Namun, tantangan terbesarnya bukan pada struktur organisasi, melainkan pada bagaimana kebijakan ini dikomunikasikan dengan efektif dan transparan kepada publik.

“Kepercayaan adalah mata uang sosial dalam keberhasilan koperasi. Tanpa komunikasi yang jujur dan partisipatif, masyarakat sulit percaya pada lembaga yang mengelola dana mereka,” ujar Fardila.

Ia menjelaskan, strategi komunikasi Koperasi Merah Putih harus mengikuti pendekatan ROSTIR — mulai dari riset, penetapan tujuan, strategi pesan, taktik komunikasi, hingga evaluasi berbasis indikator AMEC: output, outtake, outcome, dan impact.

Pendekatan ini memastikan setiap langkah komunikasi tidak berhenti di sosialisasi, melainkan berdampak nyata terhadap perilaku masyarakat. “Kita ingin menciptakan komunikasi dua arah, bukan sekadar pengumuman dari atas ke bawah. Publik harus dilibatkan sejak tahap perencanaan,” tegasnya.

Dalam implementasinya, strategi komunikasi Koperasi Merah Putih menggunakan model PESO — Paid, Earned, Shared, dan Owned media. Media berbayar digunakan untuk memperluas jangkauan, media diperoleh (earned) membangun kredibilitas, media milik (owned) menjadi pusat informasi resmi, sementara shared media seperti media sosial menjadi ruang utama dialog publik.

Fardila juga menyoroti perlunya mengukur keberhasilan komunikasi melalui keterlibatan publik. Target nasional misalnya, peningkatan pemahaman masyarakat hingga 80 persen dan engagement rate sebesar 5 persen di media sosial. “Angka ini bukan sekadar target statistik, tapi ukuran seberapa jauh pesan koperasi hidup dalam kesadaran publik,” jelasnya.

Untuk melawan stigma negatif terhadap koperasi, pemerintah juga menyiapkan kampanye nasional bertajuk “Debunking Mitos: Koperasi Itu Bukan Korupsi”. Kampanye ini diharapkan mampu membangun kembali citra positif koperasi di mata masyarakat.

“Komunikasi yang efektif bukan hanya menjelaskan, tapi menggerakkan. Ia harus mengandung empati, nilai, dan ajakan untuk bersama-sama membangun desa berdikari,” tutup Fardila.