Jendelakaba.com—Farah Puteri Nahlia (Anggota Komisi 1 DPR RI) hadiriwebinar Ngobrol Bareng Legislator yang digelar Kominfo RI dengan tema “Pendidikan Vokasi dan Pentingnya Pemanfaatan Digital dalam Menghadapi Tantangan Masa Depan” via zoom meeting pada Sabtu, 29 Maret 2024.
Farah menyampaikan bahwa berbicara lebih jauh terkait dengan pemanfaatan ruang digital, Kita ini bisa memanfaatkan internet sebagai misalnya yang pertama menampung aspirasi -aspirasi kepemudaan yang sangat dinamis dan up to date. Kita bisa bikin, misalnya banyak sekarang Instagram -Instagram terkait dengan politik atau berita dan lain sebagainya. Suka kasih foto terkait dengan update ada berita terkini. Dan tentunya ini mempermudah pemuda -pemuda yang enggak tahu berita terjadi di luar sana, jadi tahu dengan adanya Instagram -Instagram yang share berita seperti ini. Tapi kembali lagi kita juga harus tetap cek kebenarannya, keabsahannya, apakah beritanya ini yang disebarkan 100 % aktual atau tidak.
Kemudian dengan manfaatan ruang digital, kita juga bisa menciptakan critical culture, apa ya bahasa Indonesianya, culture yang kritis di tengah apatisme kalangan milenial terhadap dunia politik. Mungkin sekarang kita semua tahu bahwa pemuda masih sedikit banyak yang kurang suka atau tidak tertaik dengan politik. Nah, dengan adanya ruang digital ini, hal kecilnya, kita bisa komen misalnya di Instagram DPR atau Instagram Pak Jokowi, atau misalnya yang kemarin terakhir viral itu karena internet adalah jalanan yang rusak di salah satu provinsi di Indonesia, di Lampung.
Karena ada culture kritis, karena ada masyarakat yang memberikan masukan ke Pak Presiden, jalanannya rusak, sehingga ini kemudian apa? Itu nggak cuma sampai di internet saja, bahkan Pak Jokowi sampai datang ke Provinsi Lampung meninjau jalanan -jalanan yang ada di sana. Kemudian juga akhirnya ini pun berderetan dengan provinsi -provinsi lain, Jambi juga kena imbasnya, Jambi juga dicek sama Presiden, jalanannya benar apa nggak, dsb. Jadi kalau kita bicara tentang aduan -aduan masyarakat di sosial media, itu bukan berarti nggak didengerin oleh pemerintah, atau nggak didengerin oleh Presiden, tapi didengerin bahkan sampai didatengin ke daerahnya langsung.
Kemudian juga ruang digital ini bukan hanya saluran penyebar informasi yang bersifat satu arah, atau one way communication, tetapi ini juga merupakan sarana interaktif yang berperan sebagai ruang publik alternatif. Kemudian juga melalui ruang digital, dapat difungsikan sebagai alat kontrol sosial. Misalnya dengan adanya internet, dengan adanya netizen -netizen zaman now, ini merupakan hal yang positif juga karena dapat mengawal sejumlah perumusan undang -undang dari parlemen. Misalnya RUU TPKS itu juga akhirnya dibahas DPR dan lain sebagainya, dikebut, itu karena banyak masukan -masukan dan dorongan -dorongan dari teman -teman di sosial media.
Kemudian juga dengan adanya ruang digital ini, ini dapat membantu untuk mengontrol kebijakan pemerintah dan lain sebagainya. Kemudian juga dengan adanya ruang digital ini, tentunya ini dapat mendorong terciptanya gerakan kepedulian atau solidaritas sesama manusia. Misalnya kalau yang zaman dulu mungkin kalau kita ingin bantu orang itu susah, kita ingin bantu teman kita misalnya lagi kena musibah susah, sekarang sudah ada wadah yang namanya Kita Bisa. Atau tidak perlu lewat Kita Bisa, kita bisa viralin lewat satu postingan, kemudian banyak orang yang membantuin teman -teman kita. Atau misalnya kita berbicara tentang bencana alam. Kalau dulu mungkin kita bingung bencana alam kita bisa bantu dari mana, kita cuma tahu dari hotline atau rekening -rekening yang ada di TV, sekarang lewat Instagram, lewat TikTok, itu kita bisa tahu di mana kejadiannya dan kapan kita bisa bantu dan apa saja yang dibutuhkan.
Yanto, Ph. D. (Pegiat Literasi Digital) menyampaikan bahwa pendidikan vokasi itu adalah bertujuan memberikan bekal keterampilan dan keahlian teknis dan tentunya praktis spesifik untuk dapat diterapkan langsung dalam pekerjaan tertentu.Mahasiswa yang lulus dari pendidikan vokasi ini adalah mahasiswa yang siap langsung memasuki dunia kerja. Nah ini agak berbeda dengan pendidikan sarjana. Ini fokusnya membekali siswa dengan dasar ilmu dan pengetahuan yang kuat di bidang keilmuan atau studi tertentu dengan tujuan mempersiapkan mahasiswa untuk pengembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut. Jadi tentu pemahaman yang lebih komprehensif dengan critical skill dan kemampuan teoretis dan praktis yang memadai.
Dan ini tentunya tidak ada yang berhak merasa lebih unggul satu sama lain karena pendekatannya memang berbeda. Jadi tidak berhak sarjana bilang bahwa saya lebih unggul atau vokasi bilang saya lebih unggul karena lebih menguasai secara praktik. Tidak. Jadi banyak sekali di masyarakat itu merasa bahwa vokasi S1 itu kebanyakan teori misalnya.Enggak juga. Karena di S1 juga ada praktiknya. Karena penekanannya berbeda. Sama juga dengan jurusan. Ada yang tergantung minat, ada yang suka keteknikan, ada yang suka kedokteran, ada yang suka ilmu -ilmu sosial. Apakah satu sama lain unggul? Juga tidak. Yang membedakan adalah minatnya. Dan sejauh mana kita menjadi yang lebih baik atau yang terbaik di bidangnya masing -masing.
Jadi pendekatannya berbeda, kelebihannya juga berbeda. Jadi sesuaikanlah minat, kemampuan, dan kebutuhan. Nah cuman memang pendekatannya ada perbedaan. Dalam vokasi itu biasanya 40 % itu materi atau teori dengan 60 % praktik.Sementara kalau di pendidikan serjana, itu biasanya materi atau teori banyak ya 60 % atau lebih. Tetapi jangan salahpraktiknya juga ada dan cukup banyak. Sebagai contoh saya dari teknik industri misalnya, untuk praktikum saja bisa 10 ya.Ada praktikum inovasi, praktikum statistik, praktikum tata letak pabrik, praktikum material teknik, praktikum sistem produksi, dan seterusnya. kemudian dari segi gelar juga berbeda memang.
Kalau untuk akademik itu gelarnya adalah serjana tergantung ke ilmuannya. Ada serjana teknik, serjana ekonomi, serjana komunikasi, serjana pertanian, serjana sains, dan seterusnya.
Untuk vokasi, itu gelarnya tergantung pada jenjangnya. Kalau D1 ada AP kita sebut, Alipara Rama, D2 Alimadia Pendidikan, D3 ada yang disebut Alimadia atau AMD, dan D4 adalah serjana, dan serjana ini disebut serjana terapan. Next. Nah ini sekedar contoh kurikulum saja ya, saya ambil dari salah satu politenik. Dan di sini memang jelas ya kelihatannya bahwa untuk misalnya bidangnya teknik mesin, untuk vokasi 40 % diberikan teori dan 60 % benar -benar kelihatan praktik. Nah sementara kalau kita lihat untuk E1 juga banyak konten teorinya, tetapi jangan salah ya praktiknya juga ada, praktiknya juga ada dan cukup banyak seperti itu.Next. Nah relevan dengan topik kita hari ini, kebutuhan tenaga kerja ke depan tentu relevan dengan apa yang disediakan oleh perguruan tinggi ya, karena mereka yang mensupply tenaga kerja tadi. Termasuk barangkali program studi yang disiapkan, kemudian kurikulumnya, termasuk juga struktur mata kuliah yang mendukung untuk kebutuhan apanamanya, skill ya yang dibutuhkan dalam pasar tenaga kerja.
Narasumber lainnya, Dr. Verdy Firmantoro (Dosen Universitas Brawijaya) juga memaparkan bahwa pendidikan vokasi harus diangkat martabatnya tidak hanya dianggap pendidikan kelas kedua yang stigma -nya kurang positif, maka pendidikan vokasi sekarang sudah saatnya melakukan transformasi digital.
Meningkatkan kualitas guru, gimana guru yang adaptif, guru yang atau instruktur yang dekat dengan teknologi digital sehingga bisa membangun kerjasama dengan industri, maka industri butuh apa, dunia edukasi siap menyediakan kemampuan, skill -nya menyediakan pemikirannya, dan tidak kalah penting kita bisa juga menciptakan program inkubator bisnis dan startup yang bisa menjadi bagian dari upaya untuk saluran pekerjaan di arah sekarang. Jadi ini hal -hal yang bisa dimaksimalkan bagaimana kolaborasi ini dilakukan, maka kalau semua ini bisa saling terhubung, kita semua akan bisa menjadi lebih naik kelas, maka pendidikan vokasi bisa naik kelas, pendidikan vokasi bisa memaksimalkan pemanfaatan digital dengan lebih baik.