Literasi Digital Sejak Dini Jadi Kunci Wujudkan Ruang Aman bagi Anak

Jendela kaba.com- Perkembangan teknologi digital di Indonesia kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak. Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2025, jumlah pengguna internet di tanah air mencapai 229,4 juta jiwa. Angka ini mencerminkan bahwa hampir seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak-anak, sudah terhubung dengan dunia maya.

Dalam Forum Diskusi Publik bertajuk “Ruang Digital Anak Aman dan Sehat” yang digelar pada Selasa, 16 September 2025, pegiat literasi digital Gun Gun Siswadi, M.Si., menyampaikan bahwa realitas tersebut membawa peluang besar, sekaligus tantangan serius. Menurutnya, salah satu tantangan terbesar adalah derasnya arus informasi yang kerap sulit dipilah oleh anak-anak.

“Anak-anak kita sering kali menerima banjir informasi tanpa bekal literasi yang cukup. Mereka mudah terpapar hoaks, ujaran kebencian, pornografi, radikalisme, hingga penipuan digital. Kondisi ini menjadikan anak kelompok paling rentan di ruang digital,” ungkap Gun Gun.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menguatkan pernyataan tersebut. Tercatat, 39,71% anak usia dini sudah menggunakan telepon seluler, sementara 35,57% lainnya telah mengakses internet. Paparan sejak dini ini, menurut Kementerian Kesehatan, dapat menimbulkan dampak serius seperti kecanduan, menurunnya kualitas tidur, hingga terganggunya tumbuh kembang anak.

Gun Gun menekankan bahwa peran orang tua menjadi kunci utama. “Orang tua harus menjadi teladan digital. Perilaku mereka akan ditiru anak, baik sadar maupun tidak. Membuat aturan waktu, memilih konten, dan membuka ruang komunikasi yang hangat adalah langkah sederhana yang sangat menentukan,” jelasnya.

Ia juga mengutip pandangan psikolog anak, Azlena Masykouri, yang membagi fase pengenalan gadget menjadi tiga tahap. Pertama, usia 0–5 tahun sebaiknya tidak diberikan gawai kecuali dalam kondisi darurat dengan pendampingan. Kedua, usia 6–10 tahun diperbolehkan menggunakan gadget untuk menunjang produktivitas dengan aturan durasi maksimal satu jam per hari. Ketiga, usia 11–18 tahun harus mulai dilatih bertanggung jawab, termasuk menjaga privasi dan mengelola waktu mandiri.

Selain peran keluarga, Gun Gun juga menyoroti regulasi pemerintah melalui PP No. 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau yang dikenal dengan PP TUNAS. Regulasi ini mewajibkan platform digital menyaring konten berbahaya, menyediakan mekanisme pelaporan yang mudah, serta memastikan verifikasi usia pengguna.

Namun, ia menegaskan bahwa regulasi tidak akan efektif tanpa pengawasan ketat dan kerja sama lintas sektor. “Tanpa sinergi antara pemerintah, penyedia platform, sekolah, dan keluarga, aturan hanya akan menjadi teks hukum. Kita harus memastikan implementasinya benar-benar dirasakan anak-anak,” tambahnya.

Gun Gun juga mengingatkan pentingnya empat pilar literasi digital nasional, yakni digital skill, digital culture, digital ethics, dan digital safety. Pilar-pilar ini, bila ditanamkan sejak dini, akan menjadi fondasi kuat bagi generasi penerus bangsa dalam menghadapi era digital yang penuh peluang sekaligus risiko.***