Koperasi Harus Bangun Citra dan Kepercayaan Publik Lewat Komunikasi Digital yang Terbuka

Jendelakaba.com-Koperasi Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk membangun komunikasi publik yang efektif di era digital. Tantangan ini menjadi pembahasan hangat dalam Forum Diskusi Publik bertema “Koperasi Mandiri, Ekonomi Tangguh: Optimalisasi Komunikasi Publik di Era Digital”, yang juga menghadirkan Usman Kansong, praktisi komunikasi, dan Milan Amrullah Yusuf, pegiat literasi digital.

Dalam paparannya, Usman Kansong menekankan bahwa komunikasi publik merupakan kunci bagi koperasi untuk mempertahankan relevansi dan kepercayaan masyarakat di tengah derasnya arus informasi. “Komunikasi bukan sekadar menyampaikan informasi, tetapi tentang bagaimana koperasi mampu membangun citra, menumbuhkan rasa kepemilikan, dan menjalin partisipasi anggota,” ujarnya.

Data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2024 menunjukkan, dari 127 ribu koperasi aktif, baru sekitar 30 persen yang memanfaatkan platform digital untuk komunikasi dan pelaporan anggota. Padahal, di era keterbukaan informasi, transparansi menjadi faktor utama pembentuk kepercayaan publik.

Usman menambahkan bahwa koperasi perlu membangun strategi komunikasi yang inklusif dengan bahasa sederhana dan saluran komunikasi yang relevan. Ia juga menyoroti pentingnya identitas digital dan storytelling. “Cerita sukses anggota koperasi jauh lebih menyentuh publik dibandingkan laporan angka. Storytelling adalah cara membangun koneksi emosional,” tegasnya.

Sementara itu, Milan Amrullah Yusuf menyoroti bahwa transformasi digital koperasi tidak cukup berhenti pada penggunaan teknologi, tetapi harus mencakup perubahan budaya organisasi. “Kemandirian koperasi berarti kemandirian masyarakat. Transformasi digital harus diiringi dengan peningkatan literasi digital, transparansi, dan komunikasi terbuka,” jelasnya.

Menurut Milan, rendahnya literasi digital dan persepsi publik terhadap koperasi konvensional menjadi hambatan besar. Banyak masyarakat masih menganggap koperasi lembaga tertutup dan kurang modern. “Untuk mengubah persepsi itu, koperasi harus tampil lebih profesional dan terbuka di ruang digital,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi dan penguatan kapasitas anggota. “Koperasi bisa bekerja sama dengan influencer lokal, komunitas digital, atau lembaga pendidikan agar pesan-pesannya menjangkau generasi muda,” tambah Milan.

Selain itu, Milan mengingatkan pentingnya mekanisme komunikasi krisis di era disinformasi. “Koperasi perlu memiliki kanal resmi dan juru bicara digital untuk merespons isu secara cepat dan akurat,” ujarnya.

Baik Usman maupun Milan sepakat bahwa literasi digital menjadi fondasi utama untuk membangun komunikasi publik yang tangguh. Pelatihan penggunaan aplikasi, keamanan data, dan kemampuan membuat konten digital perlu terus dilakukan agar koperasi bisa bersaing di dunia modern.

“Digitalisasi bukan hanya soal teknologi, tetapi tentang membangun kepercayaan dan partisipasi,” ujar Milan menutup sesi diskusi. “Koperasi yang mampu mendengarkan, merespons, dan beradaptasi akan menjadi pelopor ekonomi rakyat yang tangguh dan modern.”

Dengan komunikasi publik yang transparan, berbasis data, dan berakar pada nilai gotong royong, koperasi Indonesia diyakini mampu menjadi pilar utama dalam mewujudkan ekonomi mandiri dan berkeadilan di era digital.***