Jendelakaba.com-Upaya melindungi anak-anak dari dampak negatif dunia digital menjadi perhatian utama dalam webinar “Ruang Digital Ramah Anak”. Salah satu narasumber, Dr. Usman Kansong, menekankan pentingnya peran negara, platform digital, dan masyarakat dalam menciptakan ekosistem digital yang sehat dan aman.
Ia memaparkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024 yang menemukan bahwa 39,71% anak usia dini sudah menggunakan telepon seluler, sementara 35,7% sudah mampu mengakses internet. Data ini menunjukkan betapa besarnya risiko paparan konten tidak sesuai usia, seperti pornografi, judi online, maupun konten kekerasan. Tak hanya itu, dampak lain yang ditimbulkan meliputi gangguan tidur, postur tubuh buruk, meningkatnya emosi, hingga kecenderungan antisosial.
Diskusi yang digelar pada Rabu, 24 September 2025, menjadi momen penting untuk membahas kebijakan terbaru pemerintah. Usman menjelaskan bahwa pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik untuk Perlindungan Anak (PP Tunas). Regulasi ini menegaskan bahwa perlindungan anak di ranah digital harus menjadi kewajiban platform digital, bahkan diutamakan dibandingkan kepentingan komersial.
“Perlindungan anak adalah tanggung jawab utama platform digital. Pemerintah hadir sebagai regulator dengan memberi aturan jelas, sanksi, serta literasi digital bagi masyarakat. Namun, peran orang tua tetap sangat penting, yakni dengan menjadi teladan, membatasi dan mengawasi penggunaan gadget pada anak, serta menciptakan aktivitas menyenangkan di luar ruang digital,” jelas Usman.
Sementara itu, Fikria Najitama, pegiat literasi digital, menambahkan bahwa Indonesia menghadapi masalah serius terkait kecanduan gawai. Data menunjukkan masyarakat Indonesia rata-rata menghabiskan waktu 6,5 jam per hari menggunakan ponsel, tertinggi di dunia. Dampaknya pada anak-anak pun berlapis, mulai dari gangguan bahasa, kecanduan game online, cyber bullying, hingga risiko paparan pornografi dan cyber grooming.
Fikria menekankan bahwa solusi untuk menciptakan ruang digital ramah anak harus dimulai dari keluarga. Orang tua diminta membangun kebiasaan sehat, mengatur waktu penggunaan gawai, serta menyediakan dukungan sosial bagi anak. “Kalau ingin membangun keluarga tanpa handphone, maka orang tua juga harus konsisten memberi contoh dengan melepas handphone ketika bersama anak,” ungkapnya.
Diskusi ini menegaskan bahwa mewujudkan ruang digital ramah anak bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau platform digital, melainkan juga keluarga dan masyarakat. Kolaborasi dan komitmen bersama menjadi kunci agar anak-anak dapat tumbuh di era digital dengan aman, sehat, dan terlindungi.***